• Kolom
  • GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (1): Gunung Manglayang, Berkah Kesucian dan Keindahan yang Menjulang di Bandung Timur

GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (1): Gunung Manglayang, Berkah Kesucian dan Keindahan yang Menjulang di Bandung Timur

Menjulang di Bandung timur, Gunung Manglayang menyajikan keindahan dan kesucian. Kawasan ini juga memberi berkah air bersih bagi banyak warga di cekungan Bandung.

Gan Gan Jatnika

Pegiat Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), bisa dihubungi via Fb Gan-Gan Jatnika R dan instagram @Gan_gan_jatnika

Gunung Manglayang terlihat dari arah Bojongkoneng, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Dari kaki-kaki gunung ini, banyak warga di cekungan Bandung memperoleh berkah air bersih. (Foto: Gan Gan Jatnika)

12 September 2021


BandungBergerak.id - Melayangkan pandangan dari Kota Bandung ke arah timur laut, kita akan menyaksikan deretan gunung yang menawan. Ada yg tinggi menjulang dengan puncaknya seakan menyentuh awan, ada juga yang terlihat mungil, dan ada yang terlihat memanjang seperti benteng alami. Mungkin banyak warga Bandung tidak terlalu memperhatikan pegunungan tersebut. Bisa jadi ketika ditanya nama-nama gunungnya, sedikit warga bisa menjawab.

Dari sekian banyak gunung di Bandung timur itu, ada satu yang terlihat jelas dan ukurannya lebih besar dibandingkan yang lain. Bentuknya juga khas, terlihat memiliki satu puncak utama, dengan satu puncakan kecil di sebelah timurnya. Gunung tersebut dikenal dengan nama Gunung Manglayang. Hampir dari semua arah kota Bandung, gunung ini bisa terlihat.

Ketinggian gunung Manglayang menurut peta terbaru RBI (Rupa Bumi Indonesia) yang dikeluarkan oleh BIG (Badan Informasi Geospasial) adalah 1827 meter di atas permukaan laut (Mdpl). Namun kita lebih mengenalnya dengan ketinggian 1818 Mdpl. Mungkin karena lebih cantik angkanya sehingga lebih mudah diingat.

Secara administratif, Gunung Manglayang terletak di perbatasan Kabupaten Bandung dengan kabupaten Sumedang. Kaki-kakinya melebar mencakup kawasan yang cukup luas di lima desa, terdiri dari satu desa di Sumedang (Banyuresmi) dan 4 desa di Kabupaten Bandung (Cileunyi Wetan, Cilengkrang, Ciporeat, dan Cipanjalu). Puncak gunung ini sendiri terbagi ke dalam dua wilayah administratif. Sebagian masuk ke wilayah kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung dan sebagian lagi masuk kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang.

Asal Nama Manglayang

Nama Gunung Manglayang konon berasal dari kata “melayang”. Satu versi menceritakan bahwa dahulu ada seekor kuda yang bisa terbang melayang, milik sepasang tokoh sakti, yaitu Prabu Eyang Layang Kusumah dan istrinya Eyang Layang Sari. Sekali waktu kuda tersebut mengalami hal yang tidak diinginkan sehingga jatuh di gunung ini. Sebagian besar badannya terperosok ke dalam lumpur, hanya bagian leher dan kepala saja yang terlihat.

Kisah kuda terbang ini erat kaitannya dengan mitos sebuah batu yang bentuknya menyerupai kepala kuda, sehingga dikenal dengan nama Batu Kuda. Bagi yg penasaran dengan batu ini bisa mengunjunginya dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 700 meter dari gerbang wisata Bumi Perkemahan Batu Kuda.

Versi lainnya menyebutkan kata “Manglayang” berasal dari sumbat danau Bandung purba. Ketika Sangkuriang gagal melaksanakan tantangan dari Nyai Dayang Sumbi untuk membuat danau dan perahu dalam satu malam, Sangkuriang merasa kesal. Dia pergi ke tempat yang dikenal dengan nama Sanghyang Tikoro di aliran Sungai Citarum, lalu mencabut sumbat tersebut dan melemparkannya ke arah timur. Sumbat itu melayang jauh dan ketika jatuh menjadi sebuah gunung. Dinamakanlah gunung tersebut Manglayang.

Tentu saja semua cerita itu hanyalah mitos yang memperkaya khazanah budaya kita. Dari setiap cerita rakyat yang beredar di masyarakat, ada nilai-nilai pembelajaran yang mengandung makna serta hikmah yang bermanfaat. Di zaman sekarang, kecil kemungkinan ada yg mempercayai kalau Gunung Manglayang dahulunya sebuah sumbat air sungai Citarum. Tentu saja masyarakat akan lebih percaya pada sumber yang ilmiah dan lebih masuk logika.

Gunung Manglayang diketahui terbentuk akibat kegiatan vulkanologi dan geologi yang berlangsung lama. Bahkan bisa jadi pembentukannya membutuhkan waktu jutaan tahun. Sebagai gunung yang dikategorikan berbentuk strato atau lapisan, pembentukan lapisan-lapisannya  dihasilkan dari beberapa kali aktivitas vulkanologi. Kecenderungan bahwa Gunung Manglayang dahulunya pernah meletus bisa dilihat dari bentuk kaldera yang berada di sisi barat, berbatasan dengan gunung terdekatnya, yaitu Gunung Pacet.

Dari sumber cerita masyarakat di kaki Gunung Pacet, memang dahulunya pernah ada danau di dasar kaldera antara kedua gunung tersebut. Bahkan ada semacam tradisi “memandikan kucing” untuk maksud tertentu di danau itu. Namun sekarang danau itu sudah tidak ada, berganti menjadi areal hutan dan perkebunan warga. Jika ingin melihat kaldera dan sisa danau Manglayang, kita bisa mendaki ke puncak Gunung Pacet yang memiliki ketinggian sekitar 1.666 Mdpl.

Gambar Gunung Manglayang yang termuat dalam buku Bergenweelde karya C. W. Wormser yang diterbitkan awal abad ke-20. (Foto repro: Gan Gan Jatnika)
Gambar Gunung Manglayang yang termuat dalam buku Bergenweelde karya C. W. Wormser yang diterbitkan awal abad ke-20. (Foto repro: Gan Gan Jatnika)

Keindahan dan Kesucian

Kerimbunan hutan dan udaranya yang segar membuat Gunung Manglayang layak dijadikan pilihan tempat wisata. Mengajak keluarga, kerabat dan sahabat berwisata ke tempat ini tidak akan membuat menyesal. Ada beberapa tempat yang bisa dikunjungi, di antaranya kawasan perkemahan dan wisata alam Batu Kuda serta Curug Cilengkrang. Yang tak kalah menarik, lokasi wisata yg relatif baru, yaitu Tangga Seribu.

Fasilitas di lokasi-lokasi wisata di kawasan Gunung Manglayang juga sudah cukup baik. Warung, musala, dan toilet tersedia.

Para penggemar kegiatan petualangan pun dapat menjadikan Gunung Manglayang sebagai pilihan. Kegiatan hiking atau mendaki gunung biasanya mengambil rute dari dua jalur utama, yaitu Batu Kuda dan Jalur Baru Beureum. Ada yg memilih pulang pergi dalam satu hari, ada pula yg menginap dengan mendirikan tenda di puncak atau di bumi perkemahannya.

Selain itu, ada pula yg mengambil jalur hiking lebih pendek, dengan tujuan ke salah satu puncakan di bagian punggungan gunungnya. Tempatnya disebut bukit Papanggungan. Dari bukit Papanggungan ini, kita bisa menyaksikan pemandangan Kota Bandung, dan jika beruntung, saat pagi hari bisa menyaksikan keindahan matahari terbit dibalut pemandangan kabut yg menyerupai samudera awan. Sangat menyenangkan berada di tempat ini, apalagi sambil menikmati secangkir minuman hangat. Bisa teh, kopi, susu atau minuman lainnya.

Selain keindahannya, Gunung Manglayang juga dikenal dengan kesuciannya. Gunung Manglayang dianggap layak bagi orang-orang yg memiliki tujuan mencari ketenangan dan melakukan perjalanan religius. Tidak salah kalau sejak dahulu Gunung Manglayang menyandang predikat sebagai sebuah kabuyutan. Kabuyutan sendiri memiliki makna sebuah tempat yang disucikan dan dijadikan pusat kegiatan penyebaran agama atau kepercayaan pada masanya.

Ratusan tahun yg lalu, tepatnya sekitar tahun abad ke-15, ada seorang bangsawan Kerajaan Pakuan yang melakukan perjalanan religius mengelilingi pulau Jawa. Bujangga Manik, begitu nama sang bangsawan, berkelana mencari ilmu dan pengalaman untuk memperkuat ketakwaannya. Tidak hanya sekali, dia melakukan perjalanan sebanyak dua kali. Tidak hanya sampai ujung pulau Jawa, tapi juga menyebrang hingga ke pulau Bali.

Perjalanan ini dituliskan Bujangga Manik dengan amat rinci: ke mana dia pernah singgah, gunung mana yang dia daki, sungai mana yang dia seberangi, kerajaan mana yang dia datangi, semuanya diabadikan dalam karya tulis di atas helai demi helai daun Nipah. Sayang sekali karya tulis yg sangat berharga ini sejak 1620-an tersimpan jauh di negeri orang, yaitu Perpustakaan Bodleian, Universitas Oxford, Inggris, dengan kode naskah MS. Jav.b.3 (R).  

Sang Bujangga Manik ternyata pernah mampir juga ke kawasan pegunungan Bandung timur. Tentang pengalamannya ini, dia menulis sebagai berikut:

Sadiri aing ta inya, leu(m)pang aing ngaler barat, tehering milangan gunung, itu ta Bukit Karesi, itu ta Bukit Langlayang, ti barat na Palasari.” (Sepergiku dari sana, berjalanlah aku ke utara-barat, seakan menghitung gunung, itulah Gunung Karesi, itulah Gunung Manglayang, di sebelah baratnya Gunung Palasari.)

Penulisan Bujangga Manik ini sesuai dengan posisi Gunung Manglayang yang berdekatan dengan Gunung Palasari. Ada pun yang dimaksud dengan Gunung Karesi adalah puncakan kecil di atas Pasir Leumahneundeut yang masih berada di wilayah tersebut. Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan saat dilakukan perjalanan Napak Tilas rute Bujangga Manik, bersama komunitas Wallagri, melewati daerah Bandung timur, khususnya kawasan Sundapolis yang berada di Ujungberung dan sekitarnya.

Wallagri merupakan salah satu komunitas pegiat dan pemerhati kebudayaan Sunda dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam kegiatan Napak tilas tersebut, dilakukan rekontruksi ulang rute perjalanan Bujangga Manik, berdasarkan data dan informasi yang didapat dari kajian dan aneka sumber pendukung. Setelah dikaji maka didapatlah gambaran rutenya, termasuk perkiraan di mana posisi Bujangga Manik saat melakukan pengamatannya terhadap Gunung Manglayang. Dari sudut pandang yang diharapkan sama, terlihat berjejer tiga gunung yang dimaksudkan tadi.

Sumber Air dan Ancaman Eksploitasinya

Kekayaan alam lainnya di Gunung Manglayang adalah berlimpahnya sumber air dan sungai. Ada sungai Ci Beusi, Ci Panjalu, Ci Waru, Ci Hampelas, Ci Manyahbeureum, dan beberapa yang lain. Air bersih inilah yang menjadi andalan warga memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka lewat layanan pengisian ulang dalam galon.

Bisnis ini marak ditemui di mana-mana. Dari pinggiran jalan raya hingga gang-gang kecil permukiman padat. Coba perhatikan, truk-truk yang datang memasok dengan tulisan “Air Pegunungan Manglayang” di tangkinya. Setiap hari truk-truk itu bolak-balik mengangkut air yang sumbernya ada di kaki Gunung Manglayang.

Ini tentu berkah tak terhingga. Namun di balik kita juga harus mewaspadai kemungkinan buruk, terutama jika kita lalai merawat kelestarian alamnya. Eksploitasi secara berlebihan potensi sumber air dan sungai yang mengalir ini bisa saja suatu saat berujung jadi bencana. Tanah longsor atau banjir dikhawatirkan bakal terjadi.

Kita tentu berharap bencana ini tidak akan pernah menimpa kita. Bukan hanya di Manglayang, tapi juga di gunung-gunung lain di kawasan Bandung Raya.

*Tulisan kolom Gunung-gunung di Bandung Raya merupakan bagian dari kolaborasi www.bandungbergerak.id dan Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB)

Editor: Redaksi

COMMENTS

//