• Foto
  • Gagal Tumbuh di Kota Kembang

Gagal Tumbuh di Kota Kembang

Stunting masih menjadi ancaman paling serius bagi bayi-bayi di Kota Bandung. Pada 2020, tercatat 9.567 bayi stunting dari total107.189 balita yang ditimbang.

Fotografer Arif 'Danun' Hidayah25 September 2021

BandungBergerak.id - Siti dan Herman, suami-istri dengan empat anak yang masing-masing berselisih usia satu tahun.  Bersama mereka, kami duduk hampir berhimpitan, terpisah ujung kasur, di kamar kontrakan seluas 3x3 meter persegi di perkampungan padat Kelurahan Jamika, Bojongloa Kaler, Kota Bandung.

Jumat (3/9/2021) sore itu Herman bercerita bagaimana ia baru-baru ini mulai menggambar. Bukan karena hobi, tapi karena itulah jalan lain mempercayai hidup. Siapa tahu ada mata yang melihat, lalu membeli karya-karyanya.

Perbincangan lalu bergulir ke kondisi dan pertumbuhan anak-anak di dalam keluarga tersebut. Kemampuan bicara mereka terlambat berkembang. Di sepanjang cerita itu, Herman mengelus punggung si bungsu usia satu tahun yang selebar telapak tangannya.

Kami menyusuri lagi gang dengan lebar tak sampai satu meter di Sukapakir, Kelurahan Jamika, Bojongloa Kaler, dan menemui keluarga-keluarga lain dengan kondisi tak jauh beda. Masih di tengah kondisi serbasulit pandemi Covid-19, mereka bergulat begitu keras untuk sekadar mampu mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar hidup sehari-hari.

Di ruang hidup yang sempit, dengan mutu sanitasi seadanya, tinggal bayi-bayi yang menderita kurang gizi atau bahkan gizi buruk, ditandai dengan panjang tubuh dan bobot badanyang kurang dari standar. Merekalah bayi-bayi stunting yang dipaksa siap menghadapi masa depan serbasuram.

Di Bandung, kota metropolitan yang hari ini merayakan hari jadi ke-211 tahun, bayi-bayi stunting bukan hanya ditemui di Bojongloa Kaler. Jumlahnya ribuan orang, tersebar di banyak kantung-kantung kemiskinan kota.

Dinas Kesehatan Kota Bandung mencatat jumlah balita stunting pada 2020 sebanyak 9.567 orang bayi, atau setara dengan 8,93 persen dari total107.189 balita yang telah ditimbang. Jumlah sesungguhnya di lapangan sangat mungkin jauh lebih banyak dari itu. Entah karena pemerintah luput mencatat, atau karena para orang tua memilih menghindari beban stigma yang tak kalah beratnya dengan penderitaan menahan lapar. 

Jumlah itu, 9.567, bukan sekadar deretan angka. Mereka adalah anak-anak kita, keponakan kita, cucu kita.

*Cerita foto ini merupakan kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dan jurnalis foto Arif ‘Danun’ Hidayah

Editor: Redaksi

COMMENTS

//