• Dunia
  • Jejak Bandung di Afrika, dari Libya hingga Aljazair

Jejak Bandung di Afrika, dari Libya hingga Aljazair

Konferensi Asia Afrika masih bergema di negara Afrika hingga kini. Bandung diabadikan jadi nama jalan di Libya, Bung Karno juga dibikin patungnya di Aljazair.

Tangkapan layar Bandung Street di Tripoli, Libya, Jumat (9/4/2021). Libya menjadi salah satu negara di Afrika yang menghormati Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung.

Penulis Emi La Palau9 April 2021


BandungBergerak.id - Jika mengetik nama “Bandung” di Google Map Kota Tripoli, Libya, maka yang muncul adalah Bandung Street yang letaknya berdekatan dengan Jakarta Hotel, bersimpangan dengan Baghdad Street. Jadi ada dua nama Ibu Kota yang menjadi nama tempat di negeri Muammar Qaddafi itu.

Penamaan Jalan Bandung di Libya tak lepas dari gema Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955. Di luar negeri, KAA dikenal juga sebagai Konferensi Bandung. Masa itu, seluruh perhatian dunia terpusat pada perhelatan konferensi yang dihadiri dua per tiga jumlah negara di dunia, ketika kedamaian terancam Perang Dingin antara Blok Sekutu (AS dkk.) dan Blok Soviet.

Mengutip laman resmi Museum KAA, ada 29 negara-negara Asia dan Afrika menghadiri KAA, salah satunya Libya yang mengutus tiga utusannya sebagai delegasi, yakni Mahmoud Muntasser yang ketika itu menjabat Duta Besar bertugas di London, Inggris, bersama dua rekannya Suleiman El Jerbi dan Ahmed F. Ben Saoud.

Dalam sidang pembukaan KAA di Ruang Utama Gedung Merdeka yang terjadi Senin, 18 April 1955, Mahmoud Muntasser mengingatkan perjuangan bangsa Asia dan Afrika dalam mewujudkan harmoni dan perdamaian tidak mudah.

Menurut pria kelahiran Ajeilat, Tripoli, Libya tahun 1930 itu, bangsa Asia dan Afrika menghadapi tiga jenis bahaya, yaitu kolonialisme, diskriminasi rasial, dan intervensi ideologi asing. Muntasser menyampaikan pidato di depan ratusan delegasi Asia dan Afrika yang memadati Gedung Merdeka, Bandung.

Dari konferensi inilah tumbuh persaudaraan antara Afrika dan Asia, khususnya dengan Indonesia, dan wabil khusus dengan Bandung sebagai Ibu Kota Asia Afrika. Beberapa tanda atas penghargaan itu dihadirkan dalam bentuk nama-nama jalan di beberapa negara, seperti yang terjadi di jantung pusat kota Libya, Tripoli, di mana hadir nama ‘Bandung Street’ yang berdekatan dengan Hotel Jakarta.

Kepala Museum KAA, Dahlia Kusuma Dewi memperkirakan Jalan Bandung alias Bandung Street sudah lama berada di Tripoli, Libya. Ia menduga jalan tersebut diberi nama Jalan Bandung usai gelaran KAA, sebagai bentuk penghargaan kepada Indonesia, juga sebagai bentuk solidaritas terhadap kesamaan nasib yang dialami negara-negara peserta KAA.

“Sama ini juga menunjukkan bahwa Libya ini memberikan penghargaan kepada Indonesia ya, khususnya peristiwa Konferensi Bandung,” ungkap Dahlia Kusuma Dewi, kepada BandungBergerak melalui sambungan telepon, baru-baru ini. 

Selain Jalan Bandung di Libya, beberapa negara di Afrika juga mengabadikan nama-nama tokoh atau daerah Indonesia sebagai nama jalan atau tempat mereka. Ada Jalan Ahmed Soekarno di Mesir, dan juga Jalan Soekrno di Maroko. Nama tempat ini diambil dari nama Presiden pertama RI, Sukarno, yang namanya harum di level internasional.

Baca Juga:

Kebanyakan dari negara-negara tersebut menamai tempat-tempat di negara mereka berkaitan dengan KAA. Penamaan ini juga menunjukkan bahwa negara di Afrika dan Asia bersaudara. Lahir dari kesamaan akan rasa untuk memperjuangkan kemerdekaan Bersama dan bebas dari kolonialisme yang waktu itu masih mencengkeram sebagian besar negara Asia dan Afrika.

“Mereka ini dekat dengan kita dan menjadi bagian dari kita bersama-sama sebagai bangsa di dunia memeperjuangkan kemerdekaan kita bersama,” kata Dahlia Kusuma Dewi.

Setelah KAA digelar, banyak negara-negara di Asia Afrika yang merdeka. Sejarah mencatat, Libya merdeka dari Italia pada 10 Februari 1947. Negeri ini kemudian dipimpin secara otoriter oleh Muammar Qaddafi. Diktator Qaddafi kemudian tumbang oleh gelombang unjuk rasa besar-besaran. Berkat intervensi Amerika Serikat, rezim Qaddafi yang berkuasa lebih dari 40 tahun akhirnya tumbang. Hingga kini, Libya masih terancam perang.

AAC Corner dan Kekuatan Diplomasi

Belum lama ini, sekitar awal tahun 2021, diresmikan pula Asian-African Conference Corner atau AAC Corner di Gedung Perpustakaan Ali Al-Gharyani yang merupakan salah satu perpustakaan terbesar di distrik Tajoura, Tripoli, Libya.

Di dalam Asian-African Conference Corner terpajang sejumlah foto-foto gelaran KAA, terutama dokumentasi mengenai kedatangan dan peran delegasi dari Libya. Ini sebagai bukti lain dari warisan intelektual KAA agar terus dilestarikan dan tetap hidup.

“Jadi ini adalah pemberian untuk Indonesia agar bisa memajang dokumentasi-dokumentasi dari KAA di perpustakaan Ali Al-Gharyani. Artinya mereka menilai KAA itu penting untuk dipelajari dan nilai-nilai ini bisa kita lestarikan,” terangnya.

Selain ‘Jalan Bandung’ di Libya, di Mesir terdapat pula Jalan Ahmed Soekarno serta Jalan Soekarno di Maroko. Semua untuk mengenang peristiwa KAA yang telah menginspirasi gelombang kemerdekaan terutama di benua Afrika.

Hadirnya nama-nama tempat berbau KAA memberikan dampak positif dari sisi diplomasi bagi Indonesia. Menurut Dahlia, ini berarti Indonesia punya pengaruh di pentas Internasional.

“Itu sebuah wujud keberadaan kita diakui. Kedua kita dipandang negara yang baik. Kalau sampai nama-nama kita itu diabadikan di satu negara itu artinya kita punya andil, jadi peran kita dirasaka oleh mereka,” ungkapnya.

KAA membuat reputasi Indonesia di dunai Internasional diakui. Hal ini juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tawar maupun promosi ke mancanegara. Misalnya dengan Libya yang memakai “Bandung” sebagai bagian dari nama jalan di Ibu Kota mereka, dan pengakuan arti besar KAA, menjadi memontum tersendiri bagi Indoneisa untuk lebih mengenalkan Bandung dan Indonesia.

“Supaya masyarakat dunia bisa tertarik untuk berkunjung ke Indonesia dan mempelajari tentang Indonesia,” paparnya.

Monumen Sukarno di Alzajair. Bung Karno dinilai sebagai tokoh yang berperan besar di dunia internasional, antara lain, mendukung penuh PM Ali Sastroamidjojo yang menginisiasi Konferensi Asia Afrika.  (Foto: Humas Pemprov Jabar)
Monumen Sukarno di Aljazair. Bung Karno dinilai sebagai tokoh yang berperan besar di dunia internasional, antara lain, mendukung penuh PM Ali Sastroamidjojo yang menginisiasi Konferensi Asia Afrika. (Foto: Humas Pemprov Jabar)

Monumen Sukarno dan Revolusi Aljazair

Jika di Libya ada Jalan Bandung, lain lagi di Aljazair. Di Kota Aljir dibangun Monumen Soekarno yang didirikan untuk menghormati Sukarno, Proklamator Kemerdekaan RI. Pembangunan monumen Sukarno diinisiasi Ridwan Kamil yang kini menjabat Gubernur Jawa Barat, yang berkolaborasi dengan seniman Dolorosa Sinaga.

Monumen patung Sukarno di Aljazair diresmikan 18 Juli 2020. Mengutip laman resmi Pemprov Jabar, Pembangunan monumen Sukerno hasil diskusi Ridwan Kamil dengan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Aljazair Safira Machrusah yang menyebut Aljazair sangat menghormati dan menghargai jasa Sukarno. Ide ini disambut baik Gubernur Aljir.

Selanjutnya, Gubernur Aljir menyediakan lahan di pusat kota untuk pembangunan Monumen Sukarno. Monumen didesain setengah lingkaran berbentuk bulan sabit dengan lima lingkaran. Kemudian, di tengahnya, berdiri patung Sukarno yang menghadap ke dua sisi.

Dubes Indonesia untuk Aljazair Safira Machrusah mengatakan, bagi Aljazair, peristiwa Konferensi Asia Afrika dan Sukarno berkontribusi besar terhadap revolusi Aljazair di tingkat internasional. Menurutnya, peristiwa itu disampaikan langsung oleh mantan Presiden Aljazair, Abdelaziz Bouteflika melalui interview diplomat Aljazair Lakhdar Brahimi.

“Disampaikan dalam wawancara eksklusif yang dilakukan oleh Lakhdar Brahimi ketika diwawancarai, beliau mendengar bahwa mantan presiden Bouteflika itu menyampaikan bahwa KAA ini seperti revolusi Aljazair di tingkat internasional,” kata Safira.

“Tokoh KAA yang berada di sini Bung Karno itu memang memberikan kontribusi yang luar biasa dan diapresiasinya sangat luar biasa oleh Aljazair,” tambahnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//