Krisis Air Bersih Menghantui Jawa Barat dan Dunia
Peringatan Hari Air Sedunia seharusnya menjadi momentum serius dalam menangani krisis air bersih yang melanda sejumlah daerah di Jawa Barat.
Penulis Iman Herdiana23 Maret 2022
BandungBergerak.id - Air adalah sumber kehidupan. Demikian kalimat filosofis yang kerap dilontarkan para pejabat setiap memperingati Hari Air Sedunia. Kalimat ini pula yang disampaikan Wakil Gubernur Jawa Barat Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum.
"Oleh karena itu kami minta kepada masyarakat, mari kita sayang air, jaga, dan pelihara karena air adalah sumber kehidupan," kata Uu, saat puncak peringatan Hari Air Sedunia ke-30 Tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun 2022, di lokasi objek wisata Situ Gede Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, Selasa (22/3/2022).
Setiap 22 Maret, Hari Air Sedunia selalu diperingati oleh para pemangku kebijakan. Selama itu pula cadangan air terus berkurang. Jumlah masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap air bersih baik di Jawa Barat maupun dunia terus meningkat.
Temuan BandungBergerak.id di lapangan bahkan ada warga yang menggunakan air tercemar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, seperti yang terjadi di Kampung Ciwalengke, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang dihuni sekitar 500 kepala keluarga.
Warga di sana menyikat gigi menggunakan air dari bak penampung yang airnya dialirkan langsung dari sungai yang tercemar limbah rumah tangga termasuk kotoran manusia. Kondisi miris ini diperkuat dengan data Kementerian Kesehatan RI bahwa hanya 17 persen penduduk di Indonesia yang bisa mengakses air bersih di tahun 2021.
Baca Juga: Perkembangan Indeks Kualitas Air di Kota Bandung 2016-2021
Hari Bumi dan Krisis Air Bersih yang Mengancam Kota Bandung
Indonesia Dihadapkan pada Krisis Air Bersih
Air adalah Sumber Kehidupan
“Air adalah sumber kehidupan” bukan saja kalimat yang nyaman dilontarkan dalam pidato resmi. Di balik kalimat itu ada masalah serius yang harus diatasi, yakni bagaimana cara menghadapi krisis air bersih dan menjamin semua warga agar mendapatkan akses air bersih yang sudah menjadi isu internasional sejak beberapa dekade ke belakang.
“Akses ke air bersih sangat penting. Sayangnya, masih banyak orang yang kesusahan mendapatkan air layak minum di Asia Tenggara,” kata Dekan FTSL ITB Edwan Kardena, dalam webinar SIBE 2022 yang digelar Kelompok Keahlian Rekayasa Air dan Limbah Cair ITB dan IWA (International Water Association) berjudul “Improving the accessibility of the safe drinking water in Southeast Asia to achieve the SDGs”, dikutip dari laman resmi ITB, Rabu (23/3/2022).
Ia mengatakan, orang-orang yang tinggal di pantai pesisir, contohnya, tidak dapat air bersih yang cukup walaupun mereka berada di daerah yang penuh dengan air laut. Padahal air laut pun bisa diolah menjadi air tawar yang cocok untuk minum, tetapi biaya proses permurnian air mahal.
Ketersediaan air bagi masyarakat di daerah pesisir tentu membutuhkan program dari pemerintah. Hal ini yang ditekankan konstitusi, bahwa air termasuk kebutuhan yang menyangkut hajat hidup orang banyak yang mesti diurus negara.
Pada acara webinar yang sama, Hong Li, Direktur International Water Association Asia dan Oceania, mengatakan perubahan iklim memperburuk kualitas dan pasokan air dan sanitasi publik. Menurutnya, sebanyak 2,2 miliar orang di dunia masih kekurangan akses bersih, sedangkan lebih dari 4 miliar orang tidak punya akses ke layanan manajemen keselamatan dan sanitasi.
“Sangat krusial bagi kita untuk bekerja sama secara internasional, lintas disiplin, dan lintas sektoral untuk memastikan keamanan air dan sanitasi publik,” jelas Hong Li.
Perpipaan Air di Indonesia masih Rendah
Robert Bos, koordinator program Water, Sanitation and Health (Wash) di WHO menyebut salah satu target SDG adalah memastikan ketersediaan dan pengelolaan air dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua. Target ini ditetapkan agar setiap orang mendapat layanan yang memadai dan merata secara universal.
Hal itu dapat dicapai melalui berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas air, efisiensi penggunaan air, memastikan penarikan dan pasokan air tawar yang berkelanjutan, menerapkan pengelolaan sumber air terpadu, melindungi dan memulihkan ekosistem air, memperluas kerja sama dan dukungan internasional, serta memperkuat partisipasi masyarakat lokal pada tahun 2030.
Walaupun segala rancangan sudah disusun, secara realita masih banyak kekurangan layanan air dan sanitasi layak. Jika tren ini berlanjut, sebanyak 1,6 miliar populasi tidak punya akses air minum dan 2,8 miliar orang tidak punya akses layanan kebersihan yang aman.
Saat ini pun hampir setengah dari populasi global kekurangan layanan sanitasi yang dikelola dengan aman di rumah mereka. Maka dari itu, Robert menekankan empat tantangan permasalahan air yang harus dihadapi: kelangkaan air, kualitas air buruk, ketidakadaan atau rusaknya infrastruktur, dan fragmentasi struktur pemerintahan dan kelembagaan yang berturut.
Tri Dewi Virgiyanti, Direktur Perumahan dan Permukiman dari BAPPENAS RI, mengatakan target nasional di 2030 adalah tercapainya 100 persen peningkatan akses, 30 persen keamanan akses, dan 50 persen akses pipa air ke masyarakat. Target ini berhasil kalau kinerja pengelolaan air minum fokus pada peningkatan sumber, aksesibilitas, ketersediaan dan kualitas air.
Namun jika membandingkan persentase akses ketersediaan air minum lewat perpipaan dengan negara-negara lain, Indonesia tergolong rendah. Karena ini, Indonesia perlu meningkatkan akses air minum perpipaan baik di tingkat ASEAN maupun global.