Kecamatan Ujung Berung: Zaman Intel Belanda dan Musik Cadas ala Ujungberung Rebels
Kecamatan Ujung Berung melahirkan band cadas, seperti Burgerkill, Jasad, Forgotten. Intel Belanda menyebut Bandung sebagai West Oedjoeng Broeng.
Penulis Iman Herdiana10 April 2021
BandungBergerak - Ujung Berung, sebuah kecamatan di timur Kota Bandung yang punya banyak cerita. Di wilayah ini banyak lahir band-band beraliran cadas, seperti Burgerkill, Jasad, Forgotten dan lain-lain.
Band-band itu lahir dari komunitas-komunitas yang tumbuh subur di Ujung Berung. Mereka turut mewarnai jagat musik underground tanah air. Sebut saja komunitas Ujung Berung Rebels yang berdiri sejak tahun 90-an dan masih eksis hingga kini.
Ujung Berung juga punya sejarah panjang di era kolonial. Orang Eropa angkatan pertama di abad ke-18 menyebut Bandung sebagai Oedjoengbroeng, seperti dikisahkan Haryoto Kunto dalam buku ‘Wajah Bandung Tempo Doeloe’ (PT Granesia, 1985).
Diceritakan bahwa pada abad ke-18, Bandung masih belantara, bahkan disebut tera incognita atau daerah asing yang tak dikenal. Haryoto Kunto mengungkap sebuah surat yang ditulis Juliaen de Silva yang menyebut Bandong sebagai negeri yang terdiri atas 25 sampai 30 rumah.
Surat ini ditulis tahun 1841. Haryoto menyebut De Silva sebagai seorang Mardjiker atau bekas tentara Portugis. Haryoto juga menduga De Silva sebagai mata-mata atau intel Belanda.
Belanda waktu itu menyebut Bandung sebagai Negorij Bandong atau West Oedjoeng Broeng. Dan sejak laporan De Silva, Belanda mulai sering mengirimkan mata-matanya ke West Oedjoeng Broeng. Upaya ini dilakukan Belanda karena mereka curiga Tatar Ukur, sebutan lain untuk Bandung, menjadi sarang pemberontak.
Kecurigaan ini sudah muncul sejak abad ke-17. Kala itu, penguasa Bandung adalah Dipati Ukur, tidak heran jika Bandung disebut juga Tatar Ukur. Dipati Ukur ditugaskan oleh Sultan Agung Mataram untuk menggempur benteng kompeni Belanda di Jakarta.
“Mata-mata” asing lainnya yang tiba di Bandung adalah Abraham van Riebeek yang mendarat di Palabuhan Ratu sekitar 1712. Riebeek lantas melakukan perjalanan ke Bandung dan tercatat sebagai orang asing pertama yang mendaki Gunung Tangkuban Parahu, Lembang, dan Papandayan, Garut. Ia tewas akibat hobi pendakiannya.
Laporan-laporan Riebeek membuat Belanda semakin sadar dengan potensi Bandung. Selanjutnya, lanjut Haryoto, Belanda menempatkan tentaranya di Tatar Bandung. Jumlahnya satu orang saja, namanya Arie Top, soldadu berpangkat kopral.
Meskipun sendirian, Arie Top memegang wilayah meliputi Bandung dan sekitarnya. "Kopral Arie Top tercatat sebagai orang asing pertama menetap di Tatar Bandung," tulis Haryoto.
Sampai pertengahan abad ke-18, jalur masuk orang Eropa dari Batavia ke Bandung menggunakan Sungai Citarum dan Cimanuk dengan rakit. Pada 1786 dibangun jalan setapak yang menghubungkan Batavia-Bogor-Cianjur-Bandung.
Haryoto mengatakan, pembangungan jaringan jalan Pulau Jawa baru menjadi perhatian Belanda di masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels (1808-1811). Daendels membangun Jalan Raya Pos yang membentang 1.000 kilometer dari Banten ke Jawa Timur. Jalan raya ini membelah Bandung, termasuk Ujung Berung.
Sekilas Ujungberung Rebels
Ujungberung Rebels satu fenomena menarik di Ujung Berung. Banyak akademikus yang meneliti kelompok kreatif yang disebut komunitas underground terbesar di Indonesia itu. Salah satu penelitian dilakukan Satrio Sigit Pamungkas lewat skripsi bertajuk “Peranan Komunitas Metal Ujungberung Rebels Terhadap Pelestarian Kesenian Karinding Pada Generasi Muda Di Kota Bandung” (Maret 2016).
Sarjana seni di bidang seni music Fakultas Ilmu Seni Dan Sastra Program Studi Seni Musik Universitas Pasundan (Unpas) Bandung itu menyatakan, Ujungberung Rebels adalah nama komunitas musik Heavy Metal yang tumbuh dan berkembang di Kota Bandung.
Nama Ujungberung diambil dari nama sebuah wilayah kecamatan di Bandung timur itu, tempat di mana komunitas ini lahir. Satrio Sigit Pamungkas menuturkan, pada era tahun 1996, salah satu sudut jalanan di kawasan Ujungberung sering dijadikan tempat berkumpul para pemuda yang tertarik pada musik Rock dan Heavy Metal.
Pemuda yang tertarik pada musik cadas tak selalu berdomisili di Ujung Berung, banyak juga yang datang dari daerah-daerah lain di Bandung. Menurut Satrio Sigit Pamungkas, ini karena para remaja yang menjadi bagian dari Ujungberung Rebels selalu mengajak rekan-rekan mereka baik di sekolah maupun di tempat tongkrongan lain di luar Ujungberung untuk menjadikan tempat ini sebagai tempat berkumpul, saling bertukar informasi mengenai musik, serta menyalurkan hasrat mereka dalam bermusik.
Selanjutnya, Satrio Sigit Pamungkas mengungkap, pada masa itu, di Ujungberung terdapat studio musik bernama studio Palapa dan studio ini menjadi bagian terpenting dalam sejarah dan perkembangan komunitas Ujungberung Rebels. Sebab pada era 90-an di Bandung sangat jarang terdapat studio musik yang bisa disewa untuk latihan band yang bergenre Heavy Metal.
“Di studio inilah band-band beraliran Metal yang dibentuk remaja di Ujungberung berlatih dan berkumpul. Dari studio ini pula terlahir band seperti Jasad, Forgotten, Burgerkill yang membawa pengaruh besar terhadap perkembangan musik Heavy Metal di Indonesia dan bahkan menjadi ikon musik Metal Indonesia di mata Dunia,” tulis Satrio Sigit Pamungkas.
Tak hanya melahirkan band bergenre metal, lanjut Satrio Sigit Pamungkas, anak-anak Ujungberung Rebels (Homeless Crew) dengan semangat kolektifnya juga membuat acara pergelaran bernama Bandung Berisik.
Satrio Sigit Pamungkas menjelaskan, Bandung Berisik merupakan acara berkala yang memberikan ciri khas bahwa Bandung merupakan basis penggiat musik metal terbesar di Indonesia dan memberi napas pada industri kreatif anak-anak muda Kota Kembang. Satrio mencatat, dari tahun 1995 - 2014 Festival Bandung Berisik telah terlaksana sebanyak 6 kali.
Satrio Sigit Pamungkas juga melakukan wawancara dengan Dani Papap selaku orang yang dituakan di dalam komunitas. Disebutkan bahwa Ujungberung Rebels pada awalnya hanya sebatas julukan untuk diri mereka sendiri yang terlibat di dalam ranah musik bawah tanah di Ujung Berung.
Akan tetapi, lanjut Satrio Sigit Pamungkas, nama Ujungberung Rebels lalu mencuat di kalangan pemusik di kota Bandung dan bahkan sekarang mulai dikenal oleh banyak penikmat musik di seluruh Indonesia bahkan dunia.
“Tak sedikit media lokal, nasional maupun internasional yang meliput eksistensi keberadaan mereka yang disebut-sebut sebagai komunitas metal terbesar di Asia Tenggara. Tidak sedikit pula peneliti atau mahasiswa yang berasal dari luar negeri melakukan studinya di Bandung hanya untuk bersinggungan langsung dengan anak-anak Ujungberung Rebels. Tidak hanya sekedar menyalurkan hobby, tapi mereka dapat menciptakan industri dan pasar mereka sendiri hingga mereka mampu menjadi fenomena dalam dunia musik di Indonesia,” papar Satrio Sigit Pamungkas.
Catatan Penduduk
Selain musik dan sejarah, Ujung Berung juga punya karakter khas di antara kecamatan lain di Kota Bandung. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung dalam laporan Kecamatan Ujung Berung Dalam Angka 2019, Ujung Berung merupakan satu dari 30 kecamatan di wilayah Kota Bandung.
Posisi Ujung Berung 11 kilometer dari pusat Kota Bandung. Kecamatan ini berada pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, secara geografis berbatasan dengan Kabupaten Bandung di utara, Kecamatan Cinambo di selatan, Kecamatan Cibiru di timur, dan Kecamatan Mandalajati di barat.
Kecamatan Ujung Berung terdiri atas 5 kelurahan, yaitu Pasanggrahan, Pasirjati, Pasirwangi, Cigending, dan Pasirendah. Jumlah Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) dari 5 kelurahan tersebut sebanyak 59 RW dan 312 RT.
Ada 72.127 penduduk yang mendiami lima kelurahan di kecamatan yang luasnya 6,612 kilometer persegi itu. Kelurahan Pasanggrahan paling banyak penghuninya, yakni 16.148 jiwa. Disusul Pasirjati yang dihuni 15.597 jiwa. Sisanya merata di Pasirwangi, Cigending, dan Pasirendah.
Jumlah warga Ujung Berung dilihat dari rasio umur 0-60 tahun hampir merata. Penduduk kategori anak usia 0-19 tahun sebanyak 24.179 jiwa, penduduk usia dewasa atau produktif usia 20-49 tahun sebanyak 35.011 jiwa, dan penduduk lansia usia 50-65 tahun ke atas sebanyak 13.093 jiwa. Dari segi gender, penduduk Ujung Berung terdiri dari 36.365 laki-laki dan 35.762 perempuan.
Pekerjaan warga Ujung Berung beragam, mulai dari PNS, TNI/Polri, pegawai swasta, petani, pedagang, pelajar, mahasiswa, pensiunan, dan lainnya. Paling dominan adalah pekerja swasta 13.386 jiwa. Sementara jumlah pelajar 17.881 jiwa dan mahasiswa 4.227 jiwa.
Akses Pendidikan dan Kesehatan
Di antara pekerjaan tersebut, jumlah pelajar memang paling tinggi. Mereka sekolah di berbagai tingkatan, mulai SD sampai SMA. Jumlah SD di Ujung Berung ada 11 unit, tersebar di masing-masing kelurahan dengan jumlah murid 8.220 dan guru 1024. Ada dua kelurahan yang punya Madrasah Ibtidaiyah (MI), yakni 1 di Pasanggrahan dan 1 di Pasirjati.
Keberadaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) juga cukup merata di masing-masing keluarahan Ujung Berung. Total ada 11 unit SMP dengan 4.871 murid dan 234 guru. Ada 1 unit Madrasah Tsanawiyah (MTS) di Kelurahan Pasirwangi.
Sekolah Menengah Atas (SMA) di Ujung Berung ada 5 unit dengan 2.216 murid dan 130 guru. Hanya satu kelurahan yang tidak memiliki SMA, yakni Pasirwangi. Namun Pasirwangi punya satu Madrasah Aliyah (MA). Selain SMA dan MA, di Ujung Berung terdapat 4 unit Sekolah Menengah Kejuruan yang dihuni 326 murid dan diajar oleh 15 guru.
Dari sisi Kesehatan, di kecamatan ini terdapat 1 rumah sakit bersalin, 1 puskesmas, 72 posyandu, dan 7 klinik atau balai pengobatan yang tersebar di masing-masing kelurahan.
BPS juga menunjukkan penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kecamatan Ujung Berung total mencapai 760 orang atau keluarga. Jumlah penerima zakat fitrah 7.013 orang, pemberi zakat 21.567 orang.
Jenis zakat fitrah yang terkumpul terdiri uang Rp 837.750.000 dan beras 10.551 kilogram. Ada pun data penyandang disabilitas sebanyak 157 orang terdiri dari tunanetra, tunawicara, tunagrahita dan lainnya.
Akses ibadah di Ujung Berung untuk warga beragama Islam dilayani 164 masjid dan musola. Terdapat 1 gereja untuk melayani jemaat protestan.
Dari sisi gangguan kamtibmas, di Ujung Berung tercatat 3 kasus penipuan yang terjadi masing-masing 1 kali di kelurahan Pasanggrahan, Cigending, Pasirendah. Kasus perkelahian terjadi di tiap kelurahan dengan jumlah kejadian antara 1 sampai 5 kali. Dan kasus pencurian di Kecamatan Ujung Berung terjadi 11 kali.
Sedangkan kejadian bencana terdiri dari kebakaran dan banjir. Untuk kebakaran pernah terjadi 3 kali di Pasanggrahan, Pasirwangi dan Pasirendah masing-masing satu kali kejadian. Bencana banjir tercatat terjadi di Cigending dan Pasirendah masing-masing 1 kali yang menimbulkan bangunan terendam.
Kecamatan Ujung Berung juga tercatat sebagai satu daerah yang masih memiliki lahan pertanian seluas 97 hektar yang tersebar di lima kelurahan. Pasanggrahan menjadi kelurahan yang memiliki sawah paling luas, yakni 64 herktar.
Kecamatan ini juga punya banyak kegiatan industri kecil, sedang, dan besar. Kegiatan perdagangan terjadi di pasar tradisional dan modern. Tercatat ada 1 pasar tradisional di Pasirwangi, dua supermarket di Pasanggrahan dan Pasirjati, selebihnya perdagangan dilakukan di warung, pertokoan dan minimarket. Ada pula usaha kuliner dalam skala warung dan restoran.
Perputaran uang di Ujung Berung dapat dilihat dari realisasi penerimaan anggaran dari lima kelurahan dengan target Rp 8.407.661.917 dan yang terealisasi Rp 7.626.928.829. Jumlah Wajib Pajak dan Penerimaan PBB per Kelurahan realisasinya Rp 18.693 dengan nilai Rp 4.232.977.781.
Arus ekonomi difasilitasi lembaga keuangan berupa perbankan. Terdapat 11 bank, 25 koperasi dan 2 pegadaian. Sementara sarana komunikasi dilayani dengan akses kantor Pos, stasiun radio, wartel dan warnet. Untuk rekreasi warga, Ujung Berung punya 1 kolam renang di Pasierendah dan 1 gedung petunjukan di Cigending.
Selain terkenal dengan komunitas musik undergroundnya, Ujung Berung juga punya banyak sanggar seni dan tari yang tersebar di Pasanggrahan 7 unit, Pasirjati 11 unit, Pasirwangi 8 unit, Cigending 4 unit, Pasirendah 6 unit.