NGABUBURIT MENYIGI BUMI #24: Perkampungan di dalam Kawah Purba Gunung Bubut
Lembah yang dalam yang kini menjadi perkampungan di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, merupakan hasil robekan dari letusan hebat Gunung Bubut.
T. Bachtiar
Geografiwan Indonesia, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung dan IAGI Jabar Banten (Ig: @tbachtiargeo)
15 April 2023
BandungBergerak.id – Di sekeliling Cekungan Bandung ini banyak gunung-gunungapi yang kini sudah tidak aktif lagi. Satu di antaranya adalah Gunung Bubut (+1.320 m dpl) di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Gunung ini keliling kaki gunungnya 24,36 km, aktif antara 1,8 juta-0,7 juta tahun yang lalu. Letusan-letusan dahsyatnya menyebabkan terjadinya bukaan ke berat, merobek bibir kawah selebar 1,5 km, dan ke timur laut menoreh bibir kawah selebar 1,2 km. Bila direkonstruksi, keliling kawahnya 7,23 km. Kedua bukaan saat letusan dahsyat itu membentuk lembah yang dalam. Saat ini, di lerengnya sudah dibuat jalan yang menghubungkan antar perkampungan yang terpencar di dalam kawah purba ini.
Torehan ke arah barat, di lereng kiri dan kanan lembah sudah dibuat jalan desa. Di lereng utara lembah terdapat perkampungan yang terpencar, yang berada di dalam kawah purba itu, seperti Kampung Bandaasri di Desa Cibodas, Kecamatan Pasirjambu, Kampung Cibarecak dan kampung lainnya yang termasuk Desa Cukanggenteng, Kecamatan Pasirjambu.
Di salah satu jalan setapak menuju puncak, ada bagian tanah yang tersingkap, terlihat ada yang masih kasar berukuran pasir coklat kekuningan yang dibalut tanah liat berwarna putih kotor. Inilah material letusan gunungapi yang mengendap di lereng gunung yang terubah oleh panas dari dalam bumi pada masa lalu, ketika gunung ini masih aktif. Sutikno Bronto (2006) menulis, batuan penyusun Gunung Bubut terdiri atas aliran lava, breksi, batu lapili, tuf, dan lahar.
Tanah di sini sedikit asam, sangat mungkin merupakan material letusan dahsyat pada masa lalu yang telah menghancurkan tubuh Gunung Bubut. Pada umumnya, letusan gunungapi yang dahsyat, kimiawi magmanya asam, sehingga tekanan gasnya sangat tinggi. Inilah yang telah menghamburkan tubuh bagian dalam gunungapi ke angkasa. Karena terjadi kekosongan dalam tubuh gunungnya, maka bagian luarnya tak mampu lagi menyangga beban, menyebabkan tubuh gunung bagian atas ambruk, membentuk kawah yang besar.
Gunung Bubut dulu Habitat Burung
Bentuk Gunung Bubut saat ini sudah tidak menyerupai gunungapi yang utuh, karena gunung ini pernah meletus dahsyat beberapa periode letusan, sehingga rona buminya membentuk beberapa kerucut, yang seolah-olah terpisah. Padahal, semula berupa satu gunungapi yang utuh.
Gunung ini pada masa lalu menjadi habitat burung yang banyak mendiami rumpun bambu, yaitu burung bubut. Menurut Prof Dr Johan Iskandar, komunikasi melalui pesan whatsapp, burung bubut yang sering teramati di Jawa Barat ada dua jenis, yaitu Centropus sinensis biasa disebut dudut, bubut, butbut, atau burung bubut besar; dan Centropus bengalensis disebut juga burung dudut, bubut, butbut, atau bubut alang alang. Sedangkan di Indonesia, terdapat enam jenis burung bubut, yaitu bubut alang-alang, bubut besar, bubut hitam, bubut jambul, bubut kembang, dan bubut paruh hijau. Di Pulau Jawa tidak ada burung bubut paruh hijau, sehingga jumlahnya hanya ada lima jenis.
John Mackinnon (1993) menulis, ukuran burung bubut besar (52 cm), dan bubut alang-alang (42 cm). Kedua burung ini dengan ciri utama iris matanya berwarna merah, paruhnya hitam melengkung tajam, dan kakinya berwarna hitam, dengan ekornya warna hitam panjang. Bulu burung bubut besar, secara keseluruhan berwarna hitam, kecuali mantel bulu warna sayapnya yang coklat seperti biji buah saninten atau berangan. Sedangkan warna bulu burung bubut alang-alang, secara keseluruhan mirip dengan burung bubut besar, yang membedakannya warna bulunya agak suram, sehingga terkesan kotor.
Tampilan burung ini terkesan sangar. Iris mata merah, paruh kuat melengkung, dan kuku kakinya tajam mencengkeram. Burung bubut bukan burung pemangsa, tapi pemakan ulat bulu, capung, belalang, jangkrik, kumbang, kupu-kupu, juga menyukai siput, lipan, katak, anakan burung, tikus kecil, bahkan menyukai ular kecil.
Antara bulan Januari sampai Maret, tapi ada juga yang sampai Mei, merupakan musim berkembang biak. Pada saat itulah burung bubut akan membuat sarang untuk bertelur. Sarangnya sering dijumpai di semak-semak di pinggir hutan atau di dalam hutan, di pinggir sungai, dan di hutan mangrove. Sarangnya ada yang dibuat di tempat yang sangat rendah, seperti di padang alang-alang, di semak-semak yang lebat tapi sungai, dan di pohon yang tingginya antara empat sampai enam meter. Bentuk sarangnya seperti bola. Di dalam sarang itu terdapat telur berwarna putih dengan tanda kuning, jumlahnya antara tiga sampai empat butir.
Di salah satu puncaknya, terdapat tinggalan batu besar persegi panjang yang masih tertidur di lantai tanah. Nampaknya masih ada yang datang untuk berdoa di sini, terlihat dari beberapa tinggalan yang biasa dipakai saat ritual.
Di Soreang, Cililin, Ciwidey, Kabupaten Bandung, banyak gunungapi purba, dua di antaranya Gunung Bubut dan Gunung Singa. Gunung purba ini, baik dijadikan tempat untuk belajar tentang gunungapi purba.