BandungBergerak.idSampah menjadi persoalan massal yang dihadapi berbagai sektor kehidupan, tak terkecuali di tempat-tempat peribadatan di Kota Bandung. Masjid Lautze dan Masjid Mujahidin memberikan gambaran bagaimana sampah menjadi persoalan serius yang membutuhkan peran umat.

Masjid Lautze berlokasi di tengah kota yang masuk wilayah Kecamatan Sumur Bandung. Masjid ini terlihat senantiasa bersih dari sampah. Halaman masjid yang merupakan trotoar Jalan Lengkong rentan menjadi tempat membuang sampah sembarangan. Masjid dengan ornamen Tionghoa ini memiliki tempat sampah minimalis.

Muzan, koordinator pengelola Masjid Lautze, menyebutkan bahwa pihak masjid memiliki aturan internal dalam menjaga kebersihan yang dimotori relawan orang muda. Aturan masjid terutama membangun kesadaran masyarakat dalam mengelola lingkungan.

“Kami biasanya dibantu sama pemuda-pemuda dan Karang Taruna untuk pengelolaan kebersihan. Kami juga bekerja sama dengan Rumah Salman untuk pengadaan sarana dan prasarananya. Kadang bapak-bapak yang suka nongkrong juga ikut bantu,” papar Muzan, Kamis, 24 Juli 2025.

Tantangan pengelolaan sampah juga dihadapi Masjid Mujahidin di Kecamatan Lengkong. Terletak satu komplek dengan perkantoran Muhammadiyah Jawa Barat dan gedung pernikahan, Masjid Mujahidin cukup sering menghadapi tumpukan sampah.

Volume sampah di lingkungan Masjid Mujahidin berbeda-beda setiap harinya. Pada saat hari kerja, tantangan sampah hadir dari aktivitas masjid dan perkantoran. Pada saat hari libur, tantangan sampah muncul dari aktivitas pernikahan.

Bagi Iwan, petugas kebersihan Masjid Mujahidin, aktivitas pernikahan adalah tantangan terberat yang dihadapi. Tenaga dan waktu yang dikeluarkan Iwan sering kali melebihi jam normal kerja.

Petugas kebersihan lainnya, Ian, menuturkan tantangan sampah tidak hanya datang dari jumlah sampahnya saja. Di beberapa waktu yang tidak menentu, sampah yang seharusnya diangkut oleh petugas kebersihan kelurahan kadang tidak diangkut. Alasan sampah tidak diangkut biasanya karena ada permasalahan di TPS. Hal ini menyebabkan sampah menumpuk di satu tempat.

“Kadang suka ada laporan TPSnya sudah penuh, yang lama belum semuanya terangkut, jadi sampah-sampah yang baru nggak diterima dulu. Jadi ya mau gimana lagi, sampah yang ada jadinya numpuk. Saya juga gak tahu harus digimanain selain nunggu,” kata Ian.

Pengelolaan sampah di area Masjid Mujahidin tidak hanya dikerjakan oleh petugas kebersihan saja. Petugas parkir masjid dan pedagang yang berjualan pun sering kali ikut membersihkan sampah-sampah yang berserakan. Salah satunya adalah Ade, petugas parkir masjid yang setiap pagi harinya membantu menyapu halaman masjid.

“Kita saling bantu saja untuk kebersihan bersama. Kasihan juga kalau semuanya harus sama petugas kebersihan, sementara sampahnya banyak banget,” ucap Ade.

Masjid Mujahidin dan Masjid Lautze, seperti halnya masjid-masjid lainnya, memiliki berbagai program keagamaan yang sering kali menghasilkan sampah. Kegiatan seperti Jumat Berkah dan pengajian menjadi sebagian dari ragam aktivitas yang rutin dilaksanakan di masjid dan tentunya memerlukan pengelolaan dalam produksi sampah.

Dedikasi petugas, pengelola, dan relawan kebersihan patut diapresiasi, karena berkat kerja mereka, masjid menjadi tempat yang nyaman untuk beribadah. Bentuk apresiasi sederhana namun bermakna dapat dilakukan dengan membuang sampah pada tempatnya. Selain meringankan beban petugas kebersihan, tindakan ini juga mencerminkan keimanan dan kepedulian terhadap nilai-nilai agama.

Diketahui, Kota Bandung menghasilkan sampah harian antara 1.500 sampai 2.000 ton per hari. Dengan tak optimalnya TPA Sarimukti sebagai tempat pembuangan sampah untuk Bandung Raya, Kota Bandung terus-menerus terancam lautan sampah. Saat ini TPA Sarimukti sudah kelebihan muatan menampung gunungan sampah. Secara global, World Bank melaporkan Indonesia sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar ke-5 pada tahun 2023.

*Foto dan Teks: Haris Wahyudin

*Liputan ini bagian dari program SMILE (Strengthening Youth Multifaith Leader Initiative on Climate Justice through Ecofeminism) yang diinisiasi Eco Bhinneka Muhammadiyah dan berkolaborasi dengan BandungBergerak 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//