PPKM Darurat Jadi Dilema Para Pelaku Usaha
Pedagang, pengusaha hotel dan restoran mengeluhkan pagebluk yang memukul perekonomian. PPKM Darurat menambah pukulan berat, meski ada harapan Covid-19 berkurang.
Penulis Bani Hakiki6 Juli 2021
BandungBergerak.id - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat jadi dilema bagi sebagian masyarakat, khususnya yang menggantungkan ekonomi dari berdagang, perhotelan, dan restoran. Pemerintah diharapkan memberikan solusi untuk menambal ekonomi mereka yang terpukul.
Dilema tersebut diamali Jarwo Putro (43), salah seorang pedagang bakso keliling di Kecamatan Antapani, yang mengaku cukup berat menjalani pembatasan kegiatan ini karena tidak ada solusi lain selain berdagang untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Ia biasa berjualan sejak siang hingga malam hari.
“Waktu saya jadi terbatas, penghasilan juga berkurang. Harapan saya, tolonglah, pemerintah lihat (dampak) ini gimana buat rakyat yang harus jualan seharian. Sulit buat orang susah mah,“ tuturnya ketika ditemui di sekitar Antapani.
Di samping itu, banyak pula kecemburuan sosial yang terjadi di antara para pelaku usaha. Salah satu faktornya adalah penutupan jalan yang sering kali jadi sumber pungutan liar (pungli) oleh sebagian oknum masyarakat. Kebanyakan pungli dilakukan untuk membuka-tutup akses jalan yang telah ditutup tim Satgas. Belum lagi, kesempatan waktu usaha di antara para pelaku usaha yang tidak sama.
Terkapar oleh Pagebluk
Pukulan telak juga dirasakan para pengusaha hotel dan restoran. Sejak awal pandemi, sektor ini termasuk yang pertama menerima hantaman yang disebabkan pagebluk. Banyak hotel dan restoran yang tutup demi menghindari penularan Covid-19. Hingga Juni 2021, ada 560 hotel dan 240 restoran yang bangkrut di Jawa Barat.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Herman Muchtar mengatakan, data tersebut kemungkinan akan terus bertambah mengingat lonjakan kasus masih terus terjadi sampai detik ini.
“Kalau tahun pertama kemarin terpuruk, tahun ini terkapar. Tadinya target kami tahun ini minimal bisa membayar operasional, seperti listrik, gaji pegawai, utang sana sini. Tapi sekarang boro-boro, untuk makan sehari-hari saja sulit,” kata Herman, menggambarkan kondisi para pengusaha dan karyawan perhotelan dan rumah makan yang terdampak pandemi, saat dihubungi, Selasa (6/7/2021).
Ia menyebut, tingkat hunian atau okupansi hotel di Jawa Barat rata-rata di bawah 10 persen. Bahkan tidak sedikit yang hanya satu persen. Dengan adanya PPKM Darurat ini, okupansi semakin terjun bebas ke angka nol.
Tadinya pengusaha hotel dan restoran sedikit bernapas lega karena pada tahun kedua pandemi jumlah kasus mulai menurun. Sehingga usaha mereka sempat menggeliat, pariwisata kembali dibuka, dan seterusnya. Tetapi keadaan itu tak lama ketika gelombang pandemi kembali meningkat pasca-lebaran.
Herman menilai, gelombang pandemi di tahun kedua ini tak lepas dari kelengahan semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, termasuk pengusaha hotel dan restoran sendiri. Mereka lengah menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Untuk itu, Herman sangat berharap PPKM Darurat ini bisa dijalankan sebaik-baiknya agar lonjakan kasus bisa ditekan, agar sektor ekonomi bisa menggeliat. “Karena kalau ekonomi mau jalan lagi tergantung pandemi. Kalau pandemi selesai, ekonomi bisa jalan. Jadi tolonglah kita serius PPKM Darurat, serius menjalankan protokol kesehatan,” katanya.
Realisasi PPKM Darurat masih Banyak Kendala
Realisasi PPKM Darurat di Kota Bandung sendiri masih menemui sejumlah kendala. Pelanggaran banyak ditemukan di beberapa kecamatan, antaranya Bandung Wetan, Coblong, Antapani, Regol, dan Astana Anyar.
Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi di beberapa kecamatan tersebut cukup menyulitkan Satuan Petugas (Satgas) setempat dalam pelaksanaan penertiban. Kebanyakan pelanggaran datang dari para pelaku usaha dan pedagang kaki lima. Regulasi PPKM Darurat yang diatur dalam Perwal Nomor 68 Tahun 2021 ini memang memperketat pencegahan penularan Covid-19 di hampir seluruh sektor ekonomi masyarakat. Mulai dari pembatasan waktu usaha hingga penutupan sementara.
Kendati demikian, Kepala Program Satuan Polisi Pamong Praja Idris Kusnadi mengaku pihaknya terus berkoordinasi dengan pihak kepolisian, TNI, dan sukarelawan yang tergabung dalam Tim Satgas. Ia berharap masyarakat cepat tanggap dan mengerti terkait kebijakan pembatasan ini demi keselamatan bersama.
“Kami tidak gegabah dalam penertiban karena menghindari tuduhan ‘main hakim’ sendiri. Tapi, tentu kami berusaha tetap tegas sesuai kebijakan untuk menerbitkan masyarakat,” tuturnya dalam pertemuan virtual Bandung Mejawab pada Selasa (6/7/2021).
Pihak Satpol PP membagi anggotanya ke tiga tim dalam waktu kerja tiga sif setiap hari dalam pelaksanan penertiban di lapangan. Ada tiga tahap penertiban yang dipraktikan setiap Satgas dalam penertiban, edukasi berupa sosialisai kebjakan, penghalauan berupa teguran langsung, dan tindakan pemberian sanksi sesuai pelanggaran yang ditemukan. Saat ini, tercatat 37 anggota yang terpapar Covid-19 dan harus menjalani isoman.
Tercatat sebanyak 47 pelanggaran ditemukan pada para pelaku usaha hanya dalam waktu 1 hingga 6 Juli 2021. Sejak Januari hingga Juni 2021 lalu, Satpol PP juga telah mencatat denda administratif hingga lebih dari 100 juta rupiah. Pelanggaran ini bermacam bentuknya, mulai dari disiplin penggunaan masker, kapasitas kedai yang tidak sesuai kebijakan hingga pelanggaran batas waktu aktivitas.
Saat ini, seluruh elemen yang tergabung dalam Tim Satgas Covid-19 masih menyiapkan berbagai upaya pendekatan dalam penertiban di lapangan. Pihak Satpol PP Kota Bandung tengah mengadakan kerjasama dengan tingkat provinsi demi mempertegas penertiban. Salah satu cara yang sedang diupayakan, yakni sidang tindak pidana ringan (tipiring) di tempat. Sidang on the street ini diharapkan bisa membuat efek jera terhadap para pelanggar kebijakan.
Idris mengaku pihaknya akan tetap tegas menjalankan protokol kesehatan demi menekan angka penularan yang terus melonjak. Tindak penegasannya bermacam, mulai dari peringatan, pembubaran atau penutupan sementara, dan denda administratif. “Secara umum masyarakat sudah patuh, tapi sebagian belum. Kami akan terus mencatat setiap pelanggaran,” katanya.