• Cerita
  • BANDUNG HARI INI: Ruslan Abdulgani Menerima Gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Padjadjaran

BANDUNG HARI INI: Ruslan Abdulgani Menerima Gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Padjadjaran

Dalam pidatonya, Ruslan Abdulgani banyak menyinggung tentang Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung yang memberi dampak pada pemerdekaan bangsa-bangsa Afrika.

Ruslan Abdulgani menyampaikan pidato dalam penganugerahan gelar doctor honoris causa dalam ilmu politik di Universitas Padjadjaran Bandung, 31 Juli 1961. Dalam pidato itu, ia banyak menyinggung tentang Konferensi Asia Afrika. (Sumber foto: buku Politik dan Ilmu)

Penulis Tri Joko Her Riadi31 Juli 2021


BandungBergerak.idPada 31 Juli 1961, tepat hari ini 60 tahun lalu, Ruslan Abdugani, menerima gelar doctor honoris causa dalam ilmu politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Yang jadi sponsornya adalah Mohammad Yamin. Di hari penganugerahan, Presiden Sukarno hadir menyaksikan.

Dalam pidatonya yang dijuduli “Politik dan Ilmu”, Ruslan Abdulgani banyak menyinggung Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung. Dalam gelaran bersejarah itu, Ruslan menunaikan tugas dengan sebaik-baiknya sebaga sekretaris jenderal.

Memilih Jalannya Sendiri

Di kampus Unpad Bandung, Ruslan Abdulgani membacakan sebuah pidato yang lumayan panjang. Ia memulainya dengan menggali definisi ilmu politik yang dikaitkan dengan urusan kekuasaan. Beberapa nama besar dihadirkan, mulai dari Lord Acton, Karl Kautsky, G. Plekanov, Friedich Engels, hingga Mohammad Yamin dan Sukarno sendiri.

Menurut Ruslan, dunia ketika itu sedang mengalami dua macam stabilisasi, yakni stabilisasi kapitalisme dan stabilisasi sosialisme. Indonesia tidak memilih stabilisasi kapitalisme yang ia sebut sebagai “jalan dunia lama”. Namun pada saat bersamaan, Republik yang baru berusia 16 tahun itu “belum mempunyai syarat-syarat untuk menempuh jalan dunia yang baru”.

Ruslan berpendapat, Indonesia sedang memilih “jalannya sendiri ke arah sosialisme dan perdamaian dunia”. Dari sinilah, ia kemudian bercerita banyak tentang Konferensi Asia Afrika yang bisa dijadikan cermin sekaligus rujukan.

“Dan sebagai suatu konsepsi idiil yang tidak hanya geografis terbatas pada benua Asia Afrika, maka jiwa Bandung merupakan pula kekuatan pendorong dari social conscience of Man di mana-mana, termasuk secara khusus di benua Amerika Latin,” kata Ruslan.

Menurut Ruslan, Konferensi Asia Afrika merupakan sebuah perkembangan sejarah yang wajar, dalam arti konferensi ini merupakan tanggapan atas penjajahan dan imperialisme yang ketika itu bersifat internasional. Ia menjadi masalah bersama yang dihapai oleh sekian banyak negara di dunia, terutama di benua Asia dan Afrika.

Di ujung pidatonya, Ruslan menegaskan apa yang sebelumnya pernah disampaikan Presiden Sukarno. Amal atau laku politik harus dilandasi oleh ilmu politik. Seperti Konferensi Asia Afrika yang lahir dari kesadaran penuh akan praktik penjajahan dan imperialisme internasional yang harus dilawan.

Tiga Tingkatan, 43 Karangan

Mohammad Yamin, selaku promotor penganugerahan gelar doctor honoris causa bagi Ruslan Abdulgani, juga menyampaikan pidato. Isinya, uraian tentang alasan-alasan penganugerahan tersebut.

Dalam pidatonya, Yamin menyebut Ruslan sebagai “seorang pemikir masyarakat dan penabur pikiran politik”. Ia melakukannya selama 16 tahun revolusi sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Ada tiga tingkatan medan perjuangan revolusi yang digeluti Ruslan Abdulgani, yakni Front Jawa Timur 1945-1947, Yogyakarta 1947-1949, dan Jakarta sebagai Pusat Republik Indonesia 1950-1961.

“Di tiga tempat geografis itu, beliau (Ruslan Abdulgani) senantiasa ikut berjuang, berfikir, dan menulis,” kata Yamin.

Sebagai promotor, Mohammad Yamin bertugas membaca dan menelaah semua karya tulis Ruslan Abdulgani di ketiga tingkatan medan perjuangan revolusi itu. Total ada 43 tulisan yang ia periksa.

Di Jawa Timur, misalnya, Ruslan menerbitkan majalah perjuangan yang dinamai “Bakti”. Sementara itu, di Yogyakarta, Ruslan hanya menulis satu karangan.

Di kota ketiga, Jakarta, Ruslan menulis banyak karangan. Di tingkatan ini jugalah ia mengambil peran sentral dalam gelaran Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung.

“Penganugerahan gelar kehormatan ini mengandung pengakuan sumbangsih seorang pemuka Indonesia kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia yang luhur gemilang,” kata Yamin di akhir pidatonya.  

Sidang penganugerahan gelar doctor honoris causa dalam ilmu sejarah kepada Ruslan Abdulgani, yang dipromotori oleh Mohammad Yamin, dihadiri langsung oleh Presiden Sukarno. (Sumber foto: buku Politik dan Ilmu)
Sidang penganugerahan gelar doctor honoris causa dalam ilmu sejarah kepada Ruslan Abdulgani, yang dipromotori oleh Mohammad Yamin, dihadiri langsung oleh Presiden Sukarno. (Sumber foto: buku Politik dan Ilmu)

Riwayat Ringkas

Ruslan Abdulgani dilahirkan di Surabaya, 24 November 1914. Ketika memperoleh gelar doctor honoris causa dalam ilmu politik dari Unpad Bandung itu, ia menjabat Menteri/Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung.

Tamat dari HIS Surabaya pada 1928, Ruslan melanjutkan pendidikannya ke MULO, lalu HBS Surabaya. Sejak di MULO, ia menjadi anggota aktif perkumpulan Jong Java.

Dari tahun 1935 sampai 1938, Ruslan menjadi pengajar di beberapa sekolah partikelir di Surabaya. Di era pendudukan Jepang, ia bekerja di Jawatan Perindustrian dan diangkat menjadi anggota PUTERA dan HOKOKAI.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Ruslan Abdulgani mulai berkiprah di bidang penerangan. Ia berpindah-pindah tugas dari satu kota ke kota lain di Jawa Timur salama masa revolusi berlangsung. Pada tahun 1946, Ruslan diangkat sebagai kepala Jawatan Penerangan Jawa Timur.

Pada Juni 1947, Ruslan diangkat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan Republik Indonesia di Yogyakarta. Pada 19 Desember 1948 pagi, tangan kanannya tertembak oleh pesawat terbang Belanda di awal Agresi Militer ke-2. Setelah beberapa bulan dirawt, Ruslan kembali menjabat Sekjen Kementerian Penerangan Republik Indonesia.

Karier Ruslan Abdulgani terus menanjak. Pada bulan April 1954 ia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Setelah berperan sentral dalam kesuksesan Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung, Ruslan diangkat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dari Maret 1956 hingga April 1957. 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//