• Berita
  • Bandung Kota Rawan Bencana (4-Habis): BPBD dan Kesadaran Masyarakat Jadi Kunci

Bandung Kota Rawan Bencana (4-Habis): BPBD dan Kesadaran Masyarakat Jadi Kunci

Salah satu tugas BPBD ialah memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada masyarakat. Namun hingga saat ini Kota Bandung belum memiliki BPBD.

Awan tebal menggantung di langit Kota Bandung, 1 April 2021. Sebagian daerah di Jawa Barat masuk musim musim hujan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana7 April 2021


BandungBergerak.id - Potensi bencana yang dihadapi Kota Bandung tidak main-main. Mulai ancaman Sesar Lembang yang jaraknya hanya 10 kilometer dengan pusat kota, penurunan muka tanah dan ancaman krisis air bersih, kebakaran, banjir, sampah, sampai angin puting beliung.

Semua jenis bencana itu memerlukan mitigasi untuk mengurangi resiko bencana. Komponen penting dari mitigasi bencana ialah membangun kesadaran masyarakat terhadap resiko bencana. Sebab jika Sesar Lembang bergerak, misalnya, masyarakat yang paling merasakan dampaknya.

“Terkait ancaman bencana di Kota Bandung yang paling penting kesiapan masyarakatnya, dalam artian perlu edukasi dan sosialisasi terus menerus. Kesadaran masyarakat itu menjadi satu kunci dalam mitigasi,” kata Koordinator Bidang Program Bandung Mitigasi Hub, Dodi Julkarnaen, saat dihubungi BandungBergerak melalui sambungan telepon, Rabu (7/4/2021).

Tetapi, membangun masyarakat sadar bencana tentu tidak mudah. Dibutuhkan peran banyak pihak dari pemerintah, institusi pendidikan, kalangan swasta atau komunitas. Misalnya, soal potensi bencana patahan atau Sesar Lembang di mana masih banyak masyarakat Lembang sendiri yang memerlukan edukasi potensi bencana patahan gempa bumi aktif tersebut.

Pada awal 2021 muncul hoaks soal akan terjadi gempa besar akibat aktivitas Sesar Lembang. Banyak masyarakat yang panik, banyak yang bertanya kapan sebenarnya Sesar Lembang bergerak. Padahal sejatinya tidak ada satu pun teknologi di dunia saat ini yang mampu memprediksi kapan terjadi gempa bumi.

“Jadi kalau bertanya kapan gempa terjadi, artinya masyarakat sangat memerlukan edukasi,” kata Dodi.

Jadi membangun kesadaran masyarakat terhadap resiko bencana masih menjadi PR (pekerjaan rumah) besar yang harus dikerjakan pemerintah bersama elemen masyarakat. Edukasi yang perlu disampaikan kepada masyarakat sebenarnya bersifat mendasar namun harus berulang-ulang dan menggunakan beragam pendekatan.

Masyarakat harus mengenal potensi ancaman bencananya. Misalnya soal Sesar Lembang, masyarakat harus mengenai dampaknya, karakterisitiknya, dan selanjutnya melakukan kesiapsiagaan jika terjadi gempa. Contohnya, apa yang harus dilakukan ketika terjadi gempa bumi Sesar Lembang, bagaimana menghadapi gempa bumi ketika sedang di dalam rumah, di kendaraan, di gedung, dan seterusnya.

Pemahaman-pemahaman tersebut perlu disampaikan lewat edukasi dan sosialisasi yang intens. Pemahaman ini pun belum tentu tumbuh di masyarakat Kota Bandung yang kompleks atau majemuk. Dodi sendiri menjadikan kafenya di kawasan Baru Ajak, Lembang, sebagai tempat edukasi kebencanaan. Kafe ini biasa menjadi tempat kumpul anak muda dan senior. Sambil ngopi, mereka bertukar informasi tentang potensi bencana dan mitigasinya.

“Pendekatan pada milenial dan yang senior berbeda. Belum lagi pendekatan pada masyarakat religius, lansia, dan lain-lain. Pendekatan ini tak bisa hanya dilakukan oleh satu komunitas saja, atau oleh pemerintah saja. Ini perlu kerja bareng,” katanya.

Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran penting sebagai pembuat kebijakan kebencanaan. Pemerintah harus melakukan pemetaan potensi bencana, mengkoordinir komunitas-komunitas yang aktif di bidang kebencanaan. Untuk itulah diperlukan peran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Tugas BPBD bukan saja saat bencana terjadi, melainkan melakukan mitigasi di saat bencana belum terjadi, sampai pasca-bencana.

BPBD menjadi mediasi komunitas atau organisasi yang konsens terhadap kebencanaan. BPBD pula yang melakukan koordinasi dengan berbagai instansi di pemerintahan maupun swasta.

Dodi menuturkan, di kafenya sering digelar diskusi santai tentang kebencanaan. Yang terbaru adalah “Pelesir Jauh dari Mamala” dengan narasumber pakar geografi T Bachtiar. Acara ini dihadiri BPBD Kabupaten Bandung Barat.

“Hadirnya BPBD bagi kami jadi penyemangat. BPBD menjadi semacam mediator untuk komunitas, karena ego komunitas itu kencang, mungkin baik juga ada BPBD sebagai mediator untuk bisa menempatkan siapa berbuat apa,” tuturnya.

Bandung Perlu BPBD

Masalahnya, Kota Bandung belum memiliki BPBD. Sejauh ini Pemkot Bandung mempercayakan penanganan bencana pada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Diskar PB) yang baru-baru ini membentuk Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB).

Padahal peran BPBD tidak hanya tanggap darurat ketika terjadi bencana, seperti tanggap darurat yang biasa dilakukan Diskar PB. Tugas utama BPBD justru melakukan mitigasi bencana, yakni ketika bencana belum terjadi. BPBD, misalnya, Menyusun peta rawan bencana dan mensosialisasikan ke masyarakat.

“Kota Bandung belum memiliki BPBD karena mungkin ancaman langsung tak ada, tapi sebenarnya Bandung dapat kiriman (bencana) dari mana-mana, misalnya kalau hujan di Lembang, banjirnya di Bandung, begitu juga dengan Sesar Lembang,” paparnya.

Keberadaan Satlak PB di bawah Diskar PB dinilai kurang memadai mengingat besarnya potensi bencana yang dihadapi Kota Bandung. Belum lagi menghadapi bencana penurunan tanah, krisis air bersih, dan sampah.

Soal sampah, Bandung memang tidak memilki TPA. Selama ini, sampah Kota Bandung dibuang ke TPA di luar kota. Tetapi ketika terjadi gangguan di TPA, sampah di Kota Bandung menggunung. “Nah kalau punya BPBD itu kan bisa kerja sama antar badan, memudahkan koordinasi antar wilayah administrasi,” terang Dodi.

Tugas BPBD Bukan Saja Bencana Alam

Potensi bencana di Kota Bandung kalau dipetakan bisa sangat banyak. Selain Sesar Lembang, penurunan muka tanah, krisis air bersih, kebakaran, banjir, sampah, angin puting beliung, ada potensi bencana yang sifatnya non-alam, yaitu wabah seperti yang pandemi Covid-19 saat ini, dan ada juga bencana sosial.

Luasnya ruang lingkup kebencanaan membuat pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang membawahi BPBD di level provinsi, kota, dan kabupaten. Namun di antara daerah yang ada di Indonesia, Bandung menjadi salah satu yang masih belum membentuk BPBD.

Masyarakat dan komunitas yang intens di bidang kebencanaan sudah lama mengusulkan pembentukan BPBD Kota Bandung. Sebab keberadaan BPBD akan membuat manajemen kebencanaan maupun mitigasi bencana menjadi lebih luwes atau leluasa.

Sekretaris Jenderal Bandung Mitigasi Hub R.L Firmansyah mengatakan, menurut Undang-undang Kebencanaan, bencana terdiri dari bencana alam dan non-alam seperti Covid-19 dan bencana sosial. Undang-undang ini merupakan payung hukum BNPB dan BPBD. Sehingga orang yang menjabat di BNPB maupun BPBD harus memiliki kemampuan yang tinggi.

“Kalau Bandung mau membentuk, sumber daya manusianya harus punya integritas tinggi, skill full, karena yang diurus banyak dan tidak mudah,” kata Firmansyah.

Firmansyah berharap, Kota Bandung segera memiliki BPBD yang nantinya akan menjadi mitra yang pas bagi Bandung Mitigasi Hub. Salah satu agenda yang dijalankan komunitas kebencanaan ini ialah menjembatani hasil riset para pakar kebencanaan kepada masyarakat umum.

Menurutnya, selama ini terjadi jurang pemisah antara riset ilmiah kebencanaan dengan masyarakat. Padahal riset-riset ilmiah sangat penting dalam mengingatkan kesadaran masyarakat soal kebencanaan.

“Paradigma kebencanaan sekarang bukan lagi di tanggap darurat, bukan saat bencana baru bergerak, tapi di negara maju sudah di mitigasi atau pra-bencana. Semua fokus untuk kurangi resiko bencana. Termasuk mengingkatakan kesadaran masyarakat terhadap resiko bencana,” terangnya.

Salah satu agenda rutin Bandung Mitigasi Hub ialah acara virtual tentang kebencanaan dengan berbagai narasumber dari lintas disiplin ilmu. Sejak dibentuk setahun lalu, total acara diskusi virtual yang digelar Bandung Mitigasi Hub sebanyak 169 kali yang dihadiri peserta dari Sabang sampai Meraoke, bukan Bandung saja.  

“Intinya, kalau bisa bersinergi lebih bagus. Di kebencanaan ini mkMakin banyak peserta makin baik,” katanya. Hadirnya BPBD Kota Bandung nantinya diharapkan pentingnya mitigasi bencana di Kota Bandung semakin bergema di masyarakat.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//