• Foto
  • Ini Stasiun Cicalengka Kami!

Ini Stasiun Cicalengka Kami!

Anak zaman sekarang, dengan bersenjatakan media sosial, sah-sah saja berteriak lantang dan mengabarkan ke seluruh dunia: ini Stasiun Cicalengka kami!

Fotografer Kolaborasi KawanBergerak19 Juli 2023

BandungBergerak.id – Stasiun Cicalengka, yang diresmikan pada 10 September 1884 silam, merupakan nadi sekaligus saksi pertumbuhan sebuah kawasan di Bandung timur. Ia menyimpan sekian banyak cerita manusia. Mulai dari singgahnya Douwes Dekker pada 1918, Sukarno pada 1929, hingga anak-anak muda era internet yang sampai hari ini menjadikan kereta api sebagai moda transportasi sehari-hari.

Bangunan yang didominasi cat warna putih itu bukan bangunan biasa. Ia menjadi monumen yang merawat memori kolektif. Ia sebuah identitas kawasan. Bukan tanpa alasan banyak orang mendukung penolakan anak-anak muda Cicalengka terhadap rencana revitalisasi ala pemerintah yang harus dibarengi dengan pemusnahan seluruh bangunan lawas. Per Selasa, 18 Juli 2023 lalu, lebih dari 2 ribu orang menandatangani petisi.

Tidak bisakah kita menyisakan secuil ruang untuk memori kolektif yang melimpah-ruah itu? Kenapa harus tumpas?

“Atap bangunan yang tinggi, banyak tiang sehingga memberikan kesan luas, megah dan sejuk. Sirkulasi udara pun lancar,” tulis Anne Kristi mengenang kunjungan pertamanya di Stasiun Cicalengka sekian tahun lalu.

Anne mengunggah sebuah foto yang dia ambil di Stasiun Cicalengka di akun Instagramnya, menanggapi ajakan BandungBergerak.id ke audiens untuk bersama-sama menceritakan bangunan bersejarah ini. Dia mengaku terpikat dengan stasiun ini sejak melhat tulisan “TJALENG”, dari semestinya “TJITJALENGKA”, yang tertempel di dinding bangunan, ketika berjalan ke arah pintu keluar.

“Berasa klasik bangunannya. Tiang-tiangnya cakep,” tulis Nurul Ulu, kawan yang lain, tentang kenangan paling mengesan dari stasiun ini.

Membela Stasiun Cicalengka bukan sekadar membela bangunan warisan kolonial yang tidak relevan bagi sebuah negara merdeka. Menolak revitalisasi bukan berarti membantah perbaikan layanan transportasi publik yang memang dibutuhkan warga.

“Semoga ada jalan tengah, win-win solution yang bijak untuk semua,” harap Ayu Kuke Wulandari, yang juga ambil bagian dalam kerja kolaboratif sederhana ini. “Bagian dari identitas sejarah Cicalengka tidak hilang begitu saja, dan dukungan terhadap transportasi kereta api yang niatnya terus ditingkatkan demi kepentingan bersama itu juga tidak terkendala.”

Setiap manusia memiliki kisahnya sendiri-sendiri. Setiap generasi punya panggung yang berbeda-beda. Di Cicalengka, sebuah stasiun merekam semua itu dalam diamnya yang sudah lebih dari seabad lamanya.

Sukarno, dalam pemberhentian sejenak di tengah perjalanan dari Yogyakarta ke Bandung sebagai seorang tawanan, barangkali hanya melihat selintas Stasiun Cicalengka. Anak zaman sekarang, dengan bersenjatakan media sosial, sah-sah saja berteriak lantang dan mengabarkan ke seluruh dunia: ini Stasiun Cicalengka kami! 

*Cerita foto ini merupakan hasil kerja kolaboratif yang melibatkan jurnalis BandungBergerak.id dan audiens, kurator foto: Virliya Putricantika, teks: Tri Joko Her Riadi

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//