• Pemerintah
  • Data Jumlah Gereja dan Umat Kristen di Kabupaten Bandung 2000-2020: Anjlok dan Bolong-bolong

Data Jumlah Gereja dan Umat Kristen di Kabupaten Bandung 2000-2020: Anjlok dan Bolong-bolong

Perbandingan jumlah gereja dan jumlah jemaat Kristen jauh dari ideal. Beberapa tahun nihil data.

Penulis Reza Khoerul Iman9 September 2023


BandungBergerak.id – Umat kristen di Kabupaten Bandung menghadapi permasalahan pelik terkait izin mendirikan gereja. Berulang kali mereka menerima demo dan penolakan. Tidak sedikit jemaat Kristen di Kabupaten Bandung akhirnya harus melakukan ibadah mingguan mereka di daerah lain, terutama Kota Bandung.

Diketahui, jumlah pemeluk agama Kristen merupakan yang terbanyak kedua setelah umat muslim. Pada tahun 2020, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang termuat dalam dokumen Jawa Barat dalam Angka, diketahui jumlahnya sebanyak 180.865 orang. Terjadi penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 217.048 orang.

Jumlah jemaat yang relatif banyak tidak sebanding dengan jumlah gereja yang terdata. Dalam kurun tahun 2018 hingga 2020, terdapat 12 unit gereja Kristen.

Melacak data hingga 20 tahun ke belakang, kita akan menemukan keganjilan. Dalam kurun tahun 2000 hingga 2009, jumlah gereja Kristen relatif banyak. Pada 2000, jumlahnya tercatat sebanyak 92 unit, dan memuncak menjadi 200 unit pada 2008. Setahun kemudian, jumlah gereja turun menjadi 196 unit, dan anjlok secara drastis menjadi 11 unit pada 2010.

Setelah tahun 2010 ini, data jumlah gereja Kristen di Kabupaten Bandung tidak pernah konsisten. Beberapa tahun bolong tanpa ada angka, sebelum meroket lalu bolong lagi.  

Yohanes Irmawandi, pegiat dialog lintas iman Jaringan Kerja antar Umat Beragama (Jakatarub), menyatakan, agama Kristen Protestan memiliki banyak aliran. Biasanya setiap aliran direpresentasikan oleh gereja. Artinya, satu aliran memiliki satu lembaga gereja.

Ya bayangin aja! Jemaat di tahun 2020 jumlah datanya kan 180 ribu, sekarang gereja hanya 12. Apakah cukup menampung itu? Secara logika juga nggak cukup,” ujarnya.

Data yang bolong-bolong juga disorot oleh Yohanes. Pemerintah belum menganggap kerja pencatatan dan pendataan ini serius. Padahal, di zaman sekarang, basis data yang akurat menjadi kunci untuk setiap program dan kebjakan.

Ini artinya kan program atau keseriusan pemerintahnya dipertanyakan dong?” katanya.  

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//