• Opini
  • Taman Vertikal Solusi Rumah Minim Lahan dan Ramah Lingkungan

Taman Vertikal Solusi Rumah Minim Lahan dan Ramah Lingkungan

Taman vertikal bermanfaat untuk melindungi eksterior rumah dari hujan dan matahari, juga dapat menciptakan lingkungan rumah yang lebih tenang.

Stacy Hendra

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Seorang anak bermain di ruang terbuka yang juga difungsikan sebagai lahan Buruan SAE di RW 04 Kelurahan Suka Asih, Bojongloa Kaler, Kota Bandung, Jumat (27/8/2021). Karena janji bantuan pemerintah tak kunjung tiba, warga berinisiatif lewat pendanaan swadaya. (Foto: Bani Hakiki/BandungBergerak.id)

9 Januari 2023


BandungBergerak.id—Pembangunan gedung-gedung bertingkat dan rumah tinggal yang terus berkelanjutan di era normal baru ini membuat persediaan lahan hijau di nusantara semakin menipis sehingga menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan, salah satunya polusi udara. Dilansir dari laporan Kualitas Udara Dunia IQAir 2021, Indonesia menduduki posisi 17 sebagai negara paling berpolusi udara di dunia, dan peringkat pertama di Asia Tenggara. Di sisi lain, masyarakat perkotaan sangat menghargai lahan sebagai bagian dari bisnis.

Mahalnya harga sebuah lahan di perkotaan membuat sebagian besar ukuran lahan tersebut digunakan untuk areal bisnis yang menghasilkan keuntungan tinggi. Peraturan perundangan tentang kewajiban adanya persentase yang signifikan untuk ruang terbuka hijau kini hanya dijadikan sebagai keinginan belaka karena hampir mustahil untuk diwujudkan. Sebagai contoh, untuk menambah areal hijau sebanyak 1% di Jakarta dibutuhkan lahan sebanyak 600 hektare. Sedangkan, Jakarta sendiri membutuhkan tambahan areal terbuka hijau lebih dari 10% dibandingkan yang sudah ada saat ini untuk menjadikan Jakarta sebagai sebuah kota yang ideal. Selain itu, tingginya harga lahan di perkotaan mengakibatkan setiap masyarakat memiliki lahan yang sangat terbatas. 

Permasalahan polusi udara yang semakin meningkat dan persediaan lahan hijau yang kurang memadai secara langsung menyadarkan masyarakat untuk segera melakukan tindakan alternatif, salah satunya dengan menghadirkan dan menerapkan konsep vertical garden atau taman vertikal di rumah-rumah penduduk. Di Indonesia, konsep taman vertikal memang belum dikenal secara luas. Namun, jika diproyeksikan pada tahun-tahun yang akan datang, taman vertikal akan menjadi salah satu tren yang meluas di dalam negeri.

Taman vertikal mengacu pada taman yang diciptakan secara vertikal sehingga tanaman yang ditata juga secara vertikal ke atas dalam bidang tegak lurus dengan memanfaatkan dinding sebagai salah satu medianya dalam jangka waktu yang relatif lama. Konsep taman vertikal sendiri sudah dikenal sejak zaman Romawi dan Mesir Kuno dengan adanya bukti konkret yang ditemukan pada lukisan-lukisan di beberapa artefak yang memperlihatkan aneka tanaman ornamental menghiasi dinding taman dan kerajaan. Pada abad ke-15,  taman vertikal ini pernah menjadi ikon untuk sebuah bangunan terkenal di Perancis.

Di era modern, kepopuleran taman vertikal tidak lepas dari andil Patrick Blanc. Beliau merupakan seorang ahli botani yang menjelajah ke berbagai penjuru dunia untuk mempelajari beragam habitat taman vertikal di alam bebas. Eksplorasi beliau diawali dari aneka tebing di penjuru dunia, dimulai dari tebing di Amazon, Amerika Latin, tebing Pulau Phi Phi di Phuket Thailand, sampai ke Gunung Gede Pangrango di Pulau Jawa. Selain tebing dan gunung, aneka vegetasi di berbagai air terjun di dunia juga diamati oleh beliau. Konsep taman vertikal di alam diciptakan kembali di perkotaan, baik di rumah hingga ke gedung-gedung pencakar langit yang mencakup di areal outdoor dan ornamen hidup dalam desain indoor.

Dalam penataan, taman vertikal memadukan unsur softcape, yaitu tanaman dan unsur hardscape, seperti bebatuan, besi, dan stepping stone. Untuk merawat tanaman pada konsep ini biasanya menggunakan metode hidroponik, yakni bertanam tanpa menggunakan tanah. Peran tanah yang awalnya sebagai penopang akar, pendistribusian pupuk dan persediaan air digantikan oleh media lain seperti rockwool yang merupakan media substrat, juga aneka bahan organik dan anorganik lainnya berupa pecahan batu apung,  jeli, arang sekam, serbuk kelapa, dan cacahan pakis.

Taman vertikal juga bisa terbuat dari barang-barang bekas yang dapat didaur ulang kembali, seperti botol bekas. Dari media berupa botol ini dapat dijadikan pot yang akan diletakkan pada konstruksi atau frame yang sudah dibuat sebelumnya pada dinding rumah.

Baca Juga: Feminisme: Cantik itu Luka, Pintar itu Sok Tahu?Mengatasi Perundungan Siber dengan Pendekatan Statistika

Taman Vertikal sebagai Anti Polusi

Konsep go green, back to nature, global warming melahirkan konsep taman vertikal. Taman vertikal hadir untuk menjadi sebuah solusi dan menjawab permasalahan tentang kebutuhan ruang terbuka hijau yang sangat diperlukan untuk keseimbangan hidup, tetapi di sisi lain ketersediaan lahan yang dibutuhkan untuk menanam tanaman sangat minim. Ruang terbuka hijau sangat diperlukan dalam hidup manusia dan di dalam ruang tersebut terdapat berbagai macam tumbuhan. Tumbuhan sendiri merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh manusia untuk bernafas dan diyakini dapat mengurangi panasnya intensitas suhu udara di perkotaan bahkan salah satu cara untuk mengurangi polusi udara.

Kebanyakan orang mengira bahwa polusi hanya sebatas polusi udara oleh asap. Padahal, polusi sering kali terjadi di lingkungan sekitar kita. Badan Antariksa Amerika (NASA) dalam laporannya mengemukakan bahwa beberapa tanaman mampu menyerap polutan, termasuk tanaman hias, seperti Aglaonema, Dracaena, Ficus, Sansevieria, Chlorophytum, Chamaedorea, Spathiphyllum, Philodendron, Aloevera, Scindapsus, Nephrolepis, Musa, dan Anthurium.

Dengan menghadirkan taman vertikal pada sebuah ruangan juga dapat membantu mendetoksifikasi udara dan menghilangkan berbagai zat yang kurang baik bagi tubuh seperti formaldehyde dan benzene. Metode penanaman pada taman vertikal berperan sebagai isolasi rumah dari terpaan sinar matahari dan meningkatkan efisiensi energi dari rumah. Efisiensi energi yang dimaksud adalah pemakaian AC (Air Conditioner) pada saat cuaca terik yang berfungsi sebagai reduksi cahaya matahari. Pada saat musim hujan, taman vertikal berfungsi sebagai penghangat ruangan di dalam rumah. Taman vertikal juga berfungsi mengurangi efek masuknya sinar matahari ke dalam rumah sehingga rumah terasa teduh dan nyaman.

Tanaman pada taman vertikal terutama jenis tanaman yang tumbuh ke atas akan lebih banyak menerima sinar matahari yang nantinya akan dapat menjadi sumber udara bersih untuk lingkungan di sekitarnya dan meningkatkan sirkulasi udara. Ruangan menjadi lebih sejuk dan segar karena menerima suplai oksigen yang dihasilkan dari tanaman pada taman vertikal tersebut. Tanaman pada taman vertikal juga menyerap karbondioksida dan polusi yang berasal dari rumah, seperti debu yang sering menempel pada karpet dinding.

Taman Vertikal Menambah Estetika Hunian

Taman vertikal memiliki keindahan tersendiri dibandingkan dengan taman yang dibangun pada lahan datar atau horizontal. Penerapan konsep taman vertikal ini digunakan untuk menutupi benda-benda yang kurang menarik, seperti coretan pada tembok dan kotak meteran listrik. Konsep taman vertikal ini juga memberikan nilai tambah pada sebuah ruangan. Selain itu, keuntungan dari penerapan konsep taman vertikal sendiri bisa dibangun pada ruangan outdoor dan indoor. Taman vertikal yang ditanam di dalam ruangan atau indoor dapat dijadikan sebagai pembatas ruangan yang menciptakan keindahan di dalam ruangan. Dan taman vertikal yang dibiarkan tumbuh di pagar memiliki fungsi sebagai filter untuk mengurangi kebisingan selain menambah estetika pada tampilan rumah.

Dengan menambah keindahan sebuah taman vertikal, secara langsung juga dapat melindungi eksterior rumah, seperti tembok dari paparan intensitas sinar matahari dan air hujan. Taman vertikal dapat menjadikan rumah lebih kedap suara bagi rumah yang memiliki plafon tinggi sehingga menciptakan lingkungan yang lebih tenang dan baik bagi kesehatan mental penggunanya.

Dari segi pemeliharaan dan penataannya, jika dibandingkan dengan taman horizontal, taman vertikal cenderung lebih mudah untuk ditata karena lahannya tidak seluas taman horizontal. Terlebih lagi dalam pemakaian media tanamnya menggunakan pot yang hanya digeser ketika bidang tersebut diganti. Sama halnya saat ingin mengganti tanaman yang hanya perlu mengurusnya pada media pot saja sehingga dapat meringankan kondisi tubuh penggunanya, terutama bagi orang tua yang sering terkena sakit punggung. Taman vertikal juga fleksibel karena bisa ditempatkan jauh dari hewan dan serangga hama lain dan pengontrolan dalam penyebaran gulma cenderung lebih mudah karena pemiliknya bisa berkebun tanpa pestisida.

Begitu banyak manfaat yang dihasilkan oleh penerapan konsep taman vertikal, menunjukkan betapa pentingnya penerapan konsep tersebut di berbagai daerah, terutama di perkotaan mengingat kondisi polusi udara yang semakin meningkat. Oleh sebab itu, disarankan bahwa penerapan konsep taman vertikal dapat diterapkan pada perumahan-perumahan penduduk di daerah perkotaan di Indonesia, khususnya di Jakarta yakni ibu kota sekaligus pusat perekonomian Indonesia.

Selain itu, mahalnya harga sebuah lahan di perkotaan membuat sebagian besar ukuran lahan tersebut digunakan untuk areal bisnis yang menghasilkan keuntungan tinggi sehingga menyebabkan sebagian besar persediaan lahan hijau menjadi kurang efektif. Maka dari itu, diperlukan sebuah konsep taman vertikal untuk meminimalkan permasalahan lingkungan yang ditimbulkan dari terbatasnya ruang terbuka hijau.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//