• Berita
  • Memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia dengan Stand Up Comedy

Memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia dengan Stand Up Comedy

AJI Bandung, BandungBergerak, dan masyarakat sipil memperingati hari kebebasan pers 3 Mei 2025. Memilih tidak merayakan hari pers nasional.

Ilustrasi. Teknologi digital tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia modern. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

Penulis Ryan D.Afriliyana 6 Mei 2025


BandungBergerak.idJurnalis pun boleh juga melakukan Stand Up Comedy, meski kadang realitas di lapangan mereka kerap bertemu tragedi. Bob, perwakilan jurnalis dari Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB), pernah suatu hari melihat dampak kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI) pada rekannya selapangan. Hasilnya, berita yang dibikin AI tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik.

“Ada salah satu teman saya nih. Saya enggak akan sebut namanya. Dia dengan pede-nya berkata zaman sekarang mah kita pakai AI cepet, 2 menit juga beres. Transkriplah dia ceritanya pake AI, pas selesai dia ngatain saya, waktu dikirim ke kantor. Tak lama dari itu, tiba-tiba pihak kantor nelpon. Pada akhirnya dia kena marah karena judul dan isi beritanya ngaco,” tutur Bob.

Bob menjadikan kisah rekan jurnalis yang ‘dikerjai’ AI itu sebagai materi Stand Up Comedy, di peringatan hari kebebasan pers sedunia World Press Freedom Day (WPFD) 2025 yang diselenggarakan AJI Bandung bersama BandungBergerak.id, di Perpustakaan Bunga di Tembok, Sabtu sore, 3 Mei 2025. Stand Up Comedy ini mengusung tema “AI dan Kebebasan Pers”.

Terhitung ada hampir 10 peserta dari berbagai macam organisasi yang tampil membawakan 'lawakan' paling lucu mereka. Mulai dari aktivis, jurnalis, pers mahasiswa, masyarakat sipil, maupun para komika yang hendak unjuk materi. Kompetisi ini terbuka untuk umum dengan hadiah total 1 juta rupiah bagi tiga penampil terbaik.

Adapun ketiga peserta yang keluar sebagai juara, yaitu Abiyyu Ghulman (Stand Indo Jatinangor) meraih juara 3, lalu Begi Pratiwi (jurnalis perempuan) meraih juara 2, dan Fauzan Uncu (Bandung Bergerak) dinobatkan sebagai juara 1.

Kompetisi Stand Up Comedy ini merupakan yang pertama digelar terkait rangkaian WPFD 2025. Di tahun-tahun sebelumnya, AJI Bandung memperingati WPFD dengan aksi turun ke jalan.

“Tahun-tahun sebelumnya kita selalu merayakan ini (WPFD) karena bagi kita hari pers itu adalah hari ini. Kita engga merayakan hari pers yang diikuti pemerintah, karena bagi kami memiliki semangat yang berbeda,” ucap Ketua AJI Bandung Iqbal T Lazuardi.

Iqbal mengajak kepada seluruh peserta dan tamu yang hadir untuk senantiasa merayakan hari Kebebasan Pers Sedunia dengan penuh semangat dan bahagia. Semangat tersebut dapat membentuk persatuan dan membangkitkan api perlawanan.

“Sekali lagi terima kasih teman-teman untuk kehadirannya di sini, mari kita rayakan hari Kebebasan Pers Sedunia dengan tertawa dan menertawakan,” kata Iqbal.

Baca Juga: Kebebasan Pers di Indonesia Terus Menurun karena Meningkatnya Represi dan Kekerasan
Mahasiswa Unpad Menggugat UU TNI yang Dinilai Cacat Formil ke Mahkamah Konstitusi

Dampak Kecerdasan Buatan

Dalam lanskap media yang terus bertransformasi, kecerdasan buatan (AI) mulai memainkan peran signifikan dalam praktik jurnalistik. Di Indonesia, adopsi teknologi ini masih tergolong baru, namun potensinya untuk mengubah wajah industri media tidak bisa diabaikan. AI menjanjikan efisiensi dan percepatan kerja redaksional, tetapi sekaligus menghadirkan tantangan etis dan kebutuhan akan regulasi yang matang.

Menurut laporan Asesmen Penggunaan Kecerdasan Buatan (AI) dalam Media di Indonesia: Tantangan, Peluang, dan Pengembangan
Standar Etika (Aliansi Jurnalis Independen/AJI, 2024), seiring berkembangnya penggunaan AI, pemerintah Indonesia mulai mengambil langkah pengaturan, antara lain melalui Surat Edaran Kementerian Komunikasi dan Informatika serta pedoman dari Otoritas Jasa Keuangan. Namun, regulasi khusus untuk penggunaan AI dalam jurnalistik masih terbatas. Kekosongan ini membuka peluang untuk membangun kerangka hukum yang lebih menyeluruh dan adaptif terhadap dinamika teknologi, sekaligus memastikan bahwa inovasi tidak mengorbankan prinsip-prinsip dasar jurnalisme.

Laporan asesmen ini menyajikan potret awal bagaimana AI digunakan di ruang redaksi media Indonesia. Laporan ini tidak hanya memetakan berbagai aplikasi AI yang telah diimplementasikan, tetapi juga menyoroti potensi pergeseran nilai—terutama menyangkut integritas berita dan kepercayaan publik. Di tengah derasnya arus otomatisasi, muncul pertanyaan mendasar: sejauh mana AI dapat menggantikan peran manusia tanpa mereduksi akurasi, kedalaman analisis, dan keberpihakan pada kebenaran?

Asesmen ini dilakukan melalui kerja kolaboratif dengan organisasi media, masyarakat sipil, dan kalangan akademisi. Pendekatan ini dirancang untuk merangkum beragam perspektif, guna menyusun pedoman etik yang tidak hanya kontekstual, tetapi juga dapat diterima secara luas oleh para pelaku industri. Dalam ekosistem media yang makin kompleks, keterlibatan multipihak menjadi kunci untuk merumuskan panduan yang inklusif dan berpijak pada kepentingan publik.

Laporan ini merekomendasikan pengembangan kode etik yang spesifik untuk penggunaan AI dalam jurnalisme. Tujuannya bukan sekadar membatasi, tetapi menciptakan ruang penggunaan yang bertanggung jawab dan berorientasi pada kualitas informasi. Dengan demikian, AI tidak menjadi ancaman bagi profesi jurnalistik, melainkan alat yang memperkuat fungsinya dalam menyampaikan informasi yang kredibel dan berpihak pada publik.

Sementara riset AJI dalam buku ‘Artificial Intelligence (AI) dan Organisasi Berita di Indonesia: Pemetaan Pemanfaatan dan Rekomendasi Untuk Stakeholder Media’ tahun 2024 menyatakan, generatif AI tidak dapat memenuhi permintaan audiens untuk adanya analisis lebih lanjut atau pandangan yang lebih mendalam tentang suatu objek. Pembuatan teks oleh AI dirancang untuk menghasilkan teks yang terdengar alami dengan menyintesiskan struktur leksikal dari berbagai sumber, bukan untuk memberikan respons yang akurat atau faktual dengan menilai kepastian klaim tertentu.

Riset tersebut diperkuat oleh data penelitian dari Centre for Media Transition pada University of Technology Sydney, Australia tahun 2023 yang melakukan investigasi skala besar terhadap Generatif AI dalam produk berita. Hasil studi itu juga menyatakan, editor menyadari kerugian signifikan dari penggunaan generatif AI jika akurasi, keaslian, dan bias tidak ditangani dengan baik.

 *Kawan-kawan dapat menyimak karya-karya lain Ryan D.Afriliyana, atau artikel-artikel lain tentang Hari Kebebasan Pers Sedunia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//