Upaya Mengurangi Risiko Bencana Geologi dengan SMS
Korban jiwa terbesar dalam sejarah kebencanaan Indonesia terjadi ketika gempa bumi diikuti tsunami yang melanda Aceh pada 2004.
Penulis Iman Herdiana13 April 2021
BandungBergerak.id - Upaya pengurangan risiko bencana alam terkait kondisi geologi di Indonesia sudah dilakukan sejak 100 tahun lalu, tepatnya setelah gunung api Kelud meletus pada 1919 dengan korban jiwa lebih dari 5.000 jiwa. Namun demikian, jumlah korban jiwa terbesar dalam sejarah kebencanaan Indonesia justru terjadi ketika gempa bumi diikuti tsunami yang melanda Aceh pada 2004 dan mengakibatkan lebih dari 200 ribu korban jiwa.
Peristiwan bencana alam itu menekankan pentingnya sistem peringatan dini bencana geologi, sekaligus menunjukkan Indonesia sebagai negara dengan potensi bencana geologi yang besar. Secara geografis, Indonesia berada di cincin api pasifik (ring of fire) dan pertemuan 3 lempeng tektonik utama di dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik yang tiap tahunnya bergerak di mana pada suatu saat terjadi pelepasan mendadak yang disebut gempa tektonik.
Selain gempa bumi, Indonesia sangat rentan terhadap letusan gunung api, gempa vulkanik, tsunami, gerakan tanah, dan lain-lain. Dari sisi wilayah, Indonesia berupa kepulauan dan terletak di wilayah katulistiwa yang memiliki 2 musim yaitu hujan dan kemarau yang sangat rawan terhadap hujan lebat yang dapat mengakibatkan banjir dan kemarau panjang.
Tingginya jumlah korban jiwa akibat bencana geologi menunjukkan bahwa banyaknya masyarakat yang bermukim dan beraktivitas di kawasan rawan bencana. Hal ini diperburuk dengan minimnya pemahaman terhadap potensi ancaman bahaya geologi, serta masih rendahnya kapasitas dalam merespons kondisi krisis.
Kendati demikian, bencana geologi tidak dapat dikendalikan. Namun risiko bencana ini bisa diminimalkan dengan sistem peringatan dini dan peningkatan kesiapsiagaan. Dengan latar belakang tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), bekerja sama menjalankan sistem peringatan dini melalui SMS Blast.
Peringatan dini ini berupa notifikasi bahaya geologi melalui SMS secara massal bagi masyarakat di kawasan rawan bencana. Notifikasi SMS ini dihadapkan menjadi peringatan dini kepada masyarakat yang tinggal di daerah kawasan rawan bencana sekaligus penguatan kapasitas masyarakat untuk selalu siap siaga dalam menghadapi potensi bencana.
Notifikasi erupsi gunungapi akan diimplementasikan di tahap awal peringatan dini SMS Blast. Setelah itu, informasi lain seperti peningkatan status tingkat aktivitas gunungapi, rekomendasi bahaya gerakan tanah, gempa bumi dan tsunami akan menyusul kemudian.
Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono mengatakan, mitigasi bencana memerlukan kolaborasi dan kerja sama berbagai intitusi dan pemangku kebijakan. Program penyebarluasan informasi kebencaan antara Badan Geologi Kementerian ESDM dan Kominfo adalah suatu upaya mewujudkan kedua hal tersebut.
“Badan Geologi, khususnya Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menjadi penyedia informasi kebencanaan geologi, kemudian dengan memanfaatkan sistem telekomunikasi khusus, informasi tersebut disebarkan, khususnya kepada masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana geologi. Penyebaran informasi ini dilaksanakan tiada lain untuk mendukung koordinasi pelaksanaan kegiatan mitigasi bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh,” kata Eko Budi Lelono, mengutip sambutan tertulis pada acara penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Kementerian ESDM dan Kominfo di Kantor Badan Geologi, Bandung, Senin (12/4/2021)
Sementara Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Ahmad M. Ramli, mengatakan kerja sama ini terjadi pada momen yang tepat mengingat beberapa gunung api di Indonesia menunjukkan aktivitasnya.
“Semoga Sistem Penyampaian Informasi Kebencanaan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya saudara-saudara kita yang langsung terdampak bencana Erupsi Gunung Api dan Geologi, sehingga Pemerintah/Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat melakukan tindakan untuk mengurangi resiko,” kata Ahmad M. Ramli.
Berdasarkan data laman magma.esdm.go.id yang terakhir diperbarui 6 Agustus 2020, Indonesia memiliki jumlah gunungapi aktif sebanyak 127, terbanyak di dunia dan menduduki peringkat pertama dengan jumlah korban jiwa terbanyak.
Dari 127 gunung api tersebut, hanya 69 gunung api aktif yang dipantau oleh PVMBG. Masyarakat Indonesia yang tinggal di daerah aktif gunungapi akan selalu memiliki ancaman bahaya. Fungsi PVMBG sebagai pelayan publik terus melakukan monitoring atau pengawasan 24 jam terhadap gunungapi aktif di Indonesia.
Gunung api aktif sendiri dibagi menjadi beberpa tipe, yakni gunung api Tipe A, berjumlah 77 gunung. Merupakan gunung api yang memiliki catatan sejarah letusan sejak tahun 1600. Gunung api Tipe B, berjumlah 29 gunung. Merupakan gunung api yang memiliki catatan sejarah letusan sebelum tahun 1600. Terakhir, gunung api Tipe C, berjumlah 21 gunung. Merupakan gunung api yang tidak memiliki catatan sejarah letusan, tetapi masih memperlihatkan jejak aktivitas vulkanik.