Ruang Aman Jejepangan
Harajuku District BEC ibarat ‘safe haven’ bagi pecinta budaya Jepang di Bandung. Ruang aman untuk jejepangan ini tempat para wibu merasakan bebebasan berekspresi.
Harajuku District BEC ibarat ‘safe haven’ bagi pecinta budaya Jepang di Bandung. Ruang aman untuk jejepangan ini tempat para wibu merasakan bebebasan berekspresi.
BandungBergerak.id - Hampir sepuluh tahun yang lalu, tepatnya tahun 2013 hingga 2017, saya sering mengunjungi salah satu konvensi animasi Jepang atau anime di Jakarta bersama teman-teman sekolah. Di sana, saya selalu melihat bahwa para pengunjung baik yang datang hanya untuk melihat pertunjukan, berbagai barang yang dijual, maupun berpartisipasi sebagai cosplayer, sama sekali tidak memedulikan bagaimana penampilan satu sama lain. Mereka terlihat menikmati waktunya masing-masing dengan caranya sendiri.
Setelah tahun 2017, saya tidak mengunjungi konvensi jejepangan lagi karena berbagai kesibukan yang saya lalui sebagai pelajar. Saya juga hampir tidak ada teman lagi yang dapat saya ajak untuk datang ke sana karena sama-sama sibuk.
Tahun ini, tiba-tiba teman saya mengajak untuk mengunjungi salah satu tempat yang mengadakan acara jejepangan di Bandung, tepatnya di Harajuku District BEC yang baru saja melangsungkan grand opening-nya. Harajuku District BEC berlokasi di Istana BEC Lantai 2 Blok S. Ketika saya menginjakkan kaki di sana, saya merasa kembali dibawa ke dunia saya sepuluh tahun yang lalu dengan perasaan yang sama.
Komunitas pecinta budaya Jepang ini sering kali dikenal dengan sebutan “weeaboo” atau “wibu”. Secara harfiah, sebutan “wibu” diasosiasikan dengan orang non-Jepang yang memiliki obsesi terhadap kebudayaan Jepang. Namun, jika melihat penggunaan kata “wibu” sekarang, kata ini lebih sering diasosiasikan terhadap mereka yang menyukai atau sekadar menikmati tayangan animasi Jepang.
Para “wibu” juga kerap kali dicap dengan stigma negatif seperti orang yang freak, antisosial, bau bawang, dan lain-lainnya sehingga mereka seperti dihindari oleh sebagian masyarakat. Beberapa pengunjung yang saya wawancarai ketika membuat projek foto cerita ini juga dapat merasakan hal yang sama.
“Kita saja ‘gak pernah ganggu mereka (masyarakat yang menghindari), kenapa mereka yang repot?” ujar mereka, Kamis (17/8/2023).
Seperti pengalaman saya sepuluh tahun yang lalu, seluruh pengunjung di Harajuku District BEC dapat dilihat saling menikmati waktu mereka dengan bebas dan dengan caranya masing-masing. Mereka tidak memedulikan satu sama lain baik dari cara berpakaian, siapa saja yang berlalu-lalang, dan sebagainya. Mereka dapat dikatakan datang ke sana untuk bersosialisasi dengan komunitasnya sembari menonton pertunjukan yang dijadwalkan atau membeli barang-barang yang berkaitan dengan anime kesukaannya.
Para pengunjung dengan senang hati menjawab berbagai pertanyaan yang saya tanyakan mengenai grup idol lokal yang sedang tampil dan lain-lainnya. Meskipun banyak dari mereka yang tidak saling mengenal, mereka tetap dapat bersenang-senang bersama.
Para cosplayer datang untuk berpartisipasi di dalam lomba maupun hanya untuk bersenang-senang. Mereka merasa aman karena terlepas dari pandangan negatif dan menghakimi. Beberapa cosplayer hijab yang saya wawancarai juga mengatakan hal yang sama dan menganggap hal ini sebagai bentuk lain untuk berekspresi dengan bebas.
Walaupun banyak cerita menyenangkan, saya tidak menyangka mereka pernah mengalami pengalaman ‘horor’. Ada segelintir cosplayer wanita yang mengaku pernah menjadi korban penguntitan di beberapa acara jejepangan. Mereka tidak hanya diikuti ketika sedang berjalan-jalan di acara tersebut tapi juga hingga saat mereka beristirahat di pojokan atau ke kamar mandi.
Di acara jejepangan, mereka terlihat bagaikan terlepas dari belenggu konstruksi sosial masyarakat akan ‘identitas’ mereka sebagai “wibu”. Tidak dipungkiri bahwa hal-hal seperti penguntitan dapat terjadi di mana pun dan kapan pun. Saya sendiri masih tidak menyangka bisa mendengar langsung dari sumbernya.
Harajuku District BEC ibarat tempat aman dan nyaman bagi komunitas pecinta Jepang. Di mal yang terletak di tengah Kota Bandung ini mereka mendapatkan ruang kebebasan berekspresi dan bersosialisasi.
Foto dan Terks: Audrey Kayla Fachruddin
COMMENTS