Keniscayaan Gelombang Ketiga Covid-19 di Indonesia
Covid-19 diprediksi akan terus bergelombang selama lemahnya protokol kesehatan dan pelacakan kontak.
Penulis Iman Herdiana23 Oktober 2021
BandungBergerak.id - Gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia menjadi keniscayaan. Pertanyaannya, kapan gelombang itu tiba dan seberapa tinggi dampaknya. Pertanyaan ini, menurut pakar epidemiologi UGM, Riris Andono Ahmad, sangat tergantung dengan situasi dan kondisi di masyarakat.
Menurut Riris, mobilitas interaksi sosial dan patuh atau tidaknya dalam menjalankan protokol kesehatan 3M (menjaga jarak, mencuci tangan, dan memakai masker) akan memengaruhi tinggi rendahnya gelombang ketiga Covid-19.
Direktur Pusat Kajian Kedokteran Tropis UGM ini menyampaikan bahwa virus Covid-19 masih terus ada dan tidak sedikit orang yang tidak memiliki kekebalan. Sementara, pada orang yang telah mendapatkan vaksin Covid-19, kekebalan yang didapat pun akan menurun seiring berjalannya waktu. Bahkan Riris mengatakan masih ada gelombang-gelombang berikutnya selama virus corona terus ada.
“Jadi, tidak hanya satu kali gelombang tiga lalu stop, tapi akan terjadi lagi selama virus masih ada dan bersirkulasi secara global,” terang Riris Andono Ahmad, mengutip laman resmi UGM, Sabtu (23/10/2021).
Terkait vaksinasi, Riris menyatkaan, beberapa negara dengan cakupan vaksinasi relatif tinggi seperti Israel, Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa saat ini pun tengah berjuang kembali dengan Covid-19 akibat varian delta. Varian delta dengan tingkat penularan lebih tinggi membutuhkan cakupan imunitas yang lebih tinggi dalam populasi.
Misalnya, sebelum ada varian delta, untuk mendapatkan kekebalan kelompok sekitar 70 persen populasi harus sudah divaksin. Namun, sejak adanya varian delta, cakupan vaksinasi ditingkatkan menjadi 80 persen. Kondisi tersebut dengan anggapan bahwa vaksin yang diberikan memiliki efektvitas 100 persen.
Dengan kondisi itu artinya vaksinasi di Indonesia untuk bisa mencapai 80 persen mensyaratkan sekitar 230 juta penduduk harus divaksin. Dalam pelaksanaannya pun seyogianya dilakukan dalam waktu kurang dari 6 bulan agar bisa terwujud kelompok.
“Ini kan sulit, misalnya sanggup pun kekebalan kelompok hanya bertahan beberapa saat dan akan terus berkurang,” ucapnya.
Kuncinya kembali lagi ke masyarakat. Riris meminta agar masyarakat tetap waspada dan tidak lengah. Meskipun saat ini kondisi membaik, tetapi pandemi belum usai. Risiko penularan masih ada, terlebih saat adanya pelonggaran aktivitas di masyarakat.
“Saat penularan tinggi dilakukan intervensi besar-besaran dengan PPKM. Begitu terkendali aktivitas dilonggarakan karena tidak mungkin terus PPKM karena akan melumpuhkan perekonomian. Namun, pelonggaran ini berisiko penularan akan meningkat lagi,” urainya.
Kuncinya, kata Riris, masyarakat agar selalu menerapkan protokol kesehatan. Sementara pemerintah diminta untuk memperkuat pelacakan kasus melalui 3T yakni testing, tracing, dan treatment.
Covid-19 Jawa Barat
Kekhawatiran munculnya gelombang ketiga Covid-19 juga dirasakan di Jawa Barat. Saat ini, situasi Covid-19 di Jabar sedang melandai. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan tingkat keterisian rumah sakit (Bed Occupancy Ratio/BOR) Covid-19 di Jabar mengalami penurunan menjadi sekitar 3 persen dari puncaknya 91 persen.
Ridwan Kamil mengajak agar angka Covid-19 Jabar tidak naik kembali. Menurutnya, protokol kesehatan (prokes) harus terus diperkuat seiring dengan dibukanya kegiatan ekonomi secara perlahan.
"Makanya arahan saya, pelan-pelan kegiatan pariwisata dibuka asal bertanggung jawab. Itu saja. Seperti kuota kan kadang suka ada yang curi-curi, ada sertifikat vaksin palsu, yang seperti itu harus diawasi," ucapnya, saat meninjau bus vaksinasi di Pendopo Kabupaten Cianjur, dalam siaran persnya, Sabtu (23/10/2021).
Dalam peninjauan tersebut, Ridwan Kamil mendorong Kabupaten Cianjur untuk mengakselerasi vaksinasi Covid-19. Jangkauan vaksinasi Covid-19 Kabupaten Cianjur masih belum mencapai 50 persen. Persentase ini jauh tertinggal dibandingkan Kota Bandung, misalnya, yang sudah mencapai lebih dari 80 persen.
"Oleh karena itu, mudah-mudahan dalam dua minggu, Cianjur bisa ke 50 persen. Jawa Barat sendiri saya laporkan, kalau pakai jumlah dosis, sudah tertinggi se-Indonesia," kata Ridwan Kamil.
Vaksinasi Jabar Belum Merata
Ketika ancaman gelombang ketiga Covid-19 terus bergema dan diprediksi akan terjadi antara Desember 2021 dan Januari 2022, vaksinasi Covid-19 di Indonesia belum merata. Di Jawa Barat pun terjadi masalah yang sama.
Pemerataan vaksinasi Covid-19 di Jawa Barat menjadi sorotan lembaga pemantau Covid-19, LaporCovid-19 saat mengkritik rencana pemberian vaksin dosis ketiga bagi para guru dan tenaga pendidik oleh Pemerintah Kota Bekasi tanpa rekomendasi dari Pemerintah Pusat (Kementerian Kesehatan RI).
Rencana pemberian vaksin dosis ketiga dinilai sangat berpotensi melanggar prinsip kesetaraan dan keadilan vaksin serta menunjukkan bahwa penyelenggaraan vaksinasi masih dilakukan serampangan, sehingga melanggar prinsip vaccine equity. Sementara capaian vaksinasi di Kota Bekasi per 4 Oktober 2021 sendiri baru 66,39 persen untuk dosis pertama dan 46,15 persen untuk dosis kedua. Capaian vaksinasi untuk lansia di Kota Bekasi juga masih rendah, yakni 41,78 persen untuk dosis pertama dan dosis kedua 31,35 persen.
LaporCovid-19 menilai, Pemerintah Kota Bekasi seharusnya memprioritaskan pemberian vaksin dosis ketiga tersebut kepada lansia yang belum mendapatkan vaksin dosis pertama maupun dosis kedua.
Di sisi lain, daerah sekitar Kota Bekasi juga masih menunjukkan cakupan vaksinasi dosis pertama yang relatif rendah. Seperti halnya di Kabupaten Bekasi baru 59,29 persen untuk dosis pertama, Kabupaten Karawang baru 50,72 persen, Purwakarta baru 50,72 persen, dan Kabupaten Subang baru 29,87 persen.
Selain itu, terdapat Kota dan Kabupaten di Jawa Barat yang sudah kekurangan stok vaksin, seperti Kabupaten Tasikmalaya yang stok vaksinnya akan habis dalam 3 hari, Kabupaten Ciamis habis dalam 4 hari dan Kabupaten Pangandaran hanya tersisa vaksin untuk 6 hari.
Tentu data-data tersebut kini sudah berubah seiring masih berjalannya distribusi vaksin. Namun hal itu menunjukkan bahwa belum meratanya cakupan vaksinasi Covid-19 di daerah-daerah yang harus segera diatasi oleh pemerintah pusat.