BandungBergerak.id - Masa kanak-kanak seharusnya menjadi salah satu fase hidup yang paling membahagiakan. Mendapatkan pendidikan, bersosialisasi dengan guru, mencari teman, dan bermain. Semua anak berhak atas itu, tanpa kecuali.

Lalu, pandemi Covid-19 datang memberikan ujian.

Setiap anak-anak mengahadapi pandemi dengan caranya masing-masing. Sebagian besar dari mereka berdiam diri di rumah bersama orang tua sesuai anjuran pemerintah dan mengikuti sekolah jarak jauh. Tidak sedikit yang kemudian makin gandrung, atau bahkan terlalu gandrung, bermain gawai.

Namun, ada juga anak-anak yang terpaksa menghadapi pandemi tanpa bisa menikmati ‘kemewahan’ anjuran “stay at home”. Mereka yang lahir di keluarga kurang mampu harus tinggal di persimpangan jalan berlampu merah, lalu dengan wajah lelah berjalan mendekati setiap pengendara untuk meminta kedermawanan mereka.

Di Kota Bandung, jumlah anak jalanan yang menjadi pengemis relatif banyak. Data Dinas Sosial dan dan Penanggulanan Kemiskinan (Dinsosnangkis) mencatat pada 2012 jumlahnya sebanyak 2.162 orang. Lima tahun kemudian, meski mengalami penurunan, jumlahnya masih ada di angka 1.654 orang. Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 lalu diyakini bakal membuat jumlah anak jalanan yang menjadi pengemis membesar.

Entah sampai kapan kesenjangan sosial dan digital ini, yang justru semakin jelas terlihat selama pandemi, dapat teratasi. Entah sampai kapan kesenjangan ini bakal memaksa dua generasi pandemi menjumpai nasib yang sangat berbeda satu sama lain.

Foto dan teks: Virliya Putricantika

Editor: Redaksi

COMMENTS

//