• Berita
  • Mengingat Palestina Lewat Layar, Menuntut Kemerdekaan dengan Turun ke Jalan

Mengingat Palestina Lewat Layar, Menuntut Kemerdekaan dengan Turun ke Jalan

Warga Bandung mendukung kemerdekaan Palestina dengan aksi ke jalan. Komunitas memutar film tentang Palestina untuk merawat ingatan.

Masyarakat Kota Bandung memperingati Hari Kemerdekaan Palestina, di Jalan Asia-Afrika, Sabtu, 15 November 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Tim Redaksi18 November 2025


BandungBergerak - Israel selalu berusaha menghapus Palestina dari peta dunia melalui senjata maupun politik liciknya. Di tengah agresi tersebut, perlawanan terhadap Israel muncul dari masyarakat internasional melalui demonstrasi maupun jalan literasi. Di Bandung, warga turun ke jalan memperingati deklarasi kemerdekaan Palestina dan orang-orang muda dari komunitas memutar film-film Palestina.

Merawat Ingatan dengan Film Palestina

Komunitas KembangKata bersama Perpustakaan Bunga di Tembok menggelar Special Screening Palestinian Film sebagai bagian dari gerakan global Palestine Cinema World Day yang diselenggarakan oleh Film Lab Palestine. Kegiatan ini berlangsung sehari lebih awal dari penayangan serentak di seluruh dunia pada 2 November 2025.

Program ini menegaskan bahwa sinema Palestina bukan sekadar medium seni, tetapi juga alat perlawanan dan pengarsipan memori kolektif. Film-film Palestina berupaya merekam apa yang secara paksa dihapus dari mereka, seperti kehidupan, sejarah, dan wajah manusia Palestina yang sering terpinggirkan oleh narasi Barat serta media dominan.

Dalam acara ini, terdapat dua film diputar dan didiskusikan, yaitu Upshot (34 menit, 2024) karya Maha Haj, dan Jenin, Jenin (54 menit, 2002) karya Mohammed Bakri.

Film Upshot

Film pendek ini menceritakan sepasang suami istri, Sulaiman dan Lubna, yang melewati pengalaman hidup kurang menyenangkan, kemudian mengisolasi diri di sebuah peternakan dan menikmati sisa hidupnya jauh dari keramaian. Suatu hari, mereka berdebat mengenai pilihan hidup kelima anaknya, hingga suatu saat seorang jurnalis tidak dikenal datang dan memberi tahu sebuah fakta yang mengejutkan.

Film ini menggambarkan kehidupan di Palestina yang penuh luka dan duka, yang selamanya ada dan terpendam dalam memori kolektif.

“Pada bagian opening film Upshot, suasana yang dibangun cukup hening, sebagian besar percakapan hadir di meja makan,” ujar Lisa, salah satu audiens yang membagikan asumsi terkait teknis film Upshot.

Menurutnya, sutradara film Upshot mengedepankan emosi yang lebih jujur dan terbuka. Ketika jurnalis itu datang dengan baju merah, hal ini bisa memberi simbol peringatan bahaya.

“Pemilihan warna baju hitam untuk pemeran utama juga menggambarkan duka berkepanjangan yang mereka alami,” tambah Lisa.

Special Screening Palestinian Film di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu 1 November 2025. (Foto: Adhwa Hanifa/BandungBergerak)
Special Screening Palestinian Film di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu 1 November 2025. (Foto: Adhwa Hanifa/BandungBergerak)

Jenin, Jenin

Jenin, Jenin disutradarai Mohammed Bakri yang juga aktor palestina. Film yang diproduksi tahun 2002 ini menggambarkan pengalaman warga di Kamp Pengungsi Jenin, Tepi Barat, setelah serangan militer Israel pada April 2002 dalam operasi yang disebut Operation Defensive Shield.

Meskipun sudah berusia lebih dari dua dekade, film Jenin, Jenin menunjukkan kondisi kehidupan rakyat Palestina tidak jauh berbeda dengan sekarang. Film ini membuka mata batin penontonnya untuk mendengarkan kesaksian orang-orang di Tepi Barat yang menjadi korban kejahatan Israel.

“Terdapat satu kutipan dari salah satu anak kecil di film Jenin, Jenin. Para janda akan menikah lagi dan karena itu kita harus terus bertahan. Untuk mereka, tanah itu sama pentingnya. Tanah adalah sesuatu yang paling penting untuk orang-orang yang terjajah,” kata Raffi, salah satu audiens.

Selain menonton bersama, acara ini juga membahas esai berjudul “On What Was, and What Remains: Palestinian Cinema and the Film Archive” karya Hend Alawadhi. Esai ini membahas keterkaitan erat antara sinema Palestina, memori kolektif, dan perjuangan identitas nasional yang terus berhadapan dengan pengalaman pengasingan dan kehilangan sejak peristiwa Nakba 1948. Artikel ini sekaligus menjadi latar belakang pemutaran film.

“Barangkali peristiwa yang dirasakan oleh orang palestina rasakan pernah kita alami di tahun ‘65 saat genosida terjadi, di mana saat arsip-arsip kebudayaan kita dimusnahkan. Yang dihilangkan adalah hal-hal yang progresif,” ujar Roby, seorang pustakawan Perpustakaan Bunga di Tembok.

Hal ini sesuai dengan pandangan Marxist-Leninist pada masa itu, sinema dianggap sebagai sarana untuk mempromosikan ide-ide revolusioner (Alawadhi, 2013), sebagaimana halnya dalam gerakan anti-kolonial dan perlawanan di seluruh dunia seperti yang Palestina lakukan untuk berusaha mengembalikan arsipnya yang hilang dan mengambil alih kembali kemerdekaan dan tanahnya. 

Namun, mungkin terdapat beberapa kesamaan antara Indonesia dengan Palestina, tidak hanya terkait arsip kebudayaan yang dimusnahkan. Peristiwa pengambilan lahan dan penggusuran juga terjadi di Indonesia, khususnya Bandung. Diharapkan dengan terbukanya mata untuk peduli terhadap Palestina juga tidak mengurangi kepedulian terhadap kasus mengenai hak-hak masyarakat yang direbut dari rakyat Indonesia.

Baca Juga: Menelaah Sepak Terjang Anarko di Bumi Palestina
Sastra Palestina, Kolonialisme, dan Pemanusiaan

Special Screening Palestinian Film di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu 1 November 2025. (Foto: Adhwa Hanifa/BandungBergerak)
Special Screening Palestinian Film di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Sabtu 1 November 2025. (Foto: Adhwa Hanifa/BandungBergerak)

Turun ke Jalan Memperingati Hari Kemerdekaan Palestina

Di acara berbeda, masyarakat Kota Bandung memadati pedestrian Jalan Asia-Afrika untuk memperingati Hari Kemerdekaan Palestina, Sabtu, 15 November 2025. Mengenakan atribut Palestina, mereka menyerukan boikot terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel.

Mereka membagikan poster berukuran A3, yang berisi logo puluhan produk yang harus diboikot. “Jangan beli produk Israel lagi, ya,” ujar salah seorang ibu saat membagikan poster.

Palestina memproklamasikan kemerdekaannya pada 15 November 1988 di Algiers, Aljazair, oleh Yasser Arafat atas nama Palestine National Council (PNC) dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Namun, kemerdekaan ini bersifat deklaratif. Hingga kini Palestina masih dijajah Israel.

“Jadi selama Palestina belum merdeka, kita insyaallah akan turun ke jalan selama kita dikasih kesehatan,” ujar Atie Indrayani, ibu berumur 52 tahun kepada BandungBergerak.

Ia berharap masyarakat ikut menekan Israel dengan memboikot produk-produknya.

“Jadi kalau dari segi ekonomi, seruan boikot ini sudah global, mereka zionis itu akan hancur,” tambahnya.

Peserta aksi lainnya, Marina Saraswati, menambahkan bahwa boikot bisa berdampak pada perekonomian Israel. Ibu berumur 46 tahun ini menegaskan agar masyarakat segera beralih ke produk bukan buatan Israel.

“Jadi saya menyarankan untuk ibu-ibu segera boikot produk-produk yang terafiliasi Israel. Karena produk Indonesia itu sudah banyak yang bisa dibeli dan itu akan meruntuhkan perekonomian Israel,” tegasnya.

Sampai saat ini, laporan Aljazeera mencatat sejak serangan besar-besaran Israel ke Palestina sejak 7 Oktober 2023 lalu, jutaan rakyat menjadi korban. Laporan kesehatan Gaza mencatat kematian akibat serangan Zionis Israel terus bertambah hingga mencapai 66.148 orang dengan korban luka-luka mencapai 168.716 orang.

Rio Pale dari Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP) meragukan gencatan senjata di Palestina. Baginya pembebasan rakyat Palestina mesti terus disuarakan.

Ridwan Andianou, peserta aksi lainnya, menegaskan gencatan senjata di Palestina justru menjadi tameng Israel untuk melakukan tindak kejahatan di negeri yang direbutnya.

***

*Reportase ini dikerjakan reporter BandungBergerak Aufi Athaaya dan Yopi Muharam. Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//