• Berita
  • Buruh Jabar Tuntut THR Lebaran 2021 Tidak Dicicil

Buruh Jabar Tuntut THR Lebaran 2021 Tidak Dicicil

THR 2021 wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum lebaran atau hari raya. Buruh menuntut Gubernur Jabar mengeluarkan aturan agar THR tidak dicicil.

Buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Barat (Jabar) demonstrasi di depan kantor Gubernur Jabar, Gedung Sate, Bandung, Senin (12/4/2021). Mereka menolak pembayaran THR Lebaran 2021 dicicil. (Foto: Virliya Putricantika)

Penulis Emi La Palau12 April 2021


BandungBergerak.id - Kelompok buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Barat (Jabar) menggelar aksi di depan kantor Gubernur Jabar, Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Bandung, pada Senin (12/4/2021). Mereka menuntut Pemerintah Provinsi Jabar mengeluarkan surat edaran kepada para pengusaha untuk tidak mencicil Tunjangan Hari Raya (THR) 2021.

Pantauan Bandungbergerak.id di lokasi, buruh mulai berdatangan dan menyampaikan aspirasi sejak pukul 10.40 WIB. Massa aksi berbaris rapih dan memberi jarak tiap orangnya. Mereka berasal dari perwakilan FSPMI daerah Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, Cianjur, dan Purwakarta.

Aksi ini juga digelar serentak di 20 provinsi dan 150 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, juga disiarkan secara virtual melalui media sosial Facebook, Intagram dan kanal Youtube. Selain itu, aksi dilakukan di depan perusahaan-perusahaan anggota serikat, tercatat ada 1.300 perushaan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Beberapa tuntutan yang digaungkan buruh, antara lain, agar pemerintah Jabar memastikan perusahaan tidak membayar THR 2021 dengan cara dicicil. Sebelumnya, Kementerian Ketenagakerjaan RI menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

Sekretaris DPW FSPMI Jabar, Dede Rahmat menilai, SE tersebut memberi celah kepada perusahaan memakai alasan dampak Covid-19 sehingga bisa mencicil THR. SE Menaker, kata Dede, justru memberikan peluang terhadap pengusaha untuk tidak memberi THR.

“Karena tertera (dalam SE) perusahaan yang kena dampak Covid-19 bisa berembuk kembali. Saya yakin semua perusahaan pasti akan berasalan kena dampak,” ungkap Dede, ditemui usai audiensi. Jika pembayaran THR dicicil, justru telah terjadi pelanggaran. Karena itu pihaknya menuntut pembayaran THR penuh sesuai diatur Undang-undang.

Pihaknya berharap agar perusahaan tidak lagi mencicil pemberian THR, berkaca pada tahun sebelumnya di mana banyak perusahaan yang molor memberikan THR. Bahkan ia menyebut ada perusahaan yang belum membayarkan THR tahun 2020, sementara saat ini sudah menjelang Lebaran 2021.

Menurutnya, pembayaran THR yang tepat waktu dapat membantu buruh untuk bisa mengirim kepada sanak saudara di kampung. Terlebih para buruh menghadapi pelarangan mudik dari pemerintah.

“Jangan sampai tahun ini perusahaan mencicil lagi, minimal sudah tidak pulang minimal bisa dapet untuk kirim ke kampung,” ungkapnya.

Tuntut Kenaikan UMSK dan Kawal Gugatan Omnibus Law

Aksi kali ini juga diarahkan untuk mengawal sidang di Mahkamah Konstitusi terkait perkara UU Omnibus Law Cipta Kerja. Pihak buruh berharap pemerintah mencabut UU yang dinilai kontroversial dan memberatkan para buruh.

“Pastinya kita akan tetap mengawal aksi-aksi. Kita akan melakukan aksi-aksi setiap ada proses sidang di MK, apabila proses sidang di MK dilakukan setiap seminggu sekali maka kita akan melakukan aksi setiap seminggu sekali, apabila dua minggu sekali maka kita akan melakukan aksi dua minggu sekali, itu yang akan kita lakukan,” kata Sekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) FSPMI, Sabilar Rosyad.

Tuntutan lain, buruh medesak Gubernur Jawa Barat mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kepala dinas se-Jabar yang ditembuskan kepada Dewan Pengurus Pengupahan kabupaten/kota dan provinsi untuk segera memutuskan Upah Minimum Sektoral Kabupaten dan Kota (UMSK) 2021.

Sekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) FSPMI, Sabilar Rosyad mengungkapkan saat ini sudah memasuki bulan keempat, yang mana hingga kini UMSK belum diproses sama sekali. Artinya, kata dia, buruh Jabar belum mengalami kenaikan upah.

“Di depan kita akan ada THR, apabila UMSK ini belum ditetapkan maka THR-nya upah tahun 2020, bahkan upahnya sekarang 2021 ini masih menerima upah 2020,” terang Sabilar Rosyad, seraya menambahkan bahwa Gubernur Jabar harus mengeluarkan surat edaran kepada pengusaha agar THR 2021 tidak dicicil.

Dalam SE Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian THR Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang ditandatangani Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, 12 April 2021, pada poin 3 disebutkan:

THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan. Bagi perusahaan yang masih terdampak pandemi Covid-19 dan berakibat tidak mampu memberikan THR Keagamaan Tahun 2021 sesuai waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, Gubernur dan Bupati/Walikota diminta untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

Memberikan soliusi dengan mewajibkan pengusaha melakukan dialog dengan pekerja/buruh untuk mencapai kesepakatan, yang dilaksanakan secara keekluargaan dan dengan itikad baik. Kesepakatan tersebut dibuat secara tertulis yang memuat waktu pembayaran THR Keagamaan degan syarat paling lambat dibayar sampai sebelum hari raya keagamaan tahun 2021 pekerja/buruh yang bersangkutan.

Poin tersebutlah yang menjadi kekhawatiran para buruh menjelang pembayaran THR Lebaran 2021 ini.

Sementara itu, perwakilan buruh melakukan audiensi dengan perwakilan Pemprov Jabar yang menjadi jembatan antara pihak buruh dan pengusaha, serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Jawa Barat. Menurut Dedi Rahmat, staf Dinasker Jabar, aspirasi para buruh selanjutnya akan dikaji terlebih dulu di internal Disnaker dan kemudian akan disampaikan ke Gubernur Jabar.

Provinsi Para Pekerja

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk Jawa Barat pada September 2020 sebanyak 48,27 juta jiwa. Dalam jangka waktu sepuluh tahun sejak tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Barat mengalami penambahan sekitar 5,2 juta jiwa atau rata-rata sebanyak 0,44 juta setiap tahun.

Laju pertumbuhan di provinsi ini 1,11 persen per tahun. Data BPS tersebut mengukuhkan Jabar sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar secara nasional. Dilihat dari angka ketenagakerjaan, provinsi ini mayoritas dihuni para pekerja atau buruh.

Penduduk usia kerja di Jabar mengalami kenaikan dari 36,92 juta orang pada Agustus 2019 menjadi 37,51 juta orang pada Agustus 2020. Jumlah ini meningkat seiring terus bertambahnya jumlah penduduk Jabar tiap tahunnya.

Sebagian besar penduduk Jawa Barat tergolong usia kerja yaitu 24,21 juta orang (64,53 persen). Dari jumlah itu, sebanyak 21,68 juta orang penduduk bekerja dan 2,53 juta orang pengangguran.

Jumlah penduduk yang bekerja berkurang 0,38 juta orang dari Agustus 2019. Penurunan ini terutama terjadi di sektor industri pengolahan sebanyak 0,63 juta orang, konstruksi sebanyak 0,14 juta orang, dan lain-lain.

Pada 2020, lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan hanya di sektor pertanian sebanyak 0,72 juta orang, transportasi dan pergudangan sebanyak 0,02 juta orang.

 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//