Ramadhan Post Book: Bandung Rumahnya Pers Pribumi Pertama di Indonesia
Bandung tak hanya terkenal akan ragam kuliner khas dan wisata belanjanya. Kota ini punya rekam jejak intelektual yang panjang di bidang pers.
Penulis Emi La Palau18 April 2021
BandungBergerak.id - Hujan baru saja mengguyur pelataran Gedung PT Pos Indonesia, Jalan Banda, Kota Bandung, Minggu (18/4/2021) siang. Di lantai 6 point lab gedung, berlangsung diskusi bedah buku “Jejak Pers di Bandung” yang merupakan satu dari rangkaian agenda pameran buku bertajuk Ramadhan Post Book 2021.
Bandung tak hanya terkenal akan ragam kuliner khas dan wisata belanjanya, namun juga punya rekam jejak intelektual yang panjang khususnya di bidang pers, sebagaimana dijelaskan cukup detail pada buku “Jejak Pers di Bandung” yang ditulis Indra Priyana, seorang mantan jurnalis sekaligus aktivis.
Malah Bandung bisa dibilang rumahnya pers pribumi pertama di Indonesia. Ini dibuktikan dengan hadirnya koran Medan Prijaji yang didirikan Tirto Adi Soerjo. “Kalau merujuk pers di Bandung itu ada di Medan Prijaji. Ini salah satu kebanggaan warga Bandung, dirintis bapak pers Tirto Adi Suryo,” ungkap Indra, dalam diskusi.
“Jadi berbagai cerita ini, jejak Bandung ini tidak hanya kewisataan, tidak hanya taman yang indah dan kuliner, ada juga peradaban lainnya itu dari persnya, banyak sisi yang bisa ditelusuri,” ungkap Indra, ditemui usai bedah buku.
Ide menulis buku muncul dari kegemaran Indra mengoleksi koran-koran lawas dan buku-buku lama. Ia tidak ingin koleksinya hanya menjadi pajangan pribadi. “Kalau hanya sebatas koleksi sendiri itu percuma. Prinsipnya saya memanfaatkan koleksi untuk bisa diakses masyarakat,” ungkapnya.
Dari situ terbersit keinginan menulis sesuatu yang tematis. Ia melihat celah tentang belum adanya literatur yang mengulas perjalanan pers di Bandung. Mulailah ia menulis sejak tahun lalu, pada awal-awal pandemi Covid-19. Baginya, ‘sisi baik’ pandemi membuatnya lebih sering di rumah sehingga bisa fokus menulis. Lama penulisan sendiri memakan waktu 4 hingga 5 bulan.
Buku “Jejak Pers di Bandung” pun lahir, hampir 80 persen sumber penulisan buku ini berasal dari data primer yang dimilikinya. Ia berharap, buku ini bisa menjadi pelengkap khazanah pelengkap peradaban Kota Bandung dari pers. “Mudah-mudahan bermanfaat,” harapnya.
Pameran buku Ramadhan Post Book 2021 terselenggaran berkat kerja sama Kubu Buku dan PT Pos Properti. Direktur Operasi Pt Pos Properti Indonesia, Sudarmawan Juwono, mengungkapkan kegiatan bazar dan diskusi buku ini sebagai rangkaian kegiatan untuk meningkatkan animo masyarakat pada dunia literasi.
“Kita sendiri PT Pos Properti sebagai perusahaan untuk mengelola aset properti, gedung ini kita harapkan memiliki nilai kepada publik,” ungkapnya. “Acara ini supaya memberikan kesempatan bagi wirausaha, dan lainnya, tempat dan ruang, mereka kita dukung kita berikan tempat.”
Hal senada, Trinadi Gumilar Kusumawiangga, sebagai Manajer Hospitality PT Pos Properti mengungkapkan pihaknya ingin menjalakan nilai-nilai yang harus dijalankan sebuah BUMN, yaitu Akhlak, kependekan dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif.
“Kita adaptif dan kolaboratif kenapa kita membangun coworking space ini untuk adaptasi ke industri, kita berkolabrasi dengan UMKM sehingga bisa hidup, walaupun ada pandemi,” terang Trinadi.
Mengobati Kerinduan Pecinta Literasi
Agenda pemeran buku ini yang pertama di Kota Bandung, sejak setahun lebih dilanda pandemi. Kerinduan pada suasana berburu buku dan berdiskusi langsung dirasakan betul para pecinta literasi Kota Kembang.
Sebelum pandemi, para pelaku literasi di Bandung sering mengadakan temu dan rembuk pikiran bersama dalam bentuk pameran buku. Pandemi membuat semua kegiatan mereka tiarap. Pameran buku kali ini bagai obat penenang atas kerinduan itu.
Rifka Silmia Salsabilah (25), salah seorang pengunjung yang menyambut baik pameran dan diskusi buku ini. Ia mengaku sudah lama merindukan acara literasi. “Awalnya tertarik bazarnya, terus lihat ada diskusinya bedah buku, suka tertarik,” ungkapnya. “Semenjak pandemi baru sekarang lagi ada bedah buku offline.”
Pameran ini tentu tidak lahir dari hasil kerja semalam. Ide pameran lahir dari rembug para pegiat literasi Bandung yang terlalu lama bersembunyi di bawah bayang-bayang Covid-19. Adanya ketentuan protocol Kesehatan (prokes) pencegahan virus Corona mendorong mereka memberanikan diri menggelar pameran.
“Ini sudah setahun. Biasanya punya agenda tiap tahun pameran buku di kampus, sudah setahun kemarin sejak pandemi tidak melakukan apa-apa. Sudah terlalu sering webinar Zoom, sudah kita tinggalin saja. Kita bertemu dan buat lapakan fisik, pakai prokes,” ungkap pemilik Kataris Books, Andrias Arifin.
Andrias dan pelapak buku lainnya berharap momen ramadan yang masih berlangsung di tenga pandmi, tidak menyurutkan warga Bandung untuk mencari buku dan berdiskusi. Beragam buku bisa mereka pilih sambil ngabuburit atau mengisi waktu selama puasa. Lapak Kataris Books, misalnya, menyajikan buku-buku sasta dan humaniora.
Pelapak lain, Penerbit Bandong, menghadirkan buku Pemikiran dan Perjuagan Mohammad Natsir. Lalu, beragam buku-buku Sukarno, seperti “Cermin Kaca Soekarno”, sampai buku “Sang Nabi”-nya Kahlil Gibran, tertata di lapak Jaringan Buku Alternatif.
Atau buku-buku sejarah, seperti “Misteri Pembunuhan Tan Malaka” di lapak Kabehaya Bookstore. Tak ketinggalan, wangi buku lama muncul dari lapak LawangBuku, misalnya dari buku Syekh Abdul Kodir terbitan tahun 1886.
Semua buku itu bisa ditemui di lantai 1 atau lobby Kantor Pos. Dan masih banyak koleksi buku lainnya yang dihadirkan penerbit maupun pelapak, seperti Mojok, Oleh-oleh Boekoe Bandoeng, Penerbit Ultimus, Theraz Buku, Lapak Penerbit Indie Bandung.
Di luar, hujan mulai reda. Waktu menunjukkan pukul 16.55 WIB. Bazar buku masih tampak ramai. Beberapa menit berselang, para pengunjung mulai berhamburan menyambut magrib yang tak lama lagi tiba.