Demi Cantira

Cantira (14) hidup dengan cerebral palsy atau lumpuh otak setelah tifus menyerang di usia dua tahun. Neni, sang ibu, memastikan sang anak mendapatkan semua haknya.

Fotografer Virliya Putricantika12 November 2022

BandungBergerak.id - Cantira (14) hidup dengan kondisi istimewa yang biasa dikenal sebagai Cerebral Palsy (CP) atau lumpuh otak. Penyebabnya, tifus yang menyerang ketika usianya baru dua tahun enam bulan dan memaksanya terbaring koma selama tiga hari

Cerebral Palsy merupakan kondisi gangguan neurologis yang mucul pada masa bayi atau anak-anak. Mempengaruhi juga kerja syaraf motorik, gangguan ini berimbas buruk pada kualitas hidup penderitanya.

Sama seperti anak dengan kondisi CP lainnya, Cantira juga bermasalah dengan serangan kejang di luar kendali. Dia kerap mengalaminya setiap kali terbangun dari tidur. Pernah ada masa ketika Cantira mengalami kejang hingga delapan kali sehari. Itu terjadi justruk ketika dia menjalani terapi obat selama lima tahun.

“Empat tahun lalu saya berhentiin aja obatnya. Ternyata kejangnya berkurang. Cuma sehari sekali,” cerita Neni, ibu Cantira, sambil memegangi tangan putrinya itu di ruang tamu rumah mereka di Desa Cimekar, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Rabu (19/10/2022).

Tidak mudah menjadi orang tua anak dengan lumpuh otak. Namun Neni menolak menyerah dengan keadaan. Sejak pertama mengetahui kondisi istimewa yang dimiliki Cantira, dia segera mencari informasi ke berbagai tempat. Beruntung, lingkungan di tempat tinggal keluarga ini memberikan dukungan penuh.

Saat ini Cantira duduk di bangku kelas satu SMP di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Cileunyi. Jaraknya lima kilometer dari rumah. Setiap hari Senin sampai Jumat, Neni dan sang suami, yang bekerja sebagai pengemudi ojek daring, mengantar sang anak ke sekolah, lalu membawanya pulang pada tengah hari.

Meskipun diklasifikasikan dengan tunadaksa taraf berat atau D2 akibat CP yang dialaminya, Cantira dapat mengikuti proses belajar-mengajar di sekolahnya. Bocah perempuan berpotongan rambut pendek ini mampu merespons gerak dari sang guru di kelas dengan lirikan matanya.

“Setidaknya (Cantira) bisa bersosialisasi, gak jenuh,” tutur Neni yang piawai menjahit pakaian. “Gak harus pinter baca, pinter nulis.”

Selain mengirim ke sekolah, Neni juga mengajak Cantira berkegiatan, mulai dari terapi hingga berkaktivitas di komunitas. Salah satunya Komunitas Keluarga Cerebral Palsy Bandung Raya. Neni ingin memastikan Cantira memperoleh apa yang menjadi haknya. Dia ingin Cantira bisa menikmati waktunya berinteraksi dengan teman-temannya.

Semua demi Cantira.

Foto dan teks: Virliya Putricantika

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//