• Kolom
  • Tantangan Berat Sarekat Islam Majalaya

Tantangan Berat Sarekat Islam Majalaya

Sarekat Islam Bandung dalam kurun 1913-1914 berhasil menambah massa pergerakannya. Di selatan Bandung, lahir Sarekat Islam Majalaya.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Surat kabar De Expres edisi 7 April 1913 yang melaporkan pertemuan Sarekat Islam Majalaya. (Foto: Hafidz Azhar)

10 April 2021


BandungBergerak.idSarekat Islam Bandung dalam kurun 1913-1914 berhasil menambah massa pergerakannya, ditandai dengan pembentukan kepengurusan Sarekat Islam di luar afdeeling Bandung. Di selatan Bandung, lahir Sarekat Islam Majalaya yang setiap acara besar dan pertemuan khususnya selalu dihadiri oleh pengurus Sarekat Islam Bandung di bawah komando Suwardi Suryaningrat yang di kemudian hari digantikan oleh Abdul Muis dan Wignyadisastra.

Upaya Sarekat Islam Bandung melebarkan sayapnya bukan tanpa tantangan. Surat kabar De Expres edisi 31 Desember 1913 mengabarkan bahwa SI Bandung sempat menggelar pertemuan di rumah Lurah Suniaraja. Rapat itu dihadiri juga oleh bupati Bandung, wedana, anggota wedana dan mantri polisi, serta rengrengan pengurus Sarekat Islam Bandung Barat.

Sebelum vergadering di rumah Lurah Suniaraja itu, Sarekat Islam Bandung lebih dulu merealisasikan program-program keagamaan dan sosial-ekonomi. De Expres edisi 3 Mei 1913 melaporkan bahwa Sarekat Islam afdeeling Bandung pernah menggelar pertemuan khusus yang menghasilkan kesepakatan pendirian dua koperasi di Kebon Jukut dan Pasar Baru dengan nama Dajakamoeljan dan Roekoen Wargi. Dua koperasi ini didanai dengan modal awal f 1.000 (florin atau gulden) dan f 1.500. Selain untuk dana pemakaman, modal tersebut digunakan untuk kegiatan lainnya seperti kursus dan mengaji.

Pada masa itu Sarekat Islam Bandung juga membentuk sebuah warung dengan menunjuk beberapa pengawas perdagangan dari para pedagang terkenal. Demikianlah ketika itu SI Bandung mempunyai tiga orang penasihat yang tediri dari dua penasihat pendidikan agama dan satu penasihat perdagangan.

Selanjutnya, para pengurus Sarekat Islam Bandung turut bergerak dalam propaganda yang dilakukan oleh Sarekat Islam Majalaya. De Expres edisi 4 April 1913 melaporkan mereka ada di tengah sebuah rapat yang dihadiri lautan massa yang jumlahnya diperkirakan sekitar 5.000 orang. Surat kabar itu juga menyebut bahwa Sarekat Islam Majalaya masih berada di bawah pimpinan Cicalengka, sebelum kepengurusannya dibentuk secara resmi beberapa saat setelahnya.

Pada 7 April 1913 De Expres melaporkan bahwa pengurus Sarekat Islam afdeeling Bandung menghadiri juga pertemuan keagamaan yang bertempat di Majalaya. Acara yang menyedot massa hingga 2.000 orang ini berlangsung pada 6 April di Alun-alun Majalaya yang berdekatan dengan masjid. Turut hadir pula Wedana Ciparay yang kurang bersikap ramah para petugas kepolisian dan kepala pemerintahan Cicalengka. Dari hasil pertemuan besar itu terpilihlah sebuah kepengurusan, yang berada di bawah naungan Sarekat Islam Bandung, yang terdiri dari kalangan pedagang dan petani.

Sering melakukan propaganda, para pengurus Sarekat Islam Majalaya tidak berlaku baik terhadap aparat polisi dan pemerintahan setempat. Sampai-sampai kepala pemerintahan Ciparay menginstruksikan lurah-lurahnya agar menentang Sarekat Islam.

Perselisihan ini terjadi lantaran wedana sering melecehkan Sarekat Islam. Di antaranya dengan mengeluarkan larangan untuk menanam padi dan berbagai macam perintah yang bertujuan menjegal pergerakan Sarekat Islam. Masalah-masalah ini membuat orang-orang takut bergabung dengan Sarekat Islam (De Expres edisi 26 Juni 1913).

Anti Sarekat Islam

Dalam masa transisi ini pergerakan Sarekat Islam masih cenderung terpojokkan. Pasang surut ini terjadi terutama di desa-desa yang notabene penduduknya dari kalangan petani. Selain perselisihan yang terdapat di wilayah Majalaya dan Ciparay, masyarakat Cicalengka pada tahun 1914 juga menganggap Sarekat Islam sebagai sebuah perkumpulan yang mengubah adat kebiasaan. Anggapan ini tentu bukan tanpa sebab. Pihak yang anti terhadap Sarekat Islam merupakan dalang utama. Kaoem Moeda edisi 26 Maret 1914 meuliskan kabar buruk dari pihak-pihak yang anti terhadap SI itu.

“Di kampoeng-kampoeng orang jang djadi anti S.I. sama memboesoekan pergerakan itoe. Bahwa S.I. maoe meroebah adat kebiasaan. Oepama lid S.I. jang mati dia tida dihadjatkan (diselamatkan) ketiga harinja ke 7 harinja enz, enz: Apa betolekah ankoe Hoofd Redacteur adanja begitoe? Karena diperdiaman penoelis beloem ada S.I. Kendati betoel, toeh tida berlawanan dengan agama. Agama Islam tida menjoeroeh bikin tiloena.”

Tantangan yang dihadapi oleh Sarekat Islam Majalaya memang sangat berat. Meski begitu bukan berarti perkembangan Sarekat Islam di pinggiran wilayah Bandung tersebut terhenti. Dalam perkembangan selanjutnya, Sarekat Islam Majalaya menggelar algemeene vergadering, yaitu suatu pertemuan besar yang diadakan untuk internal pengurus SI Majalaya. Kaoem Moeda edisi 20 Februari 1914 memberitakan pertemuan itu akan dilangsungkan tanggal 25 Februari. Sayangnya, dalam Kaoem Moeda edisi berikutnya tidak ada informasi lebih lanjut tentang bagaimana acara itu berlangsung.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//