Meneropong Fasilitas Publik Terbengkalai di Bandung
Sejumlah fasilitas publik di Bandung hidup segan mati enggan. Kurangnya perawatan menjadi penyebab fasilitas yang dibangun dengan dana APBD itu terbengkalai.
Sejumlah fasilitas publik di Bandung hidup segan mati enggan. Kurangnya perawatan menjadi penyebab fasilitas yang dibangun dengan dana APBD itu terbengkalai.
BandungBergerak.id - Sebagai ibu kota provinsi, Kota Bandung punya banyak kelebihan dibandingkan daerah lain. Banyaknya fasilitas publik yang modern selaras dengan visi smart city. Sayangnya beberapa fasilitas hanya gebyar di saat peresmian, namun kurang dibarengi perawatan yang konsisten. Sebagai contoh, Bandung memiliki perpustakaan umum di sejumlah taman-taman kota, namun gerbang peradaban itu kemudian sepi dan tak terawat.
Salah satu perpustakaan publik yang hidup segan mati enggan adalah Perpustakaan Kontainer Taman Panatayuda, Jalan Penatayuda, Selasa (26/10/2021). Perpustakaan yang dibangun untuk membangun budaya baca warga itu kini tidak berfungsi. Konon perpustakaan tutup semenjak pandemi Covid-19.
Ya, pagebluk memang melanda seluruh aspek kehidupan di Kota Bandung, termasuk menghambat program pengelolaan dan perawatan fasilitas-fasilitas publik seperti perpustakaan. Namun, banyak pula pedagang sekitar yang mengatakan bahwa semenjak dibangun, perpustakaan memang jarang terlihat beroperasi. Kondisi taman selalu sepi.
Sekarang perpustakaan kontainer itu mulai berkarat, kotor, berdebu dan beberapa tubuhnya penuh coretan cat semprot. Beruntungnya, masih terlihat petugas kebersihan taman yang kerap menyapu sampah serta dedaunan sekitar kontainer.
Selain perpustakaan, ada pula beberapa fasilitas publik mesin parkir elektronik. Mesin parkir elektronik atau e-parkir di Kota Bandung diresmikan pada 2017 di era Wali Kota Ridwan Kamil. Tentu saja peresmian ini diwarnai dengan nuansa kebanggaan Bandung sebagai smart city.
Ada sekitar 445 mesin parkir elektronik yang tersebar di 221 titik atau 56 lokasi. Pemkot telah merogoh kocek Rp 80 miliar untuk ratusan mesin parkir elektronik itu.
Sekarang, banyak mesin parkir yang rusak, termakan waktu karena tidak dipakai, kehujanan dan kepanasan. Beberapa mesin parkir malah ada yang “dihiasi” coretan cat semprot. Warga yang parkir di sekitar mesin parkir masih dilayani oleh para juru parkir. Keberadaan mesin parkir pun terkesan hanya seonggok mesin tak berguna.
Kondisi memprihatinkan juga menimpa sejumlah halte kapsul Trans Metro Bandung (TMB). Halte yang diresmikan dengan semangat futuristik itu kini banyak yang terbengkalai dan hanya menjadi seonggok bangunan usang dan rusak.
Ada 7 halte TMB yang dibangun sejak 2014 itu. Biaya pembangunan halte TMB bersumber dari APBD Kota Bandung tahun 2014 senilai Rp 1,3 miliar. Salah satu halte kapsul dengan kondisi memprihatinkan terdapat di Jalan Pasteur Kota Bandung.
Halte itu dipenuhi debu, kumuh, dan siapa pun takkan mau menunggu bus TMB di situ. Kaca halte tampak pecah, dindingnya dipenuhi aksi coretan dinding. Terkadang halte itu dimanfaatkan tunawisma untuk tidur.
Teks dan Foto: Ari Maulidani
COMMENTS