• Berita
  • Ketentuan Tidak Puasa Saat Divaksin Covid-19 pada Bulan Ramadan

Ketentuan Tidak Puasa Saat Divaksin Covid-19 pada Bulan Ramadan

MUI membolehkan tidak puasa ketika menerima vaksin Covid-19. Dari sisi medis, belum ada penelitian vaksin pada orang yang puasa.

Penyuntikan vaksin AstraZaneca Covid-19 di Bandung. Program vaksinasi Covid-19 akan terus bergulir di bulan Ramadan. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Iman Herdiana7 April 2021


BandungBergerak.id - Ada ketentuan vaksinasi Covid-19 disuntikan kepada orang yang sudah makan terlebih dahulu. Ketentuan ini menjadi pertanyaan di saat bulan puasa di mana umat Islam menjalankan ibadah Ramadan. Bagaimana menyikapinya?

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Rosye Arosdiani mengatakan memang ada anjuran agar makan berat terlebih dahulu sebelum divaksin Covid-19. Namun Rosye menjelaskan hal itu sebagai langkah antisipasi. Sebab, bisa jadi setelah divaksin merasakan pusing yang penyebabnya karena belum makan bukan karena vaksin.

“Kadang yang pusingnya itu karena kadar glukosa kurang dari tubuh. Ini jadi bias apakah karena vaksinasi atau bukan. Makanya dianjurkan untuk makan dahulu,” kata Rosye Arosdiani, dikutip dari siaran pers, Selasa (6/4/2021).

Menanggapi kondisi tersebut, Kepala Bidang Fatwa dan Konsultasi Keagamaan MUI Kota Bandung, Asep Djamaludin menyatakan dalam kondisi tertentu dan kemendesakan maka berbuka puasa sebelum waktunya diperbolehkan.

Dengan kata lain, tidak puasa karena akan menjalani penyuntikan vaksin diperbolehkan sebab kondisi kedaruratan Covid-19. Kata Asep, jika memang dihadapkan pada kondisi darurat lantaran berbenturan dengan masalah kesehatan yang sangat kronis maka dibolehkan tidak puasa.

Meski demikian, puasa yang batal karena makan sebelum divaksin itu harus diganti di hari lain atau dikodo. Ketentuan ini berlaku untuk orang yang memang benar-benar memerlukan makan sebelum divaksin. Hal ini berkaitan dengan kesehatan orang tersebut.

“Itu kondisional, jika memang memiliki riwayat penyakit saya kira itu boleh saja berbuka atau makan sebelum vaksin. Diperbolehkan tapi kasuistis tergantung situasi pribadinya tidak secara umum. Kalau memang sangat diharuskan untuk makan dulu sebelum divaksin maka boleh tidak shaum tetapi harus dikodo pada hari lain,” terang Asep.

Tidak Batal Puasa

Orang yang divaksin sambil tetap menjalankan puasa juga diperbolehkan menurut agama. Vaksin dinyatakan tidak membatalkan saum. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung, Miftah Faridl menyatakan, pemberian vaksin tidak disuntikan melalui lubang yang dapat membatalakan puasa seperti mulut, hidung, telinga, dubur, atau kemaluan.

"Tidak membatalkan puasa," tegas Miftah Faridl. Oleh sebab itu, ia meminta seluruh umat muslim tidak ragu divaksin. Terlebih, Kementerian Agama telah menyatakan, vaksinasi Covid-19 pada saat bulan Ramadan tidak mengganggu ibadah puasa.

MUI juga telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 02 Tahun 2021 tentang kehalalan vaksin produksi Sinovac dan PT Biofarma, artinya vaksin boleh digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, termasuk umat muslim.

Dengan demikian, masyarakat tak perlu lagi khawatir. Ia pun mengajak seluruh umat muslim untuk mendukung dan mengikuti program pemerintah. "Kami mengimbau umat untuk tetap turut serta mengikuti vaksin sesuai dengan peraturan dan jatah waktu yang ditentukan. Kita harus mensukseskan program pemerintah vaksinasi untuk kemaslahatan umat," serunya.

Kepala Bidang P2P Dinkes Kota Bandung, dr. Rosye Arosdiani menjelaskan, vaksin Covid-19 bukan berasal dari zat nutrisi/makanan, melainkan dari virus yang dilumpuhkan. Ia juga memastikan vaksinasi tetap berjalan normal selama Ramadan. Pasalnya, para ahli kesehatan menyebutkan, tidak ada perbedaan vaksinasi saat berpuasa dengan di waktu yang lain.

Kendati demikian sejauh ini memang belum ada penelitian terhadap vaksinasi kepada orang yang sedang puasa. “Tetapi para ahli menyampaikan sebetulnya secara medis tidak ada perbedaan antara sedang shaum ataupun yang tidak,” ucap Rosye.

Khusus bagi masyarakat yang memiliki riwayat penyakit bawaan cukup berat diharapkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu kepada dokter. Konsultasi ini penting untuk menentukang langkah vaksinasi di bulan Ramadan bagi orang tersebut

“Hanya pada saat Ramadan yang punya penyakit tertentu lebih baik konsultasi pada dokter dan pada saat sahur makan makanan yang cukup. Bagi yang akan divaksin juga harus jujur terhadap riwayat penyakit,” imbuhnya.

Syarat Vaksin Harus Sehat

Ketua Satgas Covid-19 Unpad Dwi Agustian mengatakan, syarat utama seseorang bisa dilakukan vaksinasi adalah harus dalam keadaan sehat. Ini karena vaksin yang dipakai dalam program vaksinasi baru melewati tahap pengujian klinis pada relawan yang dikategorikan sehat, misalnya vaksin Sinovac yang sebelumnya uji klinis oleh PT Bio Farma dan FK Unpad.

“Sementara pada yang sakit, kita belum tahu efeknya, sehingga otomatis perlu kehati-hatian dengan seyogianya tidak memberikan dahulu vaksin sampai kondisinya sehat,” kata Dwi Agustian, dikutip dari keterangan pers Humas Unpad.

Dosen dan Epidemiolog Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat FK Unpad Dr. Yulia Sofiatin, dr., Sp.PD, juga menegaskan bahwa vaksinasi Covid-19 diberikan pada orang yang dikategorikan sehat, sehingga antibodi yang dihasilkan dari vaksin akan mampu melindungi serangan infeksi dari luar.

Vaksinasi merupakan upaya untuk meniru proses tubuh saat tubuh terinfeksi virus. Ketika virus masuk, tubuh merespons dalam bentuk meningkatkan kekebalan tubuh untuk membentuk antibodi. Vaksin berperan dalam melakukan pembentukan antibodi tersebut.

Ilustrasinya, virus yang masuk ke dalam tubuh akan ditangkap oleh antibodi. Nanti tubuh akan melihat profil virusnya. Jika suatu waktu virus dari luar kembali masuk ke tubuh, maka antibodi akan langsung bertindak untuk melumpuhkan virus.

Untuk menciptakan antibodi yang baik diperlukan kondisi tubuh yang sehat. Karena itu, vaksinasi sebaiknya diberikan kepada orang sehat. Jika tidak sehat, kemampuan vaksin dalam membentuk antibodi pada tubuh menjadi kurang.

“Kalau sakit, antibodi yang terbentuknya tidak cukup, pertahanannya akan gagal,” kata Yulia.

Seseorang dikategorikan sehat jika tubuh tidak memiliki penyakit sama sekali. Ciri orang tidak sakit adalah tidak adanya demam. Demam perupakan tanda adanya infeksi di dalam tubuh. Maka orang yang demam tidak boleh divaksin.

Selain itu, kata Yulia, orang yang akan divaksinasi juga harus cukup tidur, minimal satu malam sebelum ia divaksinasi. Tidur merupakan aktivitas untuk memulihkan kembali kondisi tubuh setelah digunakan untuk beraktivitas. Jika waktu tidurnya terganggu, proses pemulihan tubuhnya menjadi tidak maksimal.

Syarat Vaksin Bagi Orang dengan Riwayat Penyakit

Orang dengan penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes, dan jantung, tidak disarankan menerima vaksin Covid-19. Tetapi ada kondisi yang memungkinkan seseorang dengan penyakit ini masih bisa divaksinasi.

“Kalau orang punya penyakit kronis tapi saat divaksinasi kondisinya terkendali, dia masih bisa diberikan vaksin. Yang tidak boleh itu kalau (penyakitnya) sedang tidak terkendali,” jelas dr Yulia.

Sebagai contoh, apabila saat divaksinasi tensi darahnya sedang naik, kadar gulanya tinggi, hingga sedang sesak napas untuk pengidap jantung, tidak disarankan untuk divaksinasi saat itu. Orang tersebut wajib dipulihkan dulu kondisi tubuhnya.

Untuk skrining sebelum suntik vaksin sangat penting. Skrining dapat menentukan seseorang dalam kategori sehat atau tidak. Sehingga orang yang akan divaksin wajib mengikuti skrining ini.

Secara umum, skrining vaksin terdiri dari dua tahap, yaitu pemeriksaan suhu tubuh dan tensi darah. Kedua, skrining berupa wawancara antara petugas medis dan peserta vaksin. Saat wawancara, orang yang akan menerima vaksin harus menjawab pertanyaan dengan jujur.

Pertanyaan saat skrining sangat menentukan keselamatan peserta yang akan divaksin. Hasil skrining menentukan bahwa peserta tersebut layak atau tidak layak diberikan vaksin.

“Informasi sejujur-jujurnya akan membuat petugas memahami apakah peserta tersebut aman atau justru tidak aman divaksinasi. Memberikan informasi bohong akan berbahaya bagi peserta vaksin,” terang Yulia.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//