• Berita
  • AJI Bandung Kutuk Kekerasan pada Jurnalis dalam Kaos Dago Elos

AJI Bandung Kutuk Kekerasan pada Jurnalis dalam Kaos Dago Elos

AJI Bandung menilai tidak ada alasan bagi aparat kepolisian untuk melakukan kekerasan pada jurnalis.

Situasi mencekam di Dago Elos, Bandung, Senin (14/8/2023) malam. Warga memblokir jalan. (Foto: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Penulis Ahmad Fikri15 Agustus 2023


BandungBergerak.id – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung mengutuk kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam penanganan protes warga Dago Elos, Bandung. Jurnalis BandungBergerak.id Awla Rajul dan Radar Bandung Agung Eko Sutrisno menjadi korban tindak kekerasan dalam peristiwa kericuhan di Dago Elos, Bandung, Senin (14/08/ 2023).

Awla Rajul mengalami pemukulan di bagian perut, paha dan lengan. Rambutnya dijambak dan kepalanya dipentung hingga benjol.

Sementara Agung Eko Sutrisno mengalami pemukulan di bagian pundak. Namun ia sempat menyelamatkan diri dan masuk ke dalam rumah warga.

“Bagi AJI Bandung, kekerasan yang dilakukan kepolisian terhadap Rajul dan Eko adalah kejahatan serius,” dikutip dari siaran pers AJI Bandung yang dilansir oleh Ketua AJI Bandung Tri Joko Her Riadi, serta Koordinator Divisi Advokasi AJI Bandung Fauzan Sazli, Selasa (15/8/2023).

AJI Bandung menilai tindakan kekerasan yang dilakukan melanggar Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 pasal 4 ayat 3, serta Pasal 170 KUHP

Ketentuan Pasal 4 ayat 3 Undang-undang Pers menyebutkan menghalang-halangi kerja jurnalistik dapat dihukum penjara maksimal 2 tahun, atau denda paling banyak Rp 500 juta. Sementara pasal 170 KUHP mengatur mengenai hukuman bagi pelaku aksi kekerasan secara semena-mena terhadap orang atau barang dapat dihukum pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

Kronologis Aksi Kekerasan

Dalam siaran pers tersebut AJI Bandung melansir kesaksian Awla Rajul dan Agung Eko Sutrisno.

Aksi kekerasan yang di alami Rajul terjadi saat ia berada di sekitar perumahan warga Dago Elos. Sejumlah polisi mendatangi dan menanyainya. Rajul sempat menjelaskan dirinya adalah jurnalis dan menunjukkan kartu pers miliknya.

Namun aparat tidak mengindahkannya dan tetap memukuli Rajul berkali-kali. Ia dipukul di bagian perut, paha, dan lengan. Rambutnya dijambak dan kepalanya dipentung hingga benjol.

Rajul pun sempat dibawa aparat ke lokasi lain. Dan saat dibawa tersebut, polisi yang melihatnya memukul dan menjambak rambutnya. Rajul mengaku sempat di ancam untuk dibunuh atau dimatikan.

Hingga berita ini ditulis, Rajul mengaku masih mengalami sakit di beberapa bagian tubuhnya yang dipukul. Di bagian paha dan lengan masih ada bengkak. Sementara benjolan di kening juga masih tampak.

“Cuma badan bagian belakang belum dilihat. Saya masih minum obat pereda nyeri,” kata Rajul, saat dikonfirmasi.

Sementara, Agung Eko Sutrisno mengaku sempat dipukul di bagian pundaknya. Ia sempat menyelamatkan diri dan masuk ke dalam rumah warga.

AJI Bandung mengecam aksi kekerasan tersebut. Rajul dan Eko yang telah memperkenalkan diri dan menunjukkan identitasnya sebagai jurnalis merupakan bentuk etika jurnalis saat melakukan kerja jurnalistik.

AJI Bandung menilai tidak ada alasan bagi aparat kepolisian untuk melakukan kekerasan pada jurnalis. Pembiaran pada kejadian tersebut akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia.  

“Untuk itu, AJI Bandung mengutuk cara-cara kekerasan yang dilakukan kepolisian terhadap jurnalis yang meliput Dago Elos. Selain itu AJI Bandung juga mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis ini,” demikian keterangan AJI Bandung.

Data Kekerasan terhadap Jurnalis

Kekerasan terhadap jurnalis yang meliput peristiwa protes Dago Elos menambah daftar kasus pelanggaran kebebasan pers. Fauzan mengatakan, hingga tahun ini total kasus data kekerasan terhadap jurnalis yang didata AJI sudah mencapai 1.019 kasus. AJI mengumpulkan data kekerasan tersebut sejak 2006.

"Dalam lima tahun terakhir kasus kekerasan terhadap jurnalis selalu naik turun. Ini catatan serius bagi kemerdekaan pers," katanya.

Dalam lima tahun terakhir, pada 2018 terjadi 64 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Angka ini turun menjadi 58 kasus pada 2019, tetapi melambung pada 2020 menjadi 84 kasus, kemudian turun pada 2021 menjadi 43 kasus. Pada 2022 terjadi 63 kasus, turun pada 2023 menjadi 61 kasus.

"Dari segi jenis kekerasan, yang paling mendominasi adalah intimidasi dan kekerasan fisik. Namun perkembangan yang lebih merisaukan adalah meningkatnya kualitas jenis serangan digital terhadap media," kata Fauzan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//