BandungBergerak.idAde Oma (42 tahun), ibu tunggal dari dua anak sekaligus pengemudi ojek online sejak 2019. Anaknya sempat keberatan dengan profesinya. Ade memberikan pemahaman bahwa pekerjaan ini halal dan tidak perlu merasa malu.

Sebelum memutuskan untuk menjadi seorang pengemudi ojek online, Ade bekerja sebagai "ojek panggilan" dengan mengantar anak-anak sekolah serta melayani permintaan antar-jemput beberapa tetangga di lingkungan tempat tinggalnya.

Ketika panggilan antar-jemput untuk anak sekolah mulai jarang dan kebutuhan ekonomi keluarganya meningkat, Ade barulah memutuskan untuk mendaftarkan diri sebagai pengemudi ojek online, berharap dapat menjadi pintu lainnya untuk mendapatkan rezeki.

Rutinitas hariannya dimulai bahkan sebelum matahari terbit. Pukul lima pagi, Ade sudah menyalakan motornya, bersiap untuk mengantar tiga penumpang langganannya setiap hari ke tujuan yang berbeda-beda secara bergantian. Sesudah Ade mengantar ketiga penumpang langganannya, ia mulai mengaktifkan aplikasi ojek onlinenya, bersiap menerima pesanan ojek.

Bekerja sebagai pengemudi ojek online membuat Ade akrab dengan momen-momen menunggu di pinggir jalan. Sambil memeriksa aplikasi di ponselnya, ia menghabiskan waktu menanti pesanan.

"Menunggu itu tantangan yang besar bagi saya kalau boleh jujur. Karena kadang saya jenuh, tapi ya mau gimana udah risikonya kerjaan ojol," kata Ade, 20 Januari 2025.

Jumlah pengemudi ojek online yang kian bertambah membuat Ade sering kali jarang kebagian penumpang. Ia sering mengisi hari dengan menunggu berjam-jam di pinggir jalan tanpa ada satu pun pesanan masuk.

Ia harus pintar-pintar memilih lokasi mangkal, bergeser dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari area yang biasanya ramai pesanan. Namun, meski sudah berada di lokasi yang ramai, ia tetap harus menghadapi kenyataan bahwa pesanan kadang lebih banyak didapat oleh pengemudi lain.

Ade tidak pernah menyerah. Ia percaya bahwa setiap orang sudah memiliki jalan rezeki masing-masing. Tugasnya adalah terus berusaha.

“Yang penting saya jalan terus, nggak perlu iri sama yang lain. Rezeki mah masing-masing udah ada yang ngatur, kak,” katanya, mantap.

Sebagai perempuan, Ade acap kali mengalami diskriminasi yang tidak dialami oleh pengemudi ojek online laki-laki. Tidak sedikit Ade menerima beragam penolakan dari pelanggan hanya karena ia adalah seorang perempuan.

“Masih ada yang bilang nggak mau diantar sama perempuan, dia nolak kalau diantar sama perempuan,” kenangnya.

Di tengah hingar bingar pekerjaan, Ade tetap harus memikul tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Biasanya jika Ade sedang tidak mengantar penumpang di jam 10 pagi atau 11 siang, ia akan pulang untuk masak dan merapihkan rumah sambil menunggu pesanan ojek online masuk.

Menjadi seorang ibu dan pencari nafkah bukanlah sesuatu yang mudah, Ade sempat mendapatkan protes dari anak bungsunya di awal kariernya sebagai pengemudi ojek online. Anaknya merasa malu akan pekerjaan ibunya setelah mendapatkan ledekan dari teman-temannya di sekolah.

Sang anak sempat meminta Ade berhenti sebagai pengemudi ojek online dan melamar pekerjaan di tempat lain. Tapi Ade dengan tegas memberikan pemahaman bahwa ojek merupakan pekerjaan halal.

“Mama ngojol kan cari uang buat kalian jajan, buat kalian makan. Ngapain mesti malu? Mama kan halal cari uangnya. Nggak nyusahin dia. Udah nggak usah mikirin dia ngomong apa. Anggap aja angin lalu,” ucap Ade, mengulang kalimat yang ia ucapkan kepada anaknya.

Meski harus membagi waktu antara pekerjaan dan tanggung jawab sebagai seorang ibu, Ade tidak pernah kehilangan semangat. Baginya, setiap perjalanan adalah cara untuk memastikan anak-anaknya mendapat kehidupan yang layak. Semua tantangan yang dihadapi adalah bagian dari perjuangannya.  

*Mari membaca tulisan-tulisan lain dari Fitri Amandaatau artikel-artikel lain tentang Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//