• Nusantara
  • Kebijakan Impor Beras Tak Berpihak kepada Petani

Kebijakan Impor Beras Tak Berpihak kepada Petani

Para petani se-Indonesia menghadapi panen raya padi. Panen yang dinanti-nanti itu terusik rencana impor 1 juta ton beras yang dikhawatirkan memukul harga beras lokal

Setelah berbulan-bulan menanam dan merawat padi, petani memanen hasilnya. (Dok. Bulog)

Penulis Emi La Palau23 Maret 2021


BandungBergerak.id - Rencana impor 1 juta ton beras oleh pemerintah pusat dinilai tak berpihak kepada petani. Kebijakan ini akan memukul harga padi petani lokal yang justru menghadapi panen raya.

Pemerhati Masalah Pedesaan dan Pertanian M Gunardi Judawinata menegaskan tidak ada alasan kuat pemerintah mengimpor beras. Ia menyebut data Kementrian Pertanian menunjukkan jumlah beras saat ini masih surplus.

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) itu merinci, poduksi padi pada Januari hingga Mei 2021 sekitar 15.4 jt ton, stok Desember 2020 sekitar 7.4 juta ton. Konsumsi beras pada Januari - Mei 12.5 juta ton, sehingga ada surplus sekitar 10 juta ton.

Ketersediaan stok beras juga dapat dilihat dari data beras di salah satu lumbung padi nasional, yakni Jawa Barat. Data Perum Bulog Kantor Wilayah Jawa Barat menunjukkan cadangan beras di 7 kantor Cabang Bulog tersedia aman untuk 6 bulan ke depan, termasuk untuk memenuhi kebutuhan menjelang Ramadan dan Idul Fitri 2021. Di gudang Kota Bandung, stok berasnya 163 ribu ton.

Kepala Humas Perum Bulog Kantor Wilayah Jawa Barat, Dessie Ekarti Kusumasari, mengatakan untuk menambah cadangan beras pihaknya saat ini menunggu panen raya petani pada Maret hingga April 2021. Rencananya Bulog Jabar akan menyerap sebanyak 3.902 ton gabah dari petani yang tersebar dari daerah penghasil beras di Jawa Barat, seperti Karawang, Subang, Indramayu, Ciamis.

“Saat ini kita lagi penyerapan gabah petani, karena di akhir bulan Maret ini kita panen raya. Aman, aman sekali, karena 6 bulan ke depan,” ungka Dessie kepada BandungBergerak ditemui di kantornya, Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, Senin (22/3/2021). Dessie merinci, stok beras yang ada di gudang saat ini beberapa di antaranya bahkan sisa impor dari tahun 2018.

Di sisi lain, Gunardi Judawinata menegaskan, rencana impor beras oleh pemerintah akan memengaruhi pasar lokal di mana harga padi menjelang panen raya akan anjlok. “Secara psikologis dan politik dapat dimanfaatkan pedagang untuk menyatakan bahwa barang banyak di pasar sehingga mendorong harga di petani menjadi turun,” M Gunardi Judawinata, kepada BandungBergerak, Senin (23/3/2021).

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil juga sepakat kalau impor beras akan mengancam kesejahteraan petani. Meski demikian Ridwan Kamil tidak mau menolak kebijakan impor beras, ia hanya mengusulkan pemerintah pusat untuk menundanya.

"Usul Jabar ke pemerintah pusat lebih baik menunda impor beras," kata Ridwan Kamil, dikutip dari keterangan resminya, usai acara virtual dengan perwakilan petani Jabar di Gedung Sate, Bandung, Rabu (17/3/2021).

Mantan Walikota Bandung itu bilang, impor beras dapat dilakukan ketika stok beras dalam negeri defisit. Namun kenyataannya saat ini stok beras baik-baik saja, malah surplus.

Sudah banyak petani yang keberatan dengan impor beras, salah satunya, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kabupaten Cirebon, yang berharap impor beras tidak dilakukan saat menjelang panen raya. Kebijakan impor beras juga membuat daya serap Bulog menurun.

Ridwan Kamil menuturkan, petani Cirebon biasanya menjual 120 ribu ton kepada Bulog. Namun dengan adanya kebijakan impor beras, jumlah serapan Bulog menurun menjadi 21 ribu ton saja. Jadi solusinya ketimbang impor beras, ada baiknya membeli beras dari petani Jabar yang kini stoknya melimpah. Hingga April mendatang, stok beras Jabar surplus 320 ribu ton.

Akar Persoalan Beras

M Gunardi Judawinata menilai kebijakan impor beras seringkali tidak melibatkan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam pengambilan keputusan. Ia khawatir ada kepentingan lain di balik kebijakan impor beras.

“Indonesia harus tahu bahwa Kementan itu tidak berperan apa-apa dalam hal ini, untuk impor beras diputuskan oleh Menko Perekonomian. Ini keputusan politik kalau menurut saya,” ungkapnya.

Ia melihat akar persoalan mengenai sektor pertanian di Indonesia yakni sulit dan terhambatnya akses penguasaan tanah oleh petani. Ini disebabkan diamputasinya UU Pokok Agraria no 5 tahun 1960 yang bikin petani sulit mandiri. Petani jadi tidak memiliki posisi tawar terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Walaupun kebijakan tersebut dapat menjerat kehidupan kaum petani.

Padahal selama ini Indonesia negara agraris, namun pada faktanya di lapangan jauh panggang dari api. Buktinya pemerintah masih sering melakukan impor bahan pangan. Ditambah dengan kebijakan impor beras jelang panen raya ini yang membuktikan tidak adanya keberpihakan kepada petani. “Dengan cara begini memang petani lokal tidak pernah dipikirkan,” tandas Gunardi.

Aman Tapi Tergantung

Perum Bulog Kantor Wilayah Jawa Barat sendiri tidak bisa berbuat banyak dalam menghadapi rencana impor beras. Kepala Humas Perum Bulog Kantor Wilayah Jawa Barat, Dessie Ekarti Kusumasari, berkata impor merupakan kebijakan pusat. Kendati demikian saat ini beras impor belum datang. Kalaupun kebijakan impor beras terealisasi, Bulog Jabar menjanjikan akan tetap memprioritaskan hasil panen petani lokal.

Alur penyaluran beras impor sendiri biasanya berawal dari Gudang gudang di DKI Jakarta, kemudian pindah ke daerah. “Semuanya terpusat, kita di sini belum ada perintah apa-apa dari pusat, serapan (berasnya) petani dulu diutamakan,” imbuh Dessie.

Kepala Bidang Perdagangan dan Pengembangan e-commerce Disdagin Kota Bandung, Meiwan Kartiwajuga menyatkan stok beras Kota Bandung aman menjelang Ramadan dan lebaran 2021. Ia menegaskan tidak laporan kelangkaan beras.

“Kalau saat ini masih aman, tidak ada kekurangan, kalau di pasar kita tiap hari kamis kita monitoring di pasar, sampai sejauh ini tidka ada laporan atau tidak ada yang mengeluhkan mengenai stok beras,” ungkapnya.

Meiwan juga bilang cadangan komoditi pangan lainnya aman, meski ada beberapa komoditi pangan yang harganya naik. Seperti cabai merah yang naik dengan kisaran harga Rp 120-130 ribu per kilogramnya.

Meski stok beras Kota Bandung dibilang aman, tak bisa dipungkiri selama ini Kota Kembang sangat tergantung pada pasokan pangan dari luar Bandung. Perlu diketahui, Kota Bandung membutuhkan sekiar 600 ton beras per hari. Sebanyak 95 persen kebutuhan beras didapat dari luar Bandung, dan hanya 5 persen yang dihasilkan dari sawah dalam kota.

Kota Bandung memang masih memiliki sawah produktif seluas 32,8 hektar. Dari sini dihasilkan 5 persen beras dari total kebutuhan Kota Bandung, dan berkontribusi pada pendapatan Pemkot Bandung sekitar Rp 350 juta, seperti disampaikan Walikota Bandung Oded M Danial dalam siaran pers Humas Kota Bandung, 25 Januari 2018.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//