• Berita
  • Buruh Bandung Raya Tolak Rencana Pembayaran THR 2021 Dicicil atau Ditunda

Buruh Bandung Raya Tolak Rencana Pembayaran THR 2021 Dicicil atau Ditunda

Pemerintah kembali akan mengeluarkan aturan soal pembayaran THR 2021 yang boleh dicicil atau ditunda. Rencana ini dinilai merugikan kaum buruh

Demonstrasi buruh di Gedung Sate, Bandung. (Foto Ilustrasi: Iman Herdiana)

Penulis Emi La Palau20 Maret 2021


BandungBergerak - Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) menolak rencana Kementrian Ketenagakerjaan kembali memberi izin kepada perusahaan untuk mencicil atau menunda pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2021. Hal ini dinilai merugikan para pekerja.

Tahun 2020 lalu, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Dengan catatan, pembayaran harus diselesaikan pada 2020.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi SP TSK SPSI, Roy Jinto secara tegas menolak rencana tersebut. “Kami menyatakan menolak rencana Menteri Ketenagakerjaan RI mengeluarkan aturan untuk memperbolehkan perusahaan mencicil atau menunda pembayaran THR 2021 Kepada Pekerja/Buruh, kebijakan tersebut sangat merugikan buruh,” ungkap Roy Jinto, dalam keterangan yang diterima BandungBergerak, Sabtu (20/3/2021).

Berkaca pada peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Ida Fauziyah tahun 2020 lalu, masih banyak perusahaan yang belum melunasi pembayaran THR. “Bahkan sampai sekarang ada perusahaan yang belum bayar THR 2020 kepada buruhnya,” lanjut Roy.

Menurutnya, kondisi perekonomian tahun 2020 tidak bisa disamakan dengan tahun 2021. Ia menilai tahun ini perusahaan sudah mulai beroperasi normal. Ia menolak alasan pandemi yang selalu digunakan oleh perusahaan dan pemerintah untuk mengesampingkan hak-hak buruh.

Menurutnya, pandemi Covid selalu dijadikan alasan oleh pemerintah untuk membuat aturan-aturan yang sangat merugikan kaum buruh. Contohnya, pengesahan UU Cipta Kerja yang merugikan kaum buruh. Kemudian tanggal 2 Februari 2021 keluar PP No. 34, tentang TKA PP No. 35 mengenai PKWT, ALIH DAYA dan PHK, PP No. 36 mengenai Pengupahan, PP No.37 mengenai JKP.

Lalu, pemerintah mengeluarkan Permen 2 tahun 2021 mengenai Pengupahan untuk industri padat karya di mana aturan tersebut memperbolehkan perusahaan membayar upah buruh di bawah upah minimum.

“Semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sangat berpihak kepada pengusaha dan merugikan kaum buruh, apalagi dengan rencana Menteri Ketenagakerjaan akan memperbolehkan pengusaha untuk mencicil dan menunda pembayaran THR 2021 lengkap sudah penderitaan kaum buruh,” ungkapnya.

Berdasarkan aturan, THR dibayar oleh pengusaha minimal satu bulan upah yang dibayarkan sekaligus paling lambat 7 hari sebelum hari raya kepada buruh. Pihaknya meminta kepada Menteri Ketenagakerjaan agar tidak mengeluarkan aturan THR dapat dicicil atau ditunda.

“Buruh menolak aturan tersebut kalau pemerintah memaksakan berarti pemerintah memang memaksa buruh untuk turun kembali ke jalan melakukan aksi unjuk rasa penolakan aturan tersebut. Jadi kalau terjadi kerumunan itu karena kesalahan pemerintah,” ungkapnya.

Ketua Federasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Bandung Raya, Slamet, juga menolak keras rencana pemerintah mengijinkan kembali perusahaan mencicil pembayaran THR tahun 2021. Ia meminta pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan buruh, tidak hanya perusahaan.

“Kalau KASBI sendiri tidak mau, mana sih Pemerintah berperan dan berpihak kepada buruh kalau sampai dicicil (lagi). Kami menolak ada wacana THR mau dicicil,” ungkapnya.

Pemerintah seharusnya paham bahwa THR adalah tunjangan yang selalu ditunggu-tunggu para buruh untuk kebutuhan di hari raya. Slamet juga melihat saat ini perusahaan sudah kembali beroperasi normal.

THR 2020 Belum Lunas

Penolakan serikat-serikat buruh terhadap aturan THR itu beralasan. Faktanya, sudah banyak buruh yang terdampak kebijakan tersebut. Misalnya, ada 198 dari 210 pekerja CV Sandang Sari yang akhirnya digugat perusahaan ke pengadilan karena menolak THR dibayarkan dengan cara dicicil.

Di Cimahi, tercatat ada sekitar 130-an karyawan dan karyawati sebuah perusahaan yang THR-nya belum dilunasi. Padahal sekarang sudah menjelang Lebaran 2021.

Salah seorang buruh Cimahi mengatakan, dirinya baru menerima uang THR 2020 sebanyak RP 1 juta. Ia dijanjikan mendapat pelunasan THR. Namun hingga kini, belum juga ada kepastian dari pihak perusahaan. Pandemi menjadi alasan kuat bagi perusahaan untuk menunda pembayaraan THR.

“Iya itu baru dibayar satu juta, ya memang sampai saat ini tidak ada kejelasan dari pihak perusahaan,” ungkap seorang buruh Cimahi yang enggan disebut Namanya, saat dihubungi BandungBergerak melalui sambungan telepon, Sabtu (20/3/2021).

Menurutnya beberapa kali pertemuan tidak juga membuahkan hasil. Para pekerja hampir setiap bulannya mempertanyakan kepada pihak perusahaan terkait kejelasan THR. Tiap kali perundingan, jawaban dari perusahaan tetap sama dan tanpa memberi kepastian.

“Sisanya katanya nanti dirundingkan, tapi sampai sekarang tidak ada kepastian, cuma minta waktu-minta waktu, tapi tidak tahu kapan tidak ada kepastian,” imbuhnya.

Padahal menurutnya sejak 2020, seluruh perkejaan di perusahaan berjalan normal. Tidak ada sistem pembatasan kerja.

Tak hanya THR, gaji yang dibayarkan oleh perusahaan juga dicicil 2 hingga 3 kali sebulan. Bahkan untuk gaji Februari 2021, perusahaan belum melunasinya. Pembayaraan gaji dicicil sebanyak dua kali, masih tersisa satu kali cicilan.

“Kalau upah memang kadang dicicil, upah sesuai dengan UMK Cimahi, alasannya selalu pandemi Covid, pembayaran (upahnya) tidak tentu, pembayaran yang baru-baru ini Februari pertamanya dikasih 1 juta, terus tadi terima lagi Rp 1,5 juta, terus masih ada sisa itu,” ungkapnya.

Ia berharap Menteri Ketenagakerjaan tidak lagi mengeluarkan aturan cicilan dan penundaan THR tahun ini. Jika aturan itu kembali dikeluarkan, ia khawatir perusahaan malah keenakan dan tidak mau melunasi THR seperti tahun sebelumnya.

“Sebenenarnya harusnya ada kepastian, jangan sampai istilahnya keputusan ngambang, kemarin kan sesuai dengan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Desember harus dilunasi, tapi nyatanya sampai Desember tidak dibayar sampai sekarang,” keluh seraya berharap pemerintah tegas kepada perusahaan yang tidak taat aturan.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//