Yang Terjerat di Pasar Sukahaji

Bagaimana Pasar Sukahaji dapat menjadi etalase satwa liar dilindungi? Cicit-cuit burung di sana ibarat jerit yang terjerat.

Suasana Pasar Sukahaji yang dikenal pasar burung di Jalan Peta, Bandung, Selasa (30/8/2022). (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Reza Khoerul Iman6 Oktober 2022


BandungBergerak.id - Meriah dan indah kicau burung-burung endemik Indonesia begitu memanjakan telinga setiap pecinta burung. Tarian dan nyanyian eksotis burung langka di Indonesia itu seakan menjadi tontonan yang menyulap para pengunjung, menggoda mereka untuk merogoh kocek puluhan juta rupiah demi bisa membawa burung-burung tersebut menjadi koleksinya.

Pemandangan dan situasi tersebut bukanlah terjadi di hutan pedalaman Papua. Bukan pula terjadi di hutan-hutan primer Indonesia yang menjadi hunian satwa liar. Tetapi semuanya bisa disaksikan di pasar hewan terbesar di Kota Bandung, yaitu Pasar Sukahaji.

Pasar hewan yang terletak di ujung Jalan Peta tersebut telah berdiri sejak tahun 1994. Menurut kesaksian sejumlah warga sekitar, Pasar Sukahaji sebetulnya telah ada semenjak tahun 1984, namun bukan sebagai pasar hewan melainkan pasar kain. Kini di atas tanah sekitar 8.000 meter persegi itu sepenuhnya telah diisi oleh sekitar 300 lebih kios yang memperdagangkan burung, unggas, reptil, mamalia, pakan, vitamin hewan, hingga sangkar.

Pasar Sukahaji kemudian menjadi etalase ribuan jenis satwa liar dan berpotensi memiliki peluang untuk menjadi tempat bagi pelestarian satwa. Namun alih-alih menjadi tempat konservasi satwa langka dan dilindungi, Pasar Sukahaji justru menjadi ancaman bagi hewan yang terancam punah.

Ancaman tersebut semakin kentara ketika tim investigasi BandungBergerak.id melakukan pemantauan dan reportase sejak awal Juni lalu. Hasilnya terdapat sejumlah satwa liar dilindungi yang teridentifikasi diperdagangkan secara ilegal, di antaranya yaitu kakatua jambul kuning (5 ekor), kakatua tanimbar (3 ekor), betet ekor panjang (+15 ekor), betet biasa (+10 ekor), kasturi kepala hitam (8 ekor), nuri bayan (1 ekor), nuri baluku (-5 ekor), nuri coklat (2 ekor), perkici dora (+5 ekor), kasturi duski (6 ekor), serta beberapa jenis burung paruh bengkok lainnya.

Selain burung paruh bengkok, terdapat beberapa jenis satwa dilindungi lainnya yang diperdagangkan di Pasar Sukahaji, di antaranya kucing hutan (5 ekor), monyet ekor panjang (4 ekor), elang falcon, tiong emas (+10 ekor), jalak bali (+10 ekor), gelatik jawa (+10 ekor), jalak blambangan (+5 ekor), cica daun kecil (+5 ekor), tangkar centrong (+5 ekor), bubut jawa (1 ekor), serta sejumlah jenis satwa dilindungi lainnya.

Seluruh satwa yang disebutkan tadi tercantum di dalam lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.106 Tahun 2018 dan lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1999 sebagai jenis satwa yang statusnya dilindungi. Satwa-satwa tersebut rentan akan terjadinya kepunahan akibat perburuan liar, perdagangan ilegal, dan kehilangan habitat aslinya.

Angka-angka satwa di atas juga terus berubah secara fluktuatif setiap harinya. Hari ini bisa saja jumlah satwa dilindungi tersebut dapat menurun atau malah jumlahnya semakin meningkat dan jenis satwa dilindungi lainnya malah bertambah.

Seorang aktivis perlindungan satwa liar mengatakan, Pasar Sukahaji sudah terkenal sejak lama sebagai pasarnya satwa liar yang ada di Kota Bandung. Bahkan ia menyebut Pasar Sukahaji sebagai tempat transit berbagai jenis satwa liar untuk dikirimkan ke wilayah yang lebih jauh lagi.

“Dalam peta perdagangan nasional, Pasar Sukahaji memang menjadi salah satu pasar satwa liar yang besar. Dia (Pasar Sukahaji) menjadi tempat transit juga,” ujar aktivis tersebut. Ia mewanti-wanti agar namanya tidak dituliskan Bandungbergerak.id, Rabu (13/07/2022).

Pasar Sukahaji, Etalase Satwa Liar Dilindungi

Semangat juang Kota Bandung untuk menjadikan kota yang peduli terhadap satwa kian terkalahkan oleh tindakan perdagangkan dan penyelundupan satwa liar ke Pasar Sukahaji atau ke tempat yang lebih jauh lagi.

Sampai hari ini Pasar Sukahaji masih terus menjadi etalasenya satwa liar dilindungi. Kicau burung langka yang terdengar indah di telinga bisa jadi hanya pekikan mereka yang terjerat di Pasar Sukahaji. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat mengaku tidak tinggal diam dengan perdagangan satwa dilindungi di Pasar Sukajadi. Lembaga ini mengklaim pernah melakukan sosialisasi tentang satwa liar dilindungi.

“Pernah (sosialisasi),” jawab Humas BBKSDA Jawa Barat, Halu secara singkat kepada tim investigasi BandungBergerak.id, Selasa, (4/10/2022).

Maraknya perdagangan satwa liar dilindungi di Pasar Sukahaji tidak lepas dari aksi para oknum yang bergerak bebas di ranah jual beli satwa liar. Bahkan di antara sejumlah oknum yang berperan, diduga ada anggota aparat keamanan negara yang menjadi penyelundup satwa liar dilindungi. Mereka juga diduga memberikan perlindungan terhadap perdagangan satwa ini.

Pemilik kios di Pasar Sukahaji yang tidak ingin disebutkan identitasnya, mengaku menjadi salah satu pedagang yang menerima burung nuri dari orang yang terduga mengaku sebagai anggota aparat keamanan negara yang tinggal di Cimahi. Ia mengaku tidak lebih mengetahui soal identitas terduga anggota aparatur keamanan tersebut selain hubungannya sebagai sesama penjual dan pemasok.

Namun kejadian ini bukanlah hal yang baru baginya, beberapa kali kiosnya di Pasar Sukahaji sempat kedatangan orang yang mengaku sebagai yang menawarkan satwa liar yang statusnya dilindungi. Harga yang ditawarkan bisa bermacam-macam, misalnya burung nuri jinak bisa dibandrol sebesar 700.000 rupiah, sementara burung nuri yang belum jinak hanya dibandrol sebesar 400.000 rupiah.

“Ya, kemarin itu nuri dari orang yang mengaku aparat, tuh. Saya juga gak tahu dia dari mana, tapi dia tiba-tiba datang ke sini terus nawarin mau nuri gak? Ya, akhirnya saya terima dan terjadi jual beli di sana. Kalau gak salah tinggalnya di Cimahi,” akunya, kepada BandungBergerak.id.

Tidak berhenti di satu kios, pada pertengahan Juli (7/13/2022), tim BandungBergerak.id masih menemukan kios lainnya di Pasar Sukahaji yang mendapat sayap perlindungan dari aparat keamanan negara. Teriakan dua burung kakatua jambul kuning dan tiga kakatua tanimbar yang terikat oleh rantai burung menjadi ucapan selamat datang ketika memasuki kios pedagang tersebut. Tidak habis di sana, kiosnya masih menyimpan sejumlah jenis burung lainnya yang statusnya dilindungi, dan yang menjadi garis besar kesemua burung itu tidak memiliki sertifikat.

Ia mengaku sempat kesulitan mendatangkan burung yang statusnya dilindungi ini karena alasan keamanan. Namun luasnya jaringan perdagangan dirinya yang mencapai aparat keamanan negara menjawab sudah mengapa burung-burung tersebut kini berada di kiosnya.

Dugaan terlibatnya aparat keamanan negara yang berperan di Pasar Sukahaji sedikit menjawab mengapa hingga hari ini Pasar Sukahaji masih terus menjadi etalase satwa liar dilindungi. Hal ini berakibat pada semakin menggilanya perdagangan ilegal satwa liar dilindungi di sana. Mudah sekali menemukan satwa endemik Indonesia yang statusnya dilindungi oleh negara di sana.

Baca Juga: Bayang-bayang Aparat di Balik Praktik Perdagangan Satwa Dilindungi
Leluasa Memperdagangkan Burung Paruh Bengkok di Pasar Sukahaji

Dari Alam Menuju Pasar

Menurut penelusuran tim kolaborasi liputan investigasi satwa dilindungi yang terdiri dari Bandungbegerak.id, Jaring.id, Mongabay, Tirto, dan Mayung.id, satwa endemik Indonesia tersebut diburu dari habitatnya kemudian diperjualbelikan, dan di antaranya terdapat anggota aparat keamanan negara yang bermain di dalam perdagangan tersebut untuk diselundupkan ke berbagai daerah.

Salah satunya menurut penelurusan tim kolaborasi investigasi yang bertugas di daerah Maluku, tim kolaborasi menemukan dugaan terdapat dua aparat berpangkat yang terlibat dalam bisnis gelap satwa dilindungi tersebut. Mereka menyelundupkan satwa dilindungi tersebut salah satunya melalui kapal Pelni yang memiliki rute dari Morotai, Maluku Utara – Surabaya, tidak sampai Jakarta.

Adapun jenis satwa liar dilindungi yang biasanya diperdagangkan dan diselundupkan, di antaranya: kakatua putih (Cacatua alba), kasturi ternate (Lorius garrulus), nuri bayan maluku (Electus rorratus), dan nuri kalung-ungu (Eos Squamata). Menurut temuan Burung Indonesia, keempat jenis burung ini merupakan yang paling sering ditangkap dari alam. Bahkan kakatua putih dan nuri kalung-ungu, populasinya begitu terancam dan berkurang hampir sebanyak 60 persen.

Belum cukup sampai di sana, tim kolaborasi lainnya juga menemukan kasus dugaan penyelundupan lainnya yang dilakukan oleh aparat keamanan negara yaitu dugaan penyelundupan satwa liar dilindungi yang mengunakan kapal KRI Teluk Lada 521. Kapal tersebut merupakan kapal perang jenis cargo yang telah beroperasi semenjak 2019. Kapal yang digunakan untuk berperang tersebut nantinya akan bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Tim kolaborasi mencatat terdapat sejumlah burung dilindungi yang terdapat di kapal tersebut di antaranya kakatua raja, kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea), nuri bayan (Eclectus roratus), kasturi kepala hitam (Lorius lory) cendrawasih (Paradisaeidae), kuskus (Marsupialia), kangguru Papua (Macropus agilis).

Kesemua satwa yang ditemukan di dalam kapal tersebut telah disita oleh oleh Polisi Militer Angkatan Laut (POMAL). Namun tim kolaborasi mendapat kejanggalan dalam proses penyitaannya, di antaranya tim kolaborasi awalnya mendapatkan informasi dari petugas POMAL Koarmada II yang melaporkan ada 140 jumah satwa yang disita dari KRI Teluk Lada. Namun dikembalikan ke Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur hanya 39 ekor satwa.

Pada saat tim kolaborasi meminta konfirmasi atas jumlah satwa yang berkurang kepada Kepala Dinas Penerangan Koarmada II, Asep Aryansah, ia seketika mematikan teleponnya. Ia juga enggan menjelaskan ihwal lenyapnya 101 satwa, “Sinyal saya buruk,” ujarnya kepada tim kolaborasi.

Jejak-jejak tersebut semakin menguatkan dugaan cerita-cerita satwa liar dilindungi yang diperdagangkan oleh aparat keamanan negara di pasar burung. Hal ini menjadi tugas yang berat untuk melestarikan satwa liar yang statusnya dilindungi negara apabila tidak ada upaya kolektif yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Bukan Sebatas di Pasar Sukahaji

Geliat perdagangan satwa liar dilindungi di Kota Bandung tidak hanya sebatas di lingkup Pasar Sukahaji. Jauh lebih luas lagi, para oknum pedagang satwa liar dilindungi yang terdapat di berbagai penjuru Kota Bandung tersebut bermain secara online melalui media daring. Hal tersebut tentunya semakin melebarkan sayap perdagangan ilegal satwa liar dilindungi menjadi semakin meluas.

Tim kolaborasi mendapat informasi terkait sejumlah orang yang melakukan aktivitas ilegalnya secara daring. Di antaranya terdapat seorang lelaki bernama Sudirman (nama disamarkan), yang telah melakukan aktivitas ilegalnya semenjak 2019. Semenjak Agustus lalu, tim BandungBergerak.id melakukan pemantauan terhadap gerakannya di media sosial. Hasilnya pada akhir Agustus, (30/8/2022), ia mengunggah kakatua raja (Probosciger aterrimus) di akun media sosialnya dan membandrol burung tersebut seharga 10 juta rupiah.

Tak cukup burung paruh bengkok, ia juga menjual berbagai jenis satwa dilindungi lainnya seperti cendrawasih raja (Cicinnurus regitus) yang dibanderol seharga tujuh juta rupiah tanpa sertifikat, bahkan rangkong (Rhinoplax vigil) dan kangguru pohon saja ia akui siap untuk dikirim melalui jalur darat dengan menggunakan bis.

Berbagai jenis satwa dilindungi tersebut ia akui diperoleh dari jejaringnya yang ada di Cirebon dan Jawa Timur. Menurutnya, rata-rata orang yang menjadi pemasok merupakan orang yang mengaku sebagai anggota aparat keamanan negara yang berada di sana.

“Kalau cendrawsih sistemnya pesen, om. Kalau ada yang pesen baru saya orderkan ke kawan di Jatim kadang kawan Cirebon. Rata-rata yang kirim barang dari Jatim dugaannya anggota aparat juga, sih,” akunya, saat dihubungi Selasa (4/10/2022).

Pengakuan tersebut semakin menguatkan dugaan bahwa dugaan adanya peran aparat keamanan negara dalam perdagangan satwa liar dilindungi begitu kuat. Pengakuan itu cukup menjawab pertanyaan mengapa satwa liar yang statusnya dilindungi oleh negara dapat berakhir di dalam jerat tangan para pedagang yang tidak bertanggung jawab.

Belum lagi pada April lalu, seorang lelaki berinisial ES tertangkap basah di gudang miliknya di Baleendah karena memperdagangkan satwa liar dilindungi. Darinya, polisi menyita dua ekor burung kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea), 35 ekor burung kakatua tanimbar (Cacatua goffiniana), dua ekor burung nuri bayan (Eclectus poratus), dan satu ekor burung kasturi kepala hitam (Lorius lory).

Lelaki berusia 31 tahun tersebut diketahui merupakan seorang pengepul yang telah melakukan pergerakan ilegalnya sekitar tiga tahun lamanya. Ia biasanya melakukan aktivitas jual belinya di media sosial dan menjual burung-burungnya dengan harga bervariasi, yaitu kisaran harga dua sampai tiga juta rupiah. Ia juga diketahui memasok burung-burungnya ke Pasar Sukahaji, bahkan ia berencana mengekspor burung-burung paruh bengkok dan melibatkan seorang warga negara asing yang tinggal di Indonesia.

Temuan tim kolaborasi ini semakin menunjukkan fakta bahwa satwa-satwa liar dilindungi di ambang kepunahan. Penting untuk diketahui, bahwa fungsi satwa-satwa tersebut sangatlah penting dalam menjalankan mata rantai makanan dalam ekosistem kehidupan. Oleh karenanya, tidak ada pihak yang tidak menyetujui untuk melakukan pelestarian terhadap satwa. Kecuali bagi mereka yang berharap kepunahannya.

*Liputan ini adalah hasil kolaborasi media Bandungbergerak.id, Mongabay.co.id, Jaring.id, Mayung.id, Tirto.id, dalam program Bela Satwa yang diselenggarakan Garda Animalia dan Yayasan Auriga Nusantara.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//