• Opini
  • Memangnya Perlu WFA?

Memangnya Perlu WFA?

Penerapan Work from Anywhere (WFA) yang tidak terkontrol memberikan peluang bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) berleha-leha dalam bekerja.

Fauzan

Pegiat Pendidikan dan Literasi

ASN Pemkot Bandung saat upacara 75 tahun Bandung Lautan Api di Balai Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (24/3/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

2 Juli 2023


BandungBergerak.idWork from Anywhere (WFA) mulai diterapkan di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Kebijakan yang dipicu mekanisme kerja dinamis selama pandemi Covid-19 itu digadang-gadang akan memangkas sejumlah anggaran rutin bagi ASN seperti makanan minuman, tagihan listrik, hingga air.

Bagi kalangan ASN tertentu, konsep kerja seperti ini mungkin merupakan hal yang baru. Akan tetapi, bagi sebagian lainnya sudah biasa dilakukan. Terlebih bagi mereka yang terbiasa melakukan tugas-tugas lapangan seperti pegawai Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum, Bagian Humas, atau tugas-tugas lainnya.

Apalagi bagi mereka yang bekerja di sektor swasta. WFA bukan barang baru. Bahkan di beberapa tempat kerja, mekanisme kerja dinamis sudah sangat lumrah dilakukan. Dari lima hari kerja, mereka hanya menghabiskan sehari dua hari saja untuk bekerja di kantor. Sisanya, malah dihabiskan untuk kerja-kerja lapangan atau dimanapun berada.

Semangat penerapan WFA lebih ditekankan kepada efisiensi waktu dan tenaga untuk bekerja, work life balance yang disebut-sebut meningkatkan Kesehatan fisik maupun mental, keleluasaan bagi karyawan untuk meningkatkan kompetensi, dan lain sebagainya. Apalagi dengan dukungan teknologi informasi yang memudahkan dalam berkoordinasi.

Perlukan WFA?

Pertanyaannya kemudian, apakah memang perlu WFA diterapkan di kalangan ASN? Jawabannya ya perlu tidak perlu. ASN merupakan pelayan publik yang bekerja untuk kepentingan masyarakat luas. Ada banyak kerja kerja ASN yang mengharuskan mereka hadir langsung secara fisik baik untuk melayani masyarakat maupun sesama aparatur.

Mari ambil contoh. Seorang ASN yang bertugas melayani pembuatan KTP. Meskipun sekarang sudah berbasis elektronik (KTP-nya), tapi tetap saja perekaman wajah maupun pengiriman kartunya tidak bisa secara digital. Masyarakat sebagai pengakses pelayanan tetap harus datang ke kantor pada tahap-tahap tertentu.

Atau misalkan pelayanan kenaikan pangkat bagi ASN. Di Kota Bandung, semua proses pengajuan memang dilakukan secara daring melalui aplikasi Simpeg ADM. Sebenarnya, ASN yang bersangkutan akan mendapat salinannya apabila sudah terbit. Akan tetapi, berkas digital yang diterima hanya berupa Salinan. Berkas fisiknya masih tetap harus diambil ke pengelola kepegawaian di masing-masing perangkat daerah.

Kedua contoh di atas memberikan sinyal kepada kita bahwa memang tidak semua ASN dapat bekerja dengan cara yang dalam bahasa Pemprov Jabar sebagai dynamic working arrangement (DWA). Untuk tahapan-tahapan pelayanan tertentu mungkin ASN bisa bekerja dimanapun, tak terbatas tempat. Akan tetapi ada tahapan yang tetap mengharuskan mereka hadir secara fisik di kantornya.

Kendati istilah BDR (belajar dari rumah) bukan sesuatu yang asing, akan tetapi efektivitasnya masih dipertanyakan. Kehadiran guru-guru (termasuk mereka yang berstatus ASN) secara fisik lebih diperlukan oleh murid-muridnya.

Telemedicine juga sudah tidak asing sering diaplikasikan dalam pelayanan kesehatan. Pasien-pasien tertentu dapat memanfaatkannya untuk berkonsultasi dengan dokter. Akan tetapi tetap saja, jauh lebih banyak pelayanan yang mengharuskan dokter dengan pasien bertemu secara fisik.

Poin saya, WFA memang perlu diberlakukan bagi sebagian ASN yang memang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik (masyarakat umum atau aparatur). Penerapannya di sebuah pemerintah daerah mesti berdasarkan kajian yang komprehensif. Bukan mau dulu duluan. Ini bukan lomba balap tunggang kuda yang siapa cepat dia yang akan menang.

Jangan sampai penerapan WFA yang tidak terkontrol malah memberikan peluang bagi ASN untuk berleha-leha dalam bekerja. Atau bahkan sebaliknya, WFA malah membuka peluang untuk mencari tambahan side job yang malah menghilangkan fokus mereka kepada tupoksi yang semestinya dilakukan.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//