• Kolom
  • MEMORABILIA BUKU (1): Sebelum Penerbit Djambatan Tutup

MEMORABILIA BUKU (1): Sebelum Penerbit Djambatan Tutup

"Mau tutup, Mas. Ayo kalau mas-nya juga mau beli gedung ini sekalian!"

Deni Rachman

Pemilik Lawang Buku, pegiat perbukuan, dan penulis buku Pohon Buku di Bandung.

Suasana kantor Penerbit Djambatan yang sekaligus menjadi toko bukunya di kawasan Paseban, Jakarta, September 2012. Sebelum penerbit tutup pada Januari 2013, tempat ini menggelar obral buku. (Foto: Deni Rachman)

18 Juli 2021


BandungBergerak.id - Siapa yang tak kenal buku Max Havelaar karya Multatuli, atau Ziarah karya Iwan Simatupang? Atau Manusia Bebas karya Suwarsih Djojopuspito? Semuanya buku bermutu dari Penerbit Djambatan. Penerbit legendaris dengan logo pohon beringinnya yang ikonik itu!    

Kamis, 27 September 2012 siang, beberapa bulan sebelum penerbit berumur lebih dari setengah abad itu menyatakan tutup pada 1 Januari 2013, saya berkesempatan mampir ke kantor sekaligus toko buku Penerbit Djambatan di kawasan Paseban, Jakarta. Mas Subardi dari Penerbit Pustaka Sinar Harapan yang mengantarkan saya. Di sana, kami segera disuguhi buku-buku yang diobral seharga rata-rata 20 ribuan rupiah. Juga Ensiklopedi Islam yang terkenal itu dijual begitu murah.

"Mau tutup, Mas. Ayo kalau mas-nya juga mau beli gedung ini sekalian!" ucap salah seorang pengelola penerbitan yang saya lupa namanya.

Gedung tua berarsitektur kolonial ini cukup terawat dengan halaman luas yang ditumbuhi tanaman keras. Sebentar berkeliling, saya menemukan tiga bingkai foto para pendiri Penerbit Djambatan. Yang kemudian saya ingat, karena memiliki juga beberapa catatan tentangnya, adalah Adinegoro, seorang jurnalis dan penulis.

Penerbit Djambatan adalah pelopor penerbitan buku berkualitas yang didirikan pada 19 Februari 1954. Cikal bakal penerbit ini bermula dari kerja sama dua lembaga terpisah jarak ribuan kilometer, yaitu De Brug-Djambatan di Amsterdam dan Perkumpulan Waringin di Jakarta. De Brug-Djambatan didirikan tahun 1949 oleh wartawan Belanda pro-Indonesia, Mattheus van Randwijk, sedangkan Perkumpulan Waringin didirikan di Jakarta oleh Adinegoro dkk. Kerja sama bertujuan memberi jalan bagi penerbitan karya para pengarang Indonesia di De Brug-Djambatan Amsterdam.

Sejak tahun 1956, Penerbit Djambatan sepenuhnya menjadi perusahaan nasional setelah seluruh sahamnya dimiliki orang Indonesia. Mengusung misi mencerdaskan bangsa, Djambatan menerbitkan buku beragam topik, mulai dari hukum, ekonomi, sastra, sosial politik, teknik, arsitektur, admisitrasi, kedokteran, musik, hingga lingkungan.

Banyak pengarang besar yang telah mempercayakan hasil karyanya kepada Djambatan, termasuk: Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Koentjarangingrat, Otto Soemarwoto, Nh. Dini, Latifah Khodijat, dan Boedi Harsono.

Sungguh memorabilia yang tak terlupakan, tapi juga menyedihkan. Datang untuk pertama kali, saya langsung mendapati kabar sedih: bahkan penerbit sebesar Djambatan pun akhirnya harus tutup usaha!

Subardi, kawan penulis, sedang mengamati salah satu pojok ruangan kantor Penerbit Djambatan yang menampilkan para pendirinya. Piala dan buku terbitan Djambatan turut terpajang. (Foto: Deni Rachman)
Subardi, kawan penulis, sedang mengamati salah satu pojok ruangan kantor Penerbit Djambatan yang menampilkan para pendirinya. Piala dan buku terbitan Djambatan turut terpajang. (Foto: Deni Rachman)

Berikut daftar beberapa judul buku legendaris terbitan Djambatan:

  1. Atlas Semesta Dunia (Adinegoro)
  2. Max Havelaar (Multatuli)
  3. Dr. Zhivago (Boris Pasternak, terjemahan)
  4. Ekonomi Terpimpin (Mohammad Hatta)
  5. Al-Quran Bacaan Mulia (H. B. Jassin)
  6. Kartini, Surat-surat kepada Ny. Abendanon Mandri dan Suaminya
  7. Biografi Kartini
  8. Gerpolek (Tan Malaka)
  9. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Koentjaraningrat)
  10. Ziarah (Iwan Simatupang, pemenang Hadiah Sastra ASEAN 1972 di Bangkok, Thailand)
  11. Burung- Burung Manyar (YB Mangunwiajaya, pemenang Penghargaan Tulis Asia Tenggara 1983, Bangkok, Thailand)
  12. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Otto Soemarwoto, 1983, penghargaan Buku Terbaik dari Yayasan Buku Utama)
  13. HB Jassin Paus Sastra Indonesia (Pamusuk Eneste, 1987, penghargaan Buku Terbaik dari Yayasan Buku Utama)
  14. Batik dan Mitra (Nian S. Djoemena, 1992, penghargaan Buku Terbaik dari Yayasan Buku Utama)
  15. Lurik: Garis-garis Bertuah (Nian S. Djoemena, 2002, penghargaan Buku Terbaik dari Yayasan Buku Utama)
  16. Serial Buku Anak karya Pak Raden
  17. Manusia Bebas (Suwarsih Djojopuspito)
  18. Jalan Bandungan (Nh. Dini)
  19. Asia Bergolak
  20. The Kapitan Cina of Batavia 1837 – 1942 (Mona Lohanda)

Salambuku!

Editor: Redaksi

COMMENTS

//