Mengajak Jawaharlal Nehru ke Bandung
“Sikap yang awas dan kerja keras terus-menerus adalah harga yang harus kita bayar untuk kemerdekaan,” ucap Jawaharlal Nehru dalam pidatonya di Bandung.
Frial Ramadhan Supratman
Pustakawan di Perpustakaan Nasional RI
24 Juli 2021
BandungBergerak.id - Jika membicarakan sisi internasional Kota Bandung, ingatan kita pasti langsung tertuju pada perhelatan besar tahun 1955 yang dinamakan Konferensi Asia Afrika (KAA). Tidak diragukan lagi, KAA memang menjadikan nama Bandung diingat oleh dunia. Namun sebelum KAA 1955 ini, Bandung sudah menjadi tujuan para pemimpin dunia ketika singgah di Indonnesia. Salah satunya adalah Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru.
Adalah surat kabar Fikiran Rakjat yang tersimpan di Perpustakaan Nasional RI yang mengabadikan kunjungan Jawaharlal Nehru ke Bandung pada Juni 1950. Ketika itu Nehru dan Sukarno menyapa orang-orang Bandung di Lapangan Tegallega.
Kedatangan Nehru ke Indonesia menunjukkan kuatnya solidaritas Indonesia-India pascaPerang Dunia II. Keduanya merupakan “Negara Dunia Ketiga” yang berhasil melawan imperialisme Barat. Indonesia mengusir Belanda dari Bumi Pertiwi, sedangkan India melawan Inggris. Nehru dan Sukarno merupakan dua pemimpin yang menyerukan perdamaian dan penghapusan penjajahan di muka bumi, khususnya di Asia dan Afrika.
Pidato di Lapangan Tegallega
Jawaharlal Nehru sampai di Indonesia pada 7 Juni 1950. Kapal Perang “Delhi” yang dinaikinya berlabuh di Tanjung Priok tepat pukul 08.48 WIB. Kedatangan Nehru disambut langsung oleh Presiden Sukarno, Wakil Presiden Hatta, korps diplomatik Indonesia dan India, serta orang-orang India yang ada di Indonesia. Dalam tulisannya di Fikiran Rakjat, Arnold Mononutu menyebut Nehru berkunjung “untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah didapat oleh kedua negara kita”.
Di Jakarta, Nehru mengunjungi Parlemen dan disambut oleh ketuanya, Mr. Sartono. Ia berpidato di depan parlemen dan menyatakan, “Saya datang sebagai sahabat lama”.
Presiden Sukarno kemudian mengajak Nehru untuk mengunjungi Kota Bandung. Bagi Sukarno, kunjungannya ini merupakan yang pertama kali sejak menjadi presiden. Sedangkan bagi Bandung, kunjungan ini merupakan kali pertamanya Kota Kembang dikunjungi oleh Presiden Indonesia.
Kedua pemimpin Asia ini disambut dengan meriah oleh warga Bandung. Lapangan Tegallega dipilih sebagai tempat pertemuan antara kedua pemimpin dan rakyat Bandung.
Di Lapangan Tegallega, Nehru menyampaikan pidato dan pesannya untuk Indonesia. Nehru mengaku terkesima dengan para pelajar Bandung yang menyambutnya. Dia kemudian menceritakan bahwa dia juga pernah menjadi pelajar yang memiliki mimpi-mimpi untuk dilaksanakan.
Nehru juga menyinggung akhir dari Perang Dunia II yang telah melenyapkan imperialisme dan kolonialisme. Penduduk India dan Indonesia sudah sama-sama menjadi “warga dari negara-negara yang bebas dan merdeka” yang mestinya “bangga terhadap kewarganegaraan dan kemerdekaan ini”.
Namun, Nehru mengingatkan, mempertahankan kemerdekaan bukanlah hal yang mudah. Sebuah negara merdeka tidak dapat maju dengan sendirinya tanpa usaha sungguh-sungguh. “Sikap yang awas dan kerja keras terus menerus adalah harga yang harus kita bayar untuk kemerdekaan,” ucapnya di hadapan rakyat Bandung.
Bantuan Internasional
Pesan yang disampaikan Nehru di Lapangan Tegallega Bandung mencerminkan realitas negara-negara Asia yang baru merdeka. Ketika memutuskan merdeka dari penjajah Eropa, negara tersebut harus siap untuk mengambil kendali kepemimpinan dan manajemen di dalam negara.
Bagi Indonesia, hal ini tidaklah mudah, mengingat pada masa yang lampau Belanda tidak pernah memberikan fasilitas yang layak untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Para kaum cerdik cendekiawan lulusan kampus modern, sudah ada. Kita punya Sukarno, Hatta, Sartono, Sjahrir, dan nama-nama lainnya. Namun jumlahnya sangat sedikit. Lebih sedikit lagi jumlah kaum cendekiawan yang bergerak di bidang teknik dan ekonomi.
Tidak jarang negara-negara yang baru merdeka tersebut mendapatkan “asistensi” dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berdiri pada 1945. Lembaga tersebut memberikan dana maupun bantuan teknis berupa tenaga. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Australia, Percy Spender, yang menyatakan bahwa “negara-negara Asia Tenggara membutuhkan bantuan PBB”. Surat kabar Fikiran Rakjat edisi 16 Juni 1950 memberitakan mengenai bantuan teknis dari PBB untuk Indonesia sebesar 122.000 dollar.
Tidak hanya Nehru, Presiden Sukarno sendiri memberikan amanat kepada rakyat India. Ketika Nehru meninggalkan Indonesia pada 19 Juni, Sukarno menyatakan: “Sekarang bangsa kita berdua (India dan Indonesia) telah merdeka bersama-sama lagi, sehingga merdeka pula untuk mempererat lagi hubungan yang kuno itu untuk kebahagiaan Indonesia dan India keduanya, tentunya menurut cara-cara yang ditentukan oleh zaman”.
Kunjungan Nehru selama 10 hari ke Indonesia pada Juni 1950 merupakan kunjungan historis. Salah satu destinasi kunjungan Nehru adalah kota Bandung. Tentu saja ini memberikan bukti bahwa Bandung sudah dikenal oleh para pemimpin dunia sebelum adanya perhelatan KAA. Selain itu juga merupakan suatu keistimewaan bagi warga Bandung saat itu untuk mendengarkan secara langsung gagasan-gagasan visioner dari pemimpin dunia seperti Pandit Jawaharlal Nehru.