Buruh Bandung Raya Desak Pencabutan UU Cipta Kerja
Ratusan buruh Bandung Raya berunjuk rasa menuntut pemerintah mencabut UU Ciptaker dan menaikkan UMK sebesar 15 persen.
Penulis Bani Hakiki15 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Ratusan buruh di Bandung Raya memperingati hari jadi Federasi Serikat Buruh Dunia (WTFU) ke-76 tahun yang jatuh pada 3 Oktober 2021 lalu. Peringatan itu dilakukan dengan menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kamis (14/10/2021).
Aksi ini melibatkan sejumlah anggota Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Koordinator aksi, Siti Eni menuturkan bahwa kondisi perburuhan di Indonesia, khususnya di Bandung Raya mengalami keterpurukan dalam dua tahun terakhir. Situasi ini juga diperparah dengan pandemi Covid-19, terutama pada dua gelombang lonjakan terakhir.
Beberapa permasalahan yang dihadapi mulai dari tenggat kontrak yang diperpanjang sepihak, tidak adanya kenaikan upah, pemutusan hubungan kerja sepihak hingga pengurangan hak pesangon dan berbagai kerugian lainnya. Di sisi lain, mereka juga menghadapi kendala berupa penerapan Omnibus Law yang telah disahkan sejak satu tahun lalu. Menanggapi permasalahan itu pihak KASBI beserta sejumlah buruh lainnya menuntut pemerintah agar segera mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Aksi hari ini KASBI menjalankan instruksi nasional untuk seluruh anggota KASBI di Indonesia memperingati hari berdirinya WTFU (World Federation of Trade Unions). Momen hari ini kita menuntut pencabutan Omnibus Law Cilaka,” tutur Eni di lokasi aksi, Kamis (14/10/2021).
KASBI menuntut pemerintah untuk mencabut UU Cipta Kerja berserta seluruh turunan lainnya. Beberapa poin yang disoroti diantaranya penghapusan upah sektoral dan mengembalikan upah sektoral seperti semula dan meminta agar UMK tahun 2022 dinaikkan sebesar 15 persen. Aksi siang itu diisi dengan berbagai rangkaian acara mulai dari orasi, refleksi kondisi buruh selama pagebluk, hingga penampilan teatrikal oleh perwakilan buruh. Aksi teatrikal yang ditampilkan itu berupa pembakaran ornamen serupa boneka gurita yang menggambarkan bagaimana oligarki bekerja dan merugikan sejumlah sektor kehidupan kaum buruh dan masyarakat pada umumnya.
Eni berharap aksi unjuk rasa yang digelar bersama ratusan buruh itu segera mendapat tanggapan dari pemerintah. Menurutnya, sejumlah tuntutan yang mereka usung memiliki dampak yang besar terhadap seluruh elemen masyarakat, terutama para buruh di berbagai sektor.
“Bagi kita bukan cuma UU Cipta Kerja, memang dalam kenyataannya hari ini adalah UU Cilaka itu sendiri sudah dipraktikkan di pabrik-pabrik dengan dalih pandemi Covid-19 untuk PHK sepihak dan dirumahkan. Kita juga menuntut sepultura,” ujarnya.
Sepuluh Tuntutan Rakyat kepada Pemerintah
Selain mendesak pencabutan Omnibus Law, KASBI beserta sejumlah buruh lainnya juga mengusung sederet desakan yang tertuang dalam Sepuluh Tuntutan Rakyat (sepultura). Didalamnya terdapat tuntutan jaminan kepastian kerja dan kebebasan berserikat seperti yang tertera pada Pasal 28 UUD 1945, serta mendesak dihentikannya kriminalisasi dan penangkapan aktivis.
Mereka pun menuntut pemberian perlindungan bagi kaum buruh di sejumlah sektor industri seperti pariwisata, perhotelan, perkebunan, pertambangan, kelautan, konstruksi, transportasi, pengemudi daring atau ojek online (ojol), dan tekstil. Seiring itu, ada pula sederet desakan untuk persamaan hak buruh migran serta meminta agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) disahkan.
Yanto Ahmad, salah satu peserta aksi mengungkapkan bahwa masyarakat tidak lagi bisa mengandalkan keputusan pemerintah di berbagai sektor kehidupan. Yanto adalah buruh pabrik tekstil yang bekerja di salah satu perusahaan ternama di wilayah Bandung Selatan dan masih terus bekerja tanpa ada jaminan upah yang sesuai di tengah pagebluk.
“Semua orang kena dampak (pagebluk), banyak yang melarat karena susah bekerja, ada juga yang dipaksakan bekerja. Tapi selama pandemi ini, entah kenapa pemerintah membuat banyak pergunjingan yang tidak masuk akal dan merugikan kita. Memang nyatanya banyak kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat,” ujar Yanto.
Aksi tersebut juga mendorong penyuluhan Keluarga Berencana (KB) secara menyeluruh bagi masyarakat. Mereka juga mendesak agar penyuluh perikanan diangkat menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan gaji dan hak sesuai ketentuan. Selain itu, pihak KASBI pun meminta pemerintah agar segera menuntaskan kasus korupsi BPJS Ketenagakerjaan dan korupsi bantuan sosial pandemi Covid-19. Para buruh ikut mendesak agar 58 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang diberhentikan karena dinyatakan tidak lolos seleksi tes wawasan kebangsaan (TWK) beberapa waktu, lalu dipekerjakan kembali.
Sejumlah tutuntan tersebut merupakan poin-poin turunan dari UU Cipta Kerja yang dimaksud. Eni menambahkan, rangkaian aksi ini akan terus berlanjut pada waktu-waktu yang belum ditentukan.
“Tujuan kita adalah menggerakkan hati mereka yang belum tergerak. Artinya, persatuan untuk melakukan pergerakan karena Omnibus Law Cilaka itu tidak hanya dirasakan KASBI saja, melainkan seluruh klaster buruh, nelayan, mahasiswa, dan yang lainnya,” ujarnya.
Peringatan berdirinya WTFU tidak hanyak digelar di Kota Bandung. Aksi ini juga digelar di sejumlah kota lain, di antaranya Jakarta, Bekasi, Karawang, Tangerang, Subang, Garut, Indramayu, Brebes, Semarang, Surabaya, Kalimantan Timur, Manado, Riau, Palembang, dan Batam.