Bayang-bayang Aparat di Balik Praktik Perdagangan Satwa Dilindungi
Praktik perdagangan satwa dilindungi masih marak di Indonesia. Termasuk di Bandung. Ada bayang-bayang aparat di baliknya.
Penulis Tim Redaksi6 Oktober 2022
BandungBergerak.id - Letak pasar ini di ujung Jalan Peta, sebelum lampu merah simpang lima menuju jalan Jalan Jamika. Letaknya di sebelah kiri, setelah Mall Festival Citylink. Sangkar-sangkar yang berjejeran berisi burung beraneka jenis dan warna menjadi penanda ketika tiba di Pasar Sukahaji, Kota Bandung. Sebelum masuk ke pasar, kios-kios pedagang burung sudah ramai berjejeran di sisi jalan.
Di pasar ini, beragam jenis burung dapat ditemui. Tidak terbatas pada jenis kicau saja. Selain dihuni oleh berbagai jenis burung, unggas, reptil, hingga mamalia, berbagai kebutuhan untuk pemeliharaan hewan pun turut serta diperdagangkan di pasar ini.
Saat BandungBergerak.id melakukan pantauan di bulan Juni 2022 lalu, jenis-jenis burung paruh bengkok yang dilindungi terlihat dipajang dan diperdagangkan. Misalnya, jenis kakatua jambul kuning dan nuri kepala hitam. Di salah satu kios reptil, ada tiga ekor kakatua jambul kuning di tiga kandang terpisah. Pun demikian, jenis nuri kepala hitam ada di sebuah kios yang banyak menjual burung paruh bengkok.
Kedua burung ini merupakan burung yang dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Permen LHK Nomor P.106 Tahun 2018. Burung-burung paruh bengkok endemik Indonesia mayoritas masuk ke dalam list Appendix II CITES, beberapa jenisnya bahkan masuk kategori Appendix I musabab spesiesnya yang paling rentan punah.
Burung-burung paruh bengkok dilindungi ini dibawa dari habitat asalnya, wilayah Indonesia Timur, lewat perjalanan darat, laut, bahkan udara. Selain tangan-tangan pemburu yang lihai menjerat burung di hutan dan para pengepul yang mengumpulkan burung-burung dari pemburu, diduga ada bayang-bayang aparat pada praktik perdagangan burung paruh bengkok.
Salah seorang pedagang di Pasar Sukahaji, sebut saja namanya Rahman, mengaku mendapatkan pasokan burung dari tawaran aparat. Pada waktu-waktu tertentu aparat datang ke kios Rahman, kemudian menawarkan burung koleksinya. Jika sepakat, Rahman kemudian membeli koleksi dari aparat itu. Dari sini pula, Rahman bekerja sama lebih lanjut dengan aparat, untuk memasok burung, jika ada burung-burung paruh bengkok ‘koleksi’ milik aparat yang akan dijual.
Bayang-bayang aparat yang ditemui di Bandung, ditemukan juga di daerah-daerah lain di Indonesia.
Dari Hutan ke Aparat
Untuk menjerat burung kasturi kepala hitam, Beni Abidandifu, menyusuri Kawasan Konservasi Cagar Alam Pulau Salawati Utara, Kabupaten Sorong, Papua Barat. Bersamanya, ia membawa beberapa perlengkapan seperti ketapel, tali senar, hingga botol minuman yang dimasukkan ke dalam tas dari karung bekas.
Ia juga membawa parang dan seekor burung kasturi kepala hitam. Tali senar digunakan sebagai jerat yang dirajut sedemikian rupa pada ranting kayu. Jerat ini dipasang di atas pohon dengan ketinggian tertentu. Seekor kasturi yang ia bawa ditenggerkan dekat jerat, umpan bagi jenis burung yang sama.
Jika Beni menggunakan jerat tali, Totok seorang pemburu dari Kampung Klasari, Distrik Moisigin, Kabupaten Sorong, Papua Barat menggunakan jaring untuk memburu burung endemik. Dengan durasi tiga sampai lima hari di dalam hutan, bukan hanya jenis kasturi yang bisa ia bawa pulang. Jenis kakatua jambul kuning bahkan kakatua raja bisa ia bawa pulang saat nasibnya sedang beruntung.
Di kampung Klasari ini, ada sosok pengepul yang sering menampung hasil pemburu, Bang Widhi. Widhi diduga adalah oknum TNI Angkatan Laut yang bermarkas di Sorong, nama lengkapnya Wahyu Widhi Anggoro. Data yang diperoleh, ia bertugas di Batalyon Polisi Militer Angkatan Laut (POMAL), berpangkat Prajurit Satu dengan jabatan Wadanmes.
Ia disebut-sebut dalam sebulan sering bertugas ke Pulau Fani, Kabupaten Raja Ampat. Ia diduga bisa sampai tiga kali datang ke Kampung Klasari untuk mengambil burung. Jumlahnya banyak, rata-rata tidak kurang dari 30 ekor yang dibungkus dalam karung. Jika berhalangan mengambil, kabarnya ada rekannya yang ditugaskan mengambil.
Saat dikonfirmasi oleh tim kolaborasi, ia membantah dirinya terlibat dalam perdagangan burung paruh bengkok di Sorong dan menjadi penampung. “Saya sih karena hobi aja, seneng aja pelihara. Kalau kirim-kirim saya ngga pernah,” jawab Widhi kepada jurnalis Jaring.ID, Selasa (23/8/2022).
Cerita lain datang dari Maluku Utara. Tim kolaborasi menemui salah seorang pengepul di Kabupaten Pulau Morotai, sebut saja namanya Abdul, yang menyimpan enam ekor Kasturi Ternate, tiga ekor Nuri Bayan Maluku, dan satu ekor Nuri Kalungu Ungu. Sudah menjadi rahasia umum bagi warga Morotai, Abdul memperjualbelikan satwa dilindungi.
Abdul berkata, sembilan ekor satwa dilindungi di dapur rumahnya tersebut milik Lanal. Yang dimaksud Lanal adalah Saiful, bintara berpangkat Sersan Satu yang menetap di markas Pangkalan Utama TNI AL XIV Lanal Morotai. Kepada tim kolaborasi, Abdul juga mengaku, Saiful tidak sendiri dalam perdagangan satwa dilindungi. Seorang anggota TNI AL XIV Lanal Morotai dan beberapa dari TNI Angkatan Udara di Morotai diduga terlibat.
Saat dikonfirmasi ulang melalui sambungan telepon, Saiful mengaku tidak memperjualbelikan satwa dilindungi. “Nggak. Nggak saya jual belikan. Saya pelihara sendiri,” jawabnya pertengahan September 2022 lalu.
Saeful memang mengaku dan sadar memelihara nuri dan kakatua jambul kuning yang sebenarnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan. Namun ia berdalih, dalam jumlah banyak yang tidak boleh.
“Kalau dalam jumlah banyak memang enggak boleh. Kalau cuma satu atau dua, itu kan intinya tidak apa-apa toh,” katanya.
Penyelundupan lewat Laut dan Udara
Dugaan keterlibatan aparat dalam perdagangan burung paruh bengkok juga tercium oleh tim gabungan dari dari POM Armada II, Den Intel Armada II, dan POM Lantamal V yang menyita ratusan hewan dari geladak KRI Teluk Lada 521, Rabu (31/8/2022).
Dari atas kapal perang berjenis cargo ini, disita ragam jenis satwa dari Papua, di antaranya burung kakatua raja sebanyak tiga ekor, cendrawasih 18 ekor, nuri kepala hitam 44 ekor, kakatua jambul kuning 27 ekor, mambruk dua ekor, rangkok dua ekor, nuri bayan 16 ekor, jalak irian 14 ekor, kangguru lapang lima ekor, burung jagal papua tiga ekor, kuskus seekor, burung cucak mas seekor, serta elang iriang empat ekor.
Padahal, selain melangar aturan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, penyitaan ini juga melanggar aturan internal. Penyelundupan satwa dilindungi ini melanggar Telegram KASAl Nomor 084/SOP/1104 TWU 1108.1348 dan Telegram Pangkoarmada RI Nomor 2.130/ARMA/RI/092 TWU 0915.09.02. Aturan ini menyatakan larangan membawa satwa dilindungi dengan alasan apapun, ada ancaman pidana jika benar terbukti.
Hewan sitaan ini kemudian diserakan kepada Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur. Namun, ada kejanggalan pada penyerahannya. Sebab, jumlah yang disita oleh POMAL dari KRI Teluk Lada 521 tidak setara jumlahnya dengan yang diserahkan kepada BKSDA Jatim.
Tidak hanya melalui jalur laut menggunakan armada kapal perang, aparat bahkan ada yang menggunakan pesawat komersil, seperti Maskapai Trigana. Maskapai ini menyelundupkan satwa dilindungi pada 29 Maret 2021. Dalam perjalananya, kasus ini melibatkran Albetrus Syahailatuna, pilot sebagai pelaku utama. Adapun dugaan keterlibatan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Mabes Angkatan Darat, Kapten Wahyu Hizbullah.
Dari dokumen yang diperoleh tim kolaborasi, yaitu dokumen putusan pengadilan Nomor: 29/Pid.B/LH/2022/PN Jkt.Tim diraihlah cerita bagaimana Albertus dapat menyelundupkan 180 burung yang statusnya dilindungi oleh negara. Peristiwa ini berawal pada Kamis, (25/02/2021), yaitu ketika Albertus sedang berada di Bandara Sentani Jayapura. Ia diminta oleh Kapten Wahyu untuk mengangkut burung menuju Jakarta. Jalinan kerjasama mereka berdua kemudian membawanya secara rutin berkomunikasi untuk mengangkut satwa endemik asal Papua.
Hari yang dinanti oleh mereka berdua kemudian baru tiba sebulan kemudian, yaitu pada Senin, (29/03/2021). Sang Pilot, Albertus menjalankan janjinya sesuai arahan Kapten Wahyu untuk menerbangkan 180 satwa endemik asal Papua menuju Jakarta. Ia terbang menuju Jakarta dengan menggunakan pesawat Trigana Air tipe Boeing 717 Seri 300 PK-YSN.
Namun tak disangka, Polisi Militer Angkatan Udara (POMAU) selangkah lebih di depan. Menurut sumber yang diperoleh tim kolaborasi, sebelum pesawat yang dikendalikan oleh Albertus mendarat di Bandara Halim Perdana Kusumah Jakarta, satuan POM AU telah mendapat kabar adanya penyelundupan satwa menggunakan maskapai komersial.
Hasilnya, saat hendak menurunkan burung yang berada dalam kandang, satuan POM AU melakukan penindakan atas pesawat itu. Darinya, polisi berhasil menemukan 15 koli satwa dalam bagasi pesawat. Adapun burung yang diangkut di antaranya, 16 burung cendrawasih besar (paradisaea apoda), burung cendrawasih kawat (seleucidis melanoleucus), kakatua raja, kakatua jambul kuning (cacatua galerita), nuri kabare (psittrichas fulgidus), nuri kepala hitam (lorius lory), perkici paruh jingga (neopsittacus pullicauda), nuri cokelat (chalcopsitta duivenbodei), dan bayan (eclectus roratus). Total semua burung berjumlah 180 ekor.
Menanggapi kejadian tersebut, Kepala Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kehutanan wilayah DKI Jakarta, Fachrudin Desi yang menangani perkara penyelundupan itu, mengatakan, seluruh burung yang diangkut dari Papua itu akan dijual dan diedarkan di wilayah Jakarta, Surabaya, dan tidak menutup kemungkinan ke Bandung. “Kami masih mendalaminya,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, kepada jurnalis Jaring.id, Senin, (22/8/2022).
Dari banyaknya bukti yang didapatkan dari hasil penyelidikkan Gakkum DKI Jakarta pada kasus tersebut, mereka akui masih ingin mengembangkan peristiwa penyelundupan tersebut. Sebab peristiwa tersebut diyakini memiliki jaringan perdagangan dalam skala besar. Fachrudin menduga Albertus dan Kapten Wahyu tidak melakukan penyelundupan dalam satu kali saja. “Kami akan mendalaminya. Saya yakin ini jaringan perdagangan,” ujarnya.
Bersangkar di Pasar
Ungkapan Fachrudin Desi atas peristiwa penyelundupan ratusan satwa liar melalui pesawat Trigana yang akan diedarkan ke wilayah Jakarta, Surabaya, dan tidak menutup kemungkinan ke Bandung menjadi dugaan maraknya perdagangan satwa liar dilindungi yang terjadi di setiap daerah, baik itu di pasar hewan atau perdagangan secara daring disebabkan karena peredaran tersebut.
Menyoal hal ini, pada pertengahan Agustus lalu Fachrudin mengungkapkan kepada tim kolaborasi bahwa dugaan tersebut masih dalam proses pendalaman. Namun menurut hasil laporan tim kolaborasi, perdagangan ilegal yang menjerumuskan satwa liar dilindungi berakhir di dalam jeruji sangkar masih terus terjadi hingga hari ini baik di pasar hewan atau pun perdagangan secara daring.
Salah satunya sebagaimana yang terjadi di Pasar Sukahaji, Kota Bandung. Menurut hasil pemantauan tim BandungBergerak, begitu banyak satwa liar dilindungi yang malah berakhir di balik jeruji sangkar, seakan satwa-satwa tersebut telah divonis untuk tidak lagi mengepakkan sayapnya di bawah birunya langit.
Praktik perdagangan satwa liar dilindungi yang terjadi di Pasar Sukahaji sudah menjadi rahasia publik. Burung kakatua hingga kucing hutan pun sudah bukan menjadi barang langka lagi yang beredar di sana. Padahal hewan-hewan tersebut merupakan hewan yang dilindungi oleh negara. Hal ini terjadi diduga disebabkan karena jaringan perdagangan yang luas.
Sebut saja Raihan, misalnya, salah seorang pedagang di Pasar Sukahaji yang juga menjual satwa liar dilindungi. Pada saat BandungBergerak mengunjungi kiosnya, Selasa (4/10/2022), ia langsung sigap dan menanyakan perihal burung yang dicari. Ia mengaku menjual burung apa saja. Apa yang dicari konsumennya ia akan carikan, misalnya elang.
Dalam membangun bisnis perdagangan burungnya, ia sampai memiliki 15 pengepul satwa dari berbagai daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan sejumlah wilayah lainnya. Jaringan besar ini ia bentuk supaya dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan para konsumennya.
Sementara di sisi lain, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat menegaskan pihaknya sudah pernah melakukan sosialisasi di Pasar Sukahaji. Namun, pada saat pasar terlepas penjagaannya dari pandangan BBKSDA, para oknum nakal kembali melancarkan aksinya. Sayangnya, belum diketahui benar siapa dalang di balik bebasnya perdagangan ilegal di Pasar Sukahaji yang menyumbang pada makin cepatnya laju kepunahan satwa liar endemik Indonesia.
*Liputan hasil liputan tim redaksi BandungBergerak.id, Awla Rajul dan Reza Khoerul Iman, ini merupakan kolaborasi beberapa media yang terdiri dari BandungBergerak.id, Jaring.id, Mongabay Indonesia, Tirto.id, dan Mayung.id berkat dukungan Garda Animalia dan Auriga Nusantara melalui Bela Satwa Project.