BandungBergerak.id - Industri otomotif di Indonesia terus berkembang mengikuti laju perubahan teknologi dunia. Teknologi lama yang usang ditinggalkan, digantikan teknologi baru yang lebih canggih dan lebih bisa beradaptasi dengan tuntutan zaman. Salah satu teknologi terbaru adalah kendaraan bertenaga listrik yang meninggalkan energi fosil (BBM) yang tidak ramah lingkungan.

Menurut Direktur PT Suzuki Indomobil Motor dan Ketua V GAKINDO, Shodiq Wicaksono, perubahan elektrifikasi pada dunia otomotif perlu disikapi dengan hati-hati demi transisi yang mulus.

“Transisi (dari kendaraan konvensional ke mobil listrik) tersebut juga membutuhkan sumber daya manusia yang kapabel dan perlu disiapkan agar bisa berjalan bersama dan saling mendukung,” kata Shodiq Wicaksono, dikutip dari laman resmi ITB, Kamis (24/3/2022).

Alumnus Teknik Fisika ITB tersebut berbicara dalam acara Knowledge Sharing tentang Kinerja, Tantangan dan Prospek Industri Kendaraan Bermotor (Antara ICE dan Elektrifikasi) yang diselenggarakan Badan Kejuruan Teknik Fisika Persatuan Insinyur Indonesia (BKTF PII) ITB, Rabu (9/3/2022).

Menurutnya, untuk menyikapi transisi yang terjadi, industri otomotif Indonesia telah memasang dan mengusahakan target serta fokus strategi untuk mengembangkan industri otomotif.

“Target yang ditetapkan adalah membuat industri kendaraan bermotor memiliki daya saing yang tinggi. Sementara, fokus strategi yang ditetapkan adalah optimalisasi kapasitas produksi industri kendaraan bermotor yang belum terpakai untuk kebutuhan pasar dalam negeri dan ekspor,” jelas Shodiq.

Selain itu, karena persaingan industri kendaraan bermotor di Indonesia maupun dunia sangat ketat, diperlukan regulasi yang dapat meningkatkan daya saing industri nasional.

Untuk mensukseskan kemajuan industri kendaraan bermotor nasional, ia menyatakan pemerintah telah bergerak dengan memberikan subsidi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), terutama untuk kendaraan bermotor.

“Stimulus diperlukan untuk menyelamatkan ekosistem industri kendaraan bermotor nasional dengan lebih dari 1.000 perusahaan dengan total karyawan yang berjumlah lebih dari 1.5 juta pekerja, dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sektor ekonomi,” tegas Shodiq.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah Indonesia juga turut melakukan penjagaan terhadap kelestarian lingkungan dengan menciptakan regulasi kendaraan roda empat dengan emisi karbon yang rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Contoh konkret dari penerapan kebijakan LCEV adalah terciptanya jenis kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan yang dikenal dengan sebutan LCGC (Low Cost Green Car).

Ke depannya, berbagai produsen kendaraan bermotor, terutama mobil di Indonesia akan mengembangkan berbagai jenis mobil listrik seperti HEV, PHEV, BEV, dan bahkan mengembangkan pemanfaatan biofuel.

Namun, tentu saja berbagai upaya yang akan dilaksanakan ini harus menghadapi tantangan. Sebagai contoh, mahalnya harga kendaraan listrik dan juga penetrasi pasar kendaraan listrik di Indonesia yang rendah.

Di samping itu, infrastruktur untuk pengisian daya mobil listrik pun masih sedikit. Maka dari itu, perlu dilakukan prediksi perubahan tren agar keputusan yang diambil dapat menjadi langkah yang tepat dan juga Indonesia harus mempersiapkan sedini mungkin agar tercipta transisi yang lancar di industri kendaraan bermotor.

Baca Juga: Krisis Air Bersih Menghantui Jawa Barat dan Dunia
Simak Mekanisme Pendaftaran SNMPTN 2022 di ITB
Mengenal Jurusan SNMPTN Peminatan Tahun 2022 ITB

Penggunaan Semikonduktor Elektrik

Shodiq memulai pemaparan materinya dengan menjelaskan tentang tren penggunaan semikonduktor elektrik pada kendaraan bermotor, terutama mobil. Ia menyebut penggunaan semikonduktor dari tahun 1960-an hingga saat ini terus meningkat.

Data terkini, pada tahun 2010, 35 persen komponen pada mobil merupakan komponen elektrikal yang meliputi active passive safety, telematics, dan advanced driver assistance. Bahkan, 80 persen inovasi yang tercipta saat ini merupakan elektronik dan tidak mungkin untuk mematuhi regulasi tanpa sistem kelistrikan.

Sejak dimulainya produksi massal kendaraan roda empat tahun 1908, dengan Model T dari Ford, telah terjadi pergeseran fundamental dari kendaraan yang hampir sepenuhnya mekanikal menjadi kendaraan yang banyak mengandung sistem elektrikal, termasuk penggunaan microchip yang makin banyak serta berkembangnya elektrifikasi kendaraan bermotor.

Jenis mobil terkini dapat mengandung lebih dari seribu microchip. Kinerja microchip ini dapat diketahui dari berbagai fitur terbaru pada mobil. Mulai dari interior lighting, seat control, engine cooling fan, battery management, emergency brake system, window light, rear camera for remote self-parking, blind spot detection, hingga secure gateway. Pergeseran tersebut juga akan mempengaruhi rantai pasok dalam produksi kendaraan.

Hal ini memungkinkan terjadinya ancaman yang akan memberi dampak terkait berhentinya produksi komponen tertentu sehingga mengganggu keberlangsungan perusahan tersebut. Elektrifikasi juga akan membawa dampak kepada lingkungan, namun efek yang ditimbulkan akan berbeda untuk setiap negara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan profil sumber energi yang berbeda di setiap negara.