May Day 2021, Buruh Jawa Barat Tuntut Upah Minimun Sektoral dan THR 100 Persen
Ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja di Jawa Barat menggelar aksi May Day 2021, menuntut penetapan upah minimum sektoral dan pembayaran THR 100 persen.
Penulis Emi La Palau1 Mei 2021
BandungBergerak.id - Ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja di Jawa Barat menggelar aksi May Day atau Hari Buruh Internasional di depan Gedung Sate, kontor Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Sabtu (1/5/2021) siang. Beberapa tuntutan utama mereka di antaranya, penerapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota dan pembayaran tunjangan hari raya (THR) secaara penuh tanpa dicicil paling lambat tujuh hari sebelum lebaran. Di tingkat nasional, buruh menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.
Berdasarkan pantauan BandungBergerak.id di lokasi, aksi unjuk rasa dimulai sekitar pukul 11 siang dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Massa buruh mengenakan masker dan menjaga jarak antarpeserta. Turut bergabung dalam aksi tersebut sejumlah mahasiswa dari berbagai kampus di Bandung.
Dalam orasinya, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto menyatakan, saat ini ada 12 kabupaten/kota di Jawa Barat yang tidak menetapkan kenaikan upah minimum. Gubernur Jawa Barat diminta menggunakan kewenangannnya untuk berani menetapkan upah minimum sektoral kota/provinsi (UMSK) 2021.
Buruh juga meminta Gubernur Jawa Barat untuk menginstruksikan seluruh perusahaan membayar THR 100 persen paling lambat tujuh hari sebelum lebaran. Tahun lalu, akibat terbit kebijakan pemerintah pusat yang membolehkan THR dibayar dengan cara dicicil, banyak buruh menjadi korban. Hak mereka atas THR tidak juga tuntas terpenuhi sampai sekarang.
“Kita minta Gubernur agar rakyat buruh di Jawa Barat mendapatkan THR 100 persen tanpa dicicil,” ungkap Roy.
Ketua PPB Kasbi PT Kahatex Cimahi, Siti Eni, dalam orasinya, mengungkapkan aksi kali ini sebagai jihad para buruh untuk memperjuangkan hak-hak. Selama ini hak-hak buruh telah banyak dikebiri oleh pemerintah. Tenaga pekerja dieksploitasi. UU Cipta Kerja bukan menciptakan lapangan kerja, namun justru semakin menyengsarakan buruh.
“Di lorong-lorong pabrik, banyak buruh yang terdampak dengan adanya ‘UU Cilaka’. Buruh dibayar murah dengan adanya sistem outsourcing yang menindas buruh,” katanya.
Kriminalisasi Buruh
Selain isu kesejahteraan, massa buruh juga menyoroti maraknya kasus kriminalisasi terhadap buruh. Dalam kasus Aan Aminah, misalnya, perusahaan menggunakan tangan sesama pekerja untuk mempidanakan pekerja lainnya.
“Sekarang perusahaan meminjam tangan buruh lainnya, padahal di belakang adalah mereka,” ungkap Roy Jinto. “Kita mengutuk keras kriminalisasi terhadap aktivis buruh karena mereka dilindungi dalam menjalankan tugas.”
Dari kelompok mahasiswa, Ketua BEM Kema Unpad Rizky Maulana Muhammad mengungkapkan dalam orasninya bahwa Indonesia tidak akan berkembang tanpa adanya buruh, peternak, dan petani. Ironisnya, masih ada banyak hak buruh yang tidak terpenuhi, mulai dari hak upah hingga jam kerja.
“Di sini kami mahasiswa akan siap membela buruh, memperjuangkan hak-hak buruh,” ungkapnya.
Salah seorang mahasiswi dari Unjani Cimahi Adinda Habiah mengungkapkan, mahasiswa memiliki tanggung jawab untuk sama-sama hadir sebagai agen perubahan dengan membela kepentingan buruh. Dia secara khusus menyoroti maraknya kriminalisasi terhadap buruh.