Survei KI Jabar: Masih Banyak Pejabat yang Belum Paham UU Keterbukaan Informasi
Mutu layanan publik pada instansi pemerintahan masih terkendala rangkap jabatan. Seharusnya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) bersifat struktural.
Penulis Emi La Palau8 April 2021
BandungBergerak.id - Survei Komisi Informasi Jawa Barat (KI Jabar) menunjukkan masih banyak pejabat eksekutif yang belum paham Undang-undang (UU) Keterbukaan Informasi. Penilaian ini berdasarkan survei Indeks Keterbukaan Indormasi Publik (IKIP) 2021 yang dilakukan Komisi Informasi Publik Jawa Barat (KIP Jabar).
Ketua KI Jabar Ijang Faisal menejelaskan, survei keterbukaan informasi pada pelayanan publik ini mendapat 65.40 poin. Hal ini perlu menjadi evaluasi dan pekerjaan rumah bagi pemerintah di lingkup Provinsi Jabar.
Masalah tersebut terjadi karena banyak faktor. Salah satunya, pelayanan publik pada instansi pemerintahan masih dikejakan secara rangkap, seperti oleh Sekretaris Dinas yang merangkap Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Seharusnya PPID menjadi bagian tersendiri.
Petugas pelayanan publik di dinas-dinas pun sering berganti-ganti. Mereka sering mengalami mutasi. Sehingga banyak PPID yang masa jabatannya hanya sebentar dan ini menjadikan tugas mereka tidak maksimal.
“Sangat banyak, karena ya perubahan-perubahan struktural itu, karena ganti lagi pejabat, lupa lagi, itu kendala,” kata Ijang, kepada BandungBergerak melalui sambungan telepon, Kamis (8/4/2021).
Karena itu, pihaknya meminta agar PPID menjadi pejabat struktural, misalnya setara dengan Kepala Bagian atau Kepala Sub-bagian. “Agar tupoksinya jelas. Ini ‘PR’ yang harus diperbaiki,” tegasnya.
Keberadaan PPID penting karena terkait dengan isu keterbukan informasi yang harus menjadi prioritas layanan. Sehingga keterbukaan informasi publik semakin terasa manfaatnya.
Kabar baiknya, lanjut Ijang, survei menyatakan antusiasme publik pada permintaan informasi ke badan publik meningkat. Hasilnya, sebanyak 81.00 poin antusisme publik untuk meminta informasi kepada badan publik relatif membaik dan tidak terjadi penurunan.
“Berdasarkan hasil survei awal menurut kita itu sudah membaik tidak menurun, bahwa publik sudah bisa menyampaikan permohonan informasi kepada pelayan publik dengan mudah. Antusiasme publik untuk meminta informasi itu meningkat,” ungkap Ijang.
Menurut Ijang, survei dilakukan untuk mengentahui indeks keterbukaan informasi tahap pertama di Jabar. Nantinya survei selanjutnya akan dilakukan pada bulan beriktnya.
Survei terjadi dalam dalam kurun 22 Maret hingga 6 April 2021. Survei dilakukan kepada 15 informan ahli yang mewakili pengguna informasi NGO, LSM, jurnalis, pelaku usaha dan juga pemerintah. KI Jabar membagikan kuisenor yang berisi 85 pertanyaan. Teknik survei menggabungkan kalibrasi dan triangulasi dengan metode kualitatif dan kuantitatif.
Namun survei mengungkap masyarakat atau publik kebanyakan masih meminta informasi kepada eksekutif atau pemerintah. Padahal badan publik adalah semua lembaga yang menggunakan dana dari APBN dan ABPD. Contoh badan publik adalah pemerintah, DPR maupun DPRD, kepolisian, partai politik dan lain-lain.
“Jadi jarang yang meminta informasi ke polisi, ke DPRD. Kalau dilihat presentase banyak yang meminta informasi itu kepada eksekutif dalam hal ini pemerintah daerah provinsi kabupaten/kota,” sebut Ijang Faisal.
Cara KI Jabar mengukur keterbukaan informasi dilakukan dengan metode Monitoring dan Evaluasi (Monit) dan Indeks Keterbukaan Informasi. Monit dilakukan untuk melihat sejauh mana informasi yang diberikan atau disediakan oleh badan publik kepada publik. Untuk indeks keterbukaan inforamsi, KIP Jabar memantau secara keseluruhan dengan dasar UU Keterbukaan Informasi.
Sejak didirikan pada 2010 lalu, KI Jabar hingga saat ini menangani 2,000 kasus sengketa informasi. Kebanyakan informasi yang diminta oleh publik berkaitan dengan transparansi anggaran dari pemerintah, persoalan warkah tanah, dan juga soal perjanjian badan publik.
Pemprov Jabar Mau Komitmen
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jabar Setiaji menyatakan, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar berkomitmen mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
"Salah satu bentuk komitmen tersebut yakni peluncuran Ekosistem Data Jabar atau EDJ. Semua data yang bersifat publik dapat diakses masyarakat umum melalui portal Open Data Jabar," kata Setiaji, dikutip dari siaran persnya.
Dalam EDJ, terdapat tiga portal bernama Open Data Jabar, Satu Data Jabar, dan Satu Peta Jabar. Jenis data yang disajikan yakni dataset, visualisasi, dan indikator kinerja. Open Data Jabar dapat diakses oleh masyarakat dan data yang disajikan bersifat publik. Satu Data Jabar menjadi portal berbagi pakai data antar perangkat daerah di Pemda Provinsi Jabar. Ada data yang dikecualikan, data publik, dan data internal, di dalam Satu Data Jabar.
Sedangkan Satu Peta Jabar menjadi portal berbagi pakai data yang berisi data-data geospasial atau berupa peta. Pengkategorian data publik, data internal, dan data dikecualikan, disusun berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP.
"Manfaatnya untuk masyarakat adalah dapat memperoleh data dan informasi dengan mudah, cepat, dan data yang didapatkan data terbaru," tutur Setiaji.
Ketua Komisi I DPRD Jabar Bedi Budiman mengatakan, capaian keterbukaan informasi publik di Jabar perlu diapresiasi dan dijadikan momen oleh Pemda Provinsi Jabar untuk memperbaiki penerapan KIP kedepannya. “Itu harus menjadi bahan evaluasi menyeluruh untuk pemerintah dan DPRD,” kata Bedi.