SUARA PINGGIRAN: Sebuah Rumah Cagar Budaya di Saritem
Pusparita Tedja menempati rumah cagar budaya di Jalan Saritem, Bandung, yang mendapatkan penghargaan dari Pemkot Bandung. Ada suka duka tersendiri.
BandungBergerak.id - Kota Bandung banyak mewarisi bangunan-bangunan bersejarah peninggalan Belanda (heritage). Orang-orang sering menjadikan heritage-heritage ini sebagai latar belakang untuk berfoto. Namun, di balik keindahan arsitektur masa lalu yang bertebaran di Bandung, banyak cerita-cerita miris yang dialami pemiliknya
Tidak mudah merawat bangunan cagar budaya dan biaya perawatan pun tidak kecil. Belum lagi dengan pajak yang sangat tinggi. Meski demikian, ada juga pemilik bangunan yang setia mempertahankan bangunan cagar budaya ini dengan penuh keikhlasan. Dia adalah Pusparita Tedja. Berkat ketelatenannya merawat rumah kunonya, rumah di Jalan Saritem no 52 Bandung milik Pusparita mendapatkan penghargaan cagar budaya dari Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2022.
Pusparita menceritakan dampak dari dinobatkan rumahnya menjadi cagar budaya. Ia mengalokasikan anggaran yang didapat dari pemerintah untuk kebutuhan primer seperti pajak dan perbaikan-perbaikan bagian rumah. Setelah rumahnya menjadi cagar budaya, ia mendapatkan keringanan dalam membayar pajak dengan diberikan diskon 50 persen.
Dalam merawat rumahnya Pusparita selalu memanfaatkan barang yang ada dan mudah didapat terlebih dahulu, tidak semua langsung dibeli. Pernah suatu hari salah satu kaca jendela rumahnya pecah disebabkan oleh anak-anak yang bermain bola. Ia berusaha mengganti kaca jendela dengan barang yang menyerupai aslinya saja, karena barang aslinya sangat sulit didapatkan.
Pusparita banyak mengalami kejadian ganjil selama tinggal di rumah tua itu. Ia pernah mengalami seperti teror dari orang tidak dikenal yang menggedor-gedor pintu, ada juga teror melalui telepon. Karena itu ia pun memasang CCTV agar kemanan dirumahnya lebih terjaga.
Sehari-hari Pusparita membuat kue basah, ketika ada pesanan. Sebelum COVID-19 ia bisa memproduksi ratusan kue basah karena masih ada yang membantu dalam pembuatannya. Tetapi setelah COVID-19 pandemi ia hanya memproduksi kue basah sendiri dan tidak bisa membuat kue basah sebanyak dulu.
Pusparita menyayangkan belum adanya sosialisasi dari pemerintah mengenai perwatan rumah cagar budaya. Ia juga berharap pajak yang dibayarnya lebih ringan lagi. Ke depannya ia belum tahu akan seperti apa nasib rumah cagar budayanya. Ia menyerahkan masa depan rumah cagar budaya ini ke generasi penerusnya.
Bagaimana kelanjutan cerita Pusparita Tedja? Apa saja tantangan yang dihadapi selama tinggal dan merawawat rumah cagar budaya di Saritem? Silakan simak di Podcast Suara Pinggiran Youtube BandungBergerak.id. Podcast Suara Pinggiran merupakan upaya BandungBergerak.id untuk memberikan wadah untuk suara kelompok minoritas dan kaum marginal. Bergerak!
*Kawan-kawan dapat membaca lebih lanjut tulisan Repi M Rizki atau artikel lain tentang Cagar Budaya