Selama Capaian Vaksinasi Covid-19 Belum Merata, Sertifikat Vaksin Dinilai Diskriminatif
Distribusi maupun menggencarkan program vaksinasi Covid-19 merupakan kewajiban pemerintah.
Penulis Bani Hakiki13 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Ketika jangkauan vaksinasi Covid-19 di daerah belum merata karena keterbatasan stok vaksin dari pemerintah pusat, maka pemberlakuan sertifikat vaksin untuk mengakses layanan publik dinilai diskriminatif. Distribusi maupun menggencarkan program vaksinasi sendiri merupakan kewajiban pemerintah.
Sertifikat vaksin sebagai syarat pelayanan publik dan akses terhadap ruang publik ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Pasal 13A menyebutkan, siapa pun yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin wajib mengikuti vaksinasi. Jika tidak, bisa dikenakan sanksi administratif, antara lain penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan.
Berdasarkan UU Pelayanan Publik, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat, Dan Satriana, menganggap syarat tersebut tidak tepat diterapkan untuk saat ini. Selain itu, sertifikat vaksin berpotensi melanggar asas persamaan hak dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
“Pemerintah belum dapat memenuhi target vaksinasi yang mengakibatkan sebagian masyarakat belum mendapatkan vaksin. Maka, penggunaan sertifikat vaksinasi sebagai syarat mendapatkan pelayanan publik, terutama pelayanan publik dasar, pada saat ini sangat tidak tepat,” ujarnya melalui pesan singkat pada Kamis (12/8/2021).
Dan Satriana menambahkan, kebijakan sertifikat vaksin sebagai syarat mengakses layanan publik tidak otomatis mempercepat target capaian. Justru bisa memuculkan kesalahpahaman bahwa orang yang menerima vaksin itu tidak dapat tertular dan bebas berkegiatan.
Pemerintah pun diminta lebih fokus dalam menangangi pagebluk melalui pemenuhan standar tes Covid-19, penelusuran, dan tindak lanjut perawatan (3T), juga penegakan protokol kesehatan, alih-alih membuat aturan yang berpotensi memicu diskriminasi.
Belum meratanya vaksinasi Covid-19 terlihat di Jawa Barat. Provinsi dengan penduduk 49,94 juta ini, diketahui membidik sekitar 37,9 juta warganya divaksin untuk mencapai status kekebalan kelompok atau herd immunity minimal 70 persen sesuai standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Berdasarkan data pen-prod.udata.id pada 10 Agustus 2021, masyarakat Jabar yang telah mendapat vaksinasi Covid-19 dosis pertama sebanyak 6.922.375 orang. Adapun untuk dosis kedua sebanyak 3.402.548 orang.
Dan Satriana memaparkan, masih terdapat beberapa kabupaten di Jawa Barat yang capaian vaksinasinya belum menyentuh 10 persen.
“Untuk mencapai target 37 juta orang dan memeratakan capaian vaksinasi di seluruh wilayah Jawa Barat diperlukan koordinasi dan menyamakan program vaksinasi antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan seluruh pemerintah kabupaten/kota,” kata Dan.
Baca Juga: Artidjo Alkostar dan para Nakes Masuk dalam Daftar Penerima Tanda Jasa dan Kehormatan dari Presiden Jokowi
Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Kasus Kematian masih Bertambah
Vaksinasi Covid-19 adalah Tanggung Jawa Pemerintah
Dampak dari kebijakan sertifikat vaksin dirasakan beberapa anggota Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung di lapangan. Mereka mengaku sempat tidak bisa melewati akses masuk salah satu kantor pengadilan di Kota Bandung dengan alasan tidak membawa surat vaksin dan bukti tes negatif Covid-19. Padahal tidak ada pemberitahuan resmi dari pihak pengadilan sebelumnya.
Anggota Tim Divisi Riset dan Kampanye LBH Bandung, Heri Pramono mengungkapkan bahwa pihak pemerintah salah kaprah dalam menerapkan strategi pelaksanaan dan sosialisasi vaksinasi. Kesalahan itu telah mengakibatkan banyak hambatan di berbagai sektor yang sifatnya administratif.
“Seharusnya vaksinasi itu adalah hak dan kewajiban untuk seluruh masyarakat yang jadi tanggung jawab pemerintah, bukan dijadikan dalih untuk mempersulit akses pelayanan publik,” tegasnya melalui sambungan telepon, Kamis (12/8/2021).
Dan Satriana pun mendesak Pemprov Jabar untuk menyediakan sarana vaksin yang mencukupi dan melaksanakan vaksinasi seluas-luasnya secara gratis. Tidak hanya itu, berbagai upaya percepatan juga perlu terus dikembangkan dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat dan penyelenggara layanan kesehatan berbasis kewilayahan.
Ombudsman mendorong pembentukan Divisi Khusus Percepatan Vaksinasi Jabar oleh Gubernur Jabar dengan menyiapkan strategi yang pelaksanaannya merata sehingga tidak ada potensi diskriminasi di lapangan.
Keberatan Vaksinasi Jabar Disebut masih Rendah
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku keberatan jika jangkauan vaksinasi di Jawa Barat disebut masih rendah. Ia mengungkapkan, pada periode 10 Agustus 2021, total distribusi vaksin COVID-19 dari pemerintah pusat ke Jabar sebanyak 13.346.384 dosis. Sedangkan realisasi sudah mencapai 10.181.667 dosis atau 76,28 persen dari total distribusi.
Adapun sisa distribusi-realisasi sebanyak 3.164.717 dosis akan digunakan untuk dosis kedua yang membutuhkan 3.469.079 dosis. Artinya, saat ini, Jabar kekurangan vaksin COVID-19 untuk dosis kedua sebanyak 304.362 dosis.
"Jadi saya keberatan kalau vaksinasi disebut Jabar masih rendah. Kita ini menghabiskan apa yang dikasih. Jadi jangan selalu mengukur dari persentase. Jumlah yang diberikan ke DKI dan Jabar itu mirip-mirip dan kita habiskan dengan kecepatan yang hampir sama," ucap Ridwan Kamil.
"Kalau dipersentasekan terhadap jumlah penduduk, maka memang terlihat rendah. Tapi, bukan rendah karena kinerja. Jadi kalau boleh membandingkannya dengan absolut atau jumlah yang sudah disuntikan," imbuhnya.