Pembayaran Insentif Nakes di Bandung Terlambat, Ada Perawat yang Baru Sekali Dapat
Insentif untuk nakes di Bandung terlambat dibayarkan. Selain itu, besaran insentif untuk garda terdepan melawan Covid-19 ini pun diturunkan 50 persen.
Penulis Emi La Palau1 April 2021
BandungBergerak.id - Sejak Oktober 2020, AM (25) bertugas menangani pasien yang terpapar virus Corona di ruang perawatan isolasi Covid-19. Ia bertugas sebagai perawat di salah satu rumah sakit yang menjadi rujukan pasien Covid-19 di Kota Bandung.
Bukan pekerjaan mudah, sebagai garda terdepan dalam perang melawan pandemi, AM dan para perawat lainnya harus siap siaga selama 24 jam untuk menyelamatkan pasien. Gerahnya Alat Pelindung Diri (APD) yang melekat di badan 8 hingga 10 jam sehari sudah menjadi hal biasa.
Rasa tanggung jawabnya yang besar terhadap tugas, membuat pikiran-pikiran takut yang sempat menghantuinya hilang. “Takut pasti ada, cuma balik lagi ini tanggung jawab dan tugas sebagai perawat harus siap dalam situasi apa pun untuk menyelamatkan masyarakat,” ungkapnya kepada BandungBergerak, Kamis (1/4/2021).
Kekhawatiran lain, AM harus ekstra hati-hati untuk pulang ke rumah. Perasaan takut menjadi carier atau pembawa virus membuat ia jarang pulang. AM berasal dari Cianjur, Jawa Barat. Selepas mengenyam pendidikan keperawatannya di Bandung, ia mulai bertugas di rumah sakit.
Jika ada waktu luang, ia beristirahat di kamar kosnya. Hanya sebulan sekali, ia menyempatkan menengok keluarga di Cianjur dengan tetap menjaga protokol kesehatan dengan ketat. “Kalau balik ke rumah ada perasaan takut bahwa kita terpapar namun tanpa gejala terus menularkan ke keluarga gitu. Suka ada kepikiran,” ungkapnya.
Di ruang isolasi, ia bertemu dengan banyak pasien yang terpapar virus Corona, mulai bayi, anak-anak, remaja, dewasa, lansia, ibu hamil. Banyak juga dari mereka harus menggunakan alat bantu pernapasan.
Pemerintah telah menjanjikan semua tenaga kesehatan (nakes) yang menanganai pasien Covid-19 mendapat insentif. Namun melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-65/MK.02/2021 yang ditantangai Sri Mulyani 1 Februari 2021 yang ditujukan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, disebutkan bahwa insentif kepada nakes mengalami penurunan sebesar 50 persen.
Rincian insentifnya, dokter spesialis sebesar Rp 7.500.000, peserta PPDS Rp 6.250.000, dokter umum dan gigi Rp 5.000.000, bidan dan perawat Rp 3.750.000, tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2.500.000. Sementara santunan kematian per orang sebesar Rp 300.000.000.
Selain itu, pembayaran insentif kepada nakes juga mengalami keterlambatan. Di Kota Bandung menurut Kepada Dinas Kesehatan, Ahyani Raksanagara, di tahun 2021 ada sekitar 1.634 nakes yang belum menerima insentif. Sementara total jumlah nakes di Jabar sebanyak 3.844, meliputi dokter, bidan, perawat, farmasi dan ahli gizi, menurut BPS Jabar tahun 2019.
AM, termasuk salah satu nakes yang pembayaran insentifnya molor. Selama bertugas menangani pasien Covid-19, ia ternyata baru sekali menerima insentif. Hanya pada bulan pertama ketika mulai bertugas. Hingga saat ini, ia belum lagi mendapat insentif itu.
“Insentif Alhamdulillah sudah pernah dapat, baru 1 kali saja di bulan Oktober, dari bulan November sampai sekarang belum,” ungkapnya.
Meski begitu, insentif bukanlah tujuan utamanya menjalankan tugas. “Iya baru 1 kali bulan pertama masuk saja. Karena saya tidak fokus ke insentif sama sekali. Kalau memang ada dan diberikan syukur memang sudah rezekinya,” tambahnya.
Insentif Menunggu Perwal
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna mengungkapkan keterlambatan pembayaran insentif kepada nakes disebabkan keterlambatan kebijakan dari Pemerintah Pusat. Ia menjelaskan, ketentuan insentif masuk dalam Dana Alokasi Umum (DAU), Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru keluar pada 18 Februari 2021. Ketika itu, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2021 telah ditetapkan.
“Untuk di Bandung, keterlambatan ada, karena dampak dari kebijakan terlambat. Pada saat kita sudah menyelesaikan APBD, APBD sudah diketok,” ungkapnya ditemui usai Bandung Menjawab, di Taman Dewisartika, Balai Kota Bandung, Kamis.
Meski begitu, Ema memastikan alokasi dana insentif kepada nakes di kota Bandung tetap aman. Pemerintah kota menyiapkan dana sebesar Rp 119 milliar untuk insentif bagi 4 ribuan nakes. Dana tersebut diambil dari sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA).
Terkait dengan pencairan insentif sendiri, Ema mengungkapkan pihaknya sedang menyusun Peraturan Wali Kota (Perwal). “Sekarang untuk implementasinya nanti kita ada Perwalnya, kalau itu cepat kita cepat, ya kalau bulan ini belum dibayar, ya kalau hak mah kan akan dikasihkan, uang tidak akan hilang,” ungkapnya.
Profesi Rentan Terinfeksi
Nakes menjadi profesi paling rentan terinfeksi di masa pandemi Covid-19. Di awal-awal pandemi, banyak nakes yang terpapar sampai mempertaruhkan nyawa. Sejumlah puskesmas sempat ditutup karena nakesnya terpapar Covid-19 yang kini genap setahun mewabah dunia.
Pada siaran pers Pemkot Bandung 22 Juni 2020, sebanyak 27 nakes Kota Bandung terkonfirmasi positif Covid-19. Mereka harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung maupun melakukan isolasi mandiri di rumah. Sebagian besar naskes bertugas di puskesmas. Mereka terpapar saat menjalankan pengecekan dan pemantauan para pasien suspek.
Salah tenaga Puskesmas yang tertular Covid, KMS, menuturkan tugasnya sebagai surveillans yang setiap hari melacak dan memantau para suspek di sekitar wilayah kerjanya. Suatu hari, KSM menjalani tes swab sebagai bagian dari upaya pelacakan oleh Dinas Kesehatan Kota Bandung. KMS kaget saat mengetahui hasil swabnya positif Covid-19.
“Awalnya saya tidak terima, saya berpikir sudah bekerja dengan tulus, tapi mengapa harus positif? Awalnya sedih karena saya di sini sendirian, jauh dari orang tua. Orang tua saya di Sumatera, jadi saya benar-benar sendiri di sini,” kata KSM.
Data laporcovid-19.org mencatat, sampai 1 April 2021 jumlah nakes yang meninggal selama pandemi di Indonesia sebanyak 866 orang terdiri dari dokter, perawat, dan lain-lain. Data ini diupdate dalam Pusara Digital Tenaga Kesehatan Indonesia.
“Mereka yang telah pergi tak akan kembali. Tapi kenangan tidak boleh padam. Para tenaga kesehatan yang gugur melawan COVID-19 bukan hanya angka-angka. Mereka memiliki kisah dan relasi sosial di masa lalu. Mereka juga punya peran dalam kehidupan kita kini dan kelak. Mereka akan terus abadi,” demikian narasi yang tertulis di kanal Pusara Digital.
“Bagi keluarga, sejawat, dan sahabat silakan menabur bunga di “pusara digital” ini dengan memberikan kesaksian tentang perjuangan mereka. Mari kita hargai perjuangan pahlawan kita dengan bertahan hidup dan bersatu melawan pandemi ini.”