Bandung Hari Ini: Setelah Deklarasi Kota HAM, lalu Apa?
Pada 2 April 2015, tepat hari ini enam tahun lalu, Bandung dideklarasikan sebagai Kota HAM. Deretan penghargaan berdatangan, tapi juga deretan kasus terus terjadi.
Penulis Tri Joko Her Riadi2 April 2021
BandungBergerak.id - Pada 2 April 2015, tepat hari ini enam tahun lalu, Bandung dideklarasikan sebagai Kota HAM (Hak Asasi Manusia), ditandai dengan pembubuhan tanda tangan oleh Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan pendiri sekaligus Ketua Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST) Marzuki Darusman.
“Saya Walikota Bandung atas nama warga Kota Bandung dengan ini mendeklarasikan Bandung sebagai Kota Hak Asasi Manusia dan berkomitmen untuk menghormati melindungi dan memenuhi hah-hak asasi warga Kota Bandung, untuk itu piagam Hak Asasi Manusia Bandung akan dirumuskan menurut prinsip-prinsip transparansi akuntabilitas dan partisipasi warganya. Guna menghormati melindungi dan memenuhi hak-hak asasi warga Bandung, deklarasi ini dan piagam Hak Asasi Manusia Bandung akan dilaksanakan atas dasar kebijakan pemantauan dan evaluasi serta pemulihan,” ucap Ridwan Kamil.
Setelah deklarasi, dipilih dua kelurahan yang dijadikan percontohan pengukuran indeks HAM oleh sebuah badan independen dengan menggunakan standar-standar yang telah ditetapkan oleh FIHRRST. Lebih jauh lagi, penghormatan pada HAM diharapkan bisa bermuara pada produk peraturan daerah (perda) sehingga memiliki kekuatan mengikat.
Ditegaskan Ridwan, Bandung memberanikan diri menjadi kota pertama di Indonesia bukan karena ia sudah paling baik menerapkan prinsip-prinsip HAM. Deklarasi ini dilihat sebagai langkah awal untuk memulai sebuah budaya baru.
Dalam perjalanannya, pendeklarasian ini bukan saja mendapatkan banyak ujian, tapi juga kritik dan kadang cibiran.
Belum Signifikan
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung Lasma Natalia mengatakan, sudah enam tahun umur deklarasi Bandung sebagai Kota Ham, namun belum ada perbaikan signifikan dalam penghormatan HAM di Kota Kembang. Kasus demi kasus pelanggaran HAM terus terjadi. Salah satu yang terkini adalah kekerasan yang diterima para pengunjuk rasa UU Omnibus Law.
“Dalam aksi-aksi itu, tidak sedikit mahasiswa dan buruh mengalami pemukulan dan menderita penganiayaan oleh aparat,” ujar Lasma ketika dihubungi BandungBergerak.id, Jumat sore.
Ada juga konflik-konflik yang awet berlangsung di tengah masyarakat. Di Tamansari, misalnya, sebagian warga masih terus menentang aksi penggusuran demi proyek pembangunan rumah deret. Terjadi beberapa kali bentrok fisik yang melukai bukan hanya warga tapi juga jurnalis yang sedang meliput.
Kewajiban pemerintah memenuhi hak kesehatan dan pendidikan warga juga mendapat ujian berat selama pandemi Covid-19. Menurut Lasma, masih ada kesenjangan yang membuat kaum marjinal berada di posisi rentan, bahkan korban.
“Selesaikan dulu konflik-konflik yang masih ada di tengah masyarakat, lalu perbaiki transparansi layanan publik,” ucap Lasma.
Deretan Kasus
Tidak butuh waktu lama untuk menguji komitmen Kota Bandung mendeklarasikan diri sebagai Kota HAM. Satu per satu muncul kasus perampasan hak warga untuk berekspresi dan beribadah.
Pada 6 Desember 2016, terjadi aksi pembubaran ibadah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) di Gedung Sabuga, Bandung, oleh sekelompok organisasi massa. Insiden ini memperpanjang daftar aksi serupa sebelumnya, mulai dari pembubaran diskusi Sekolah Marx di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI), pembubaran pentas teater monolog Tan Makaka di IFI Bandung, penghentian kegiatan pantomim di depan Gedung Merdeka, dan pembubaran Komunitas Perpustakaan Jalanan.
Pada 7 Desember 2016, ratusan warga dan komunitas sipil yang tergabung dalam Forum Demokrasi Bandung menyampaikan pernyataan sikap mereka. Selain mengecam segala jenis ancaman dan intimidasi, mereka juga “mempertanyakan Deklarasi Bandung Kota HAM yang selalu dibanggakan Wali Kota Ridwan Kamil karena pada kenyataannya masih ada intimidasi dan penghalang-halangan bagi umat beragama dalam menjalankan agama dan kepercayaannya.”
Kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Bandung menggenapi 65 kasus hukum di Jawa Barat di sepanjang tahun 2016 yang tercatat oleh LBH Bandung. Dalam insiden pemberangusan kebebasan berekspresi dan berpendapat, argumentasi yang digunakan adalah isu komunisme, aliran sesat, dan ekspresi yang dianggap mengganggu ketertiban umum.
Deretan Penghargaan
Sebaliknya dari sisi Pemerintah Kota Bandung, deklarasi Kota HAM diikuti dengan mengalirnya berbagai penghargaan. Pada 14 Desember 2020, Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana menerima penghargaan Kota Peduli HAM dari Menteri Hukum dan HAM (Kemhukham) Republik Indonesia Yasonna H. Laoly di Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat. Ini merupakan kali keempat Pemkot menerima penghargaan tersebut.
"Kami dari pemerintah kota memberikan kesetaraan dalam berbagai layanan publik. Ternyata kembali diapresiasi oleh kementrian Hukum dan HAM. Mudah-mudahan ini memicu teman-teman untuk meningkatkan pelayanan terbaik kepada siapa pun," tutur Yana dalam siaran persnya.
Selain Kota Bandung, ada delapan daerah lain di Jawa Barat, yang sangat mungkin tidak pernah melakukan deklarasi Kota HAM, yang menerima penghargaan serupa, yakni Kabupaten Garut, Kota Banjar, Kota Tasikmalaya, Kota Sukabumi, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Purwakarta, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bandung.
Di ajang itu, ada juga kategori kota atau kabupaten Cukup Peduli HAM. Di Jawa Barat, penerimanya adalah Kabupaten Cirebon, Kabupaten Karawang, Kabupaten Indramayu, serta Kabupaten Ciamis.
Sebelumnya pada 16 Maret 2017, Wali Kota Bandung RIdwan Kamil menerima Piagam penghargaan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) di Jakarta. Ada lima prestasi sang wali kota yang dijadikan pertimbangan pemberian penghargaan, di antaranya penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) dua gereja yang sebelumnya dipermasalahkan serta komitmennya menjadikan Bandung sebagai Kota Ramah HAM.