• Berita
  • Program Gaslah Pemkot Bandung Disarankan Selaras dengan Petugas Sampah di Lapangan

Program Gaslah Pemkot Bandung Disarankan Selaras dengan Petugas Sampah di Lapangan

Program Gaslah memiliki sejumlah kelemahan jika tidak dibarengi dengan konsep yang matang. Program ini mesti mendukung solusi utama: pemilahan sampah.

Pemilahan sampah di Asrama Masjid Salman ITB, Bandung, Jumat, 17 Oktober 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul25 November 2025


BandungBergerak – Metode pemilahan akan menjadi pendekatan prioritas Pemerintah Kota Bandung dalam menangani persoalan sampah. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan menyatakan, tahun depan pihaknya akan meluncurkan program Gaslah, akronim dari Petugas Pemilah. Program ini akan merekrut 1.500 orang petugas pemilah yang perannya diintegrasikan dengan program ketahanan pangan Buruan Sae.

Program Gaslah disambut baik oleh organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang lingkungan, di antaranya Yayasan Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) dan Wahana Lingkungan Jawa Barat (Walhi) Jawa Barat. Namun, kedua lembaga ini juga memberikan rekomendasi untuk dipertimbangkan Pemkot Bandung.

Kedua NGO berpendapat, skema Gaslah masih dalam tahap pembahasan dan penentuan jumlah anggaran. Di diskusi publik mengurai solusi sampah di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Rabu, 12 November lalu, Wali Kota Farhan menyebut, pemerintah rencananya akan menggelontorkan hingga 23 miliar rupiah untuk menangai permasalahan sampah.

Staf Zero Waste Cities YPBB, Ryan Hendryan menyebutkan, program Gaslah memiliki sejumlah kelemahan jika tidak dibarengi dengan konsep yang matang. Dengan adanya petugas pemilah sampah tercampur ia khawatir akan menurunkan semangat pemilahan dari sumber, yaitu dari masyarakat.

“Makanya rekomendasi kita sebenarnya ke DLH tuh kita mendorong si petugas Gaslah ini diarahkan untuk jadi pemberian insentif kepada petugas sampah. Agar petugas sampah di kawasan itu mau mengumpulkan sampah secara terpilah,” kata Ryan, kepada BandungBergerak, Rabu, 19 November 2025.

Sistem pengumpulan secara terpilah sebenarnya sudah pernah diuji coba oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) di dua kelurahan pada 2020, yaitu Sukamiskin dan Cihaurgeulis. Sistem dan SOP untuk masyarakat dan petugas sudah dibuat. Petugas melakukan pengumpulan sampah secara terpilah pada hari-hari tertentu sesuai jenis sampahnya.

“Karena dibayar sama DLH, jadi dia nurut gitu. Karena dia juga kan pengin pendapatannya bertambah. Kalau cuma disuruh memilah, yang disayangkan nanti semangat pemilahan di sumber hilang,” khawatir Ryan.

Metode yang dipakai DLH sudah diterapkan di 533 kawasan bebas sampah (KBS), namun sifatnya partisipatif, bukan kewajiban. Skema KBS ini mengamanatkan 30 persen dari total rumah di satu RW melakukan pemilahan dan 30 persen melakukan pengolahan. KBS ini sayangnya masih berbentuk model. Seharusnya, dalam sistem kedaruratan diperluas dan perkuat sistemnya. Skemanya pun harusnya memaksa, tidak lagi partisipatif.

Rekomendasi insentif untuk petugas sampah ini sebenarnya selaras dengan pengelolaan sampah yang ideal. Ryan menjelaskan, sistem pengelolaan sampah idealnya dikelola dan ditanggungjawabi pemerintah sampai ke sumber. Makanya, YPBB merekomendasikan agar petugas sampah punya kelembagaan resmi supaya pengelolaan sampah bisa dilakukan sistematis.

“Petugas yang sekarang banyak di kawasan itu adalah petugas informal, kita menyebutnya. Karena petugas itu secara kelembagaan enggak jelas, sehingga standar pengelolaannya itu beda-beda setiap RW. Idealnya petugas itu punya pemerintah sampai ke sumber, secara kelembagaan jelas. Kalau itu berjalan, sistemnya akan kebangun. Pemerintah bilang tidak dipilah, tidak diangkut, akan jalan sampai ke bawah, karena semuanya satu, SOP-nya jelas,” lanjutnya.

Dengan kata lain, YPBB mendorong petugas sampah memiliki skema ketenagakerjaan yang layak seperti profesi lainnya. Dengan mekanisme ideal itu, petugas sampah akan punya kepastian pendapatan, memiliki jaminan sosial dan kesehatan. Sementara sistem pengelolaan sampah bisa dilakukan secara efektif dan seragam dalam skala kota. 

Di samping itu, karena akan diintegrasikan dengan Buruan Sae, pemilahan sampah harus terpilah dari sumber. Bukan dipilah dari sampah tercampur. Jika Gaslah melakukan pemilahan dari sampah tercampur, sulit menjamin sampah tidak terkontaminasi dengan jenis lain.

YPBB juga menilai, pemilahan sampah tercampur lebih mahal dan tidak manusiawi. Tidak manusiawi karena petugas harus mengacak-acak sampah lalu memilahnya. Mahal karena prosesnya lebih efisien dan efektif jika sudah terpilah sejak dari sumber.

“Secara SOP harusnya sampah yang diolah untuk pangan itu harus food grade. Jadi kalau dipilah di sumber, saat membuang udah dipilah dengan wadah yang berbeda gitu. Nah itu meminimalisir kontaminasi sampah organik dengan jenis lain,” jelasnya.

Sampah organik yang kemudian akan diolah menjadi kompos, lalu menjadi pupuk untuk tanaman yang akan dikonsumsi, bisa dijamin kualitasnya. Ini juga sudah didukung oleh Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2569 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Sampah Organik. SK ini merancang pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Keputusan itu juga hadir supaya samapah dilihat sebagai sumber daya yang bernilai bagi pangan, energi, dan keberlanjutan nasional.

Baca Juga: Memilah Sampah, Langkah Paling Nyata untuk Mengakhiri Krisis Sampah Bandung
Pembakaran Sampah di Bandung: Hasil Riset Menyoroti Bahaya Paparan Asap Insinerator bagi Makanan dan Kesehatan

Menghindari Kecemburuan Publik

Perwakilan WALHI Jawa Barat, Jeffry Rohman, memberikan dukungannya terhadap rencana program Gaslah yang akan diluncurkan sebagai solusi permasalahan sampah. Jeffry menyebut, sistem pengelolaan sampah yang mendekatkan dengan sumber memang harus menjadi perhatian lebih dari pemerintah.

Namun, Jeffry juga mengingatkan, isu sampah adalah persoalan kompleks. Sampah tidak bisa hanya ditangani oleh petugas sampah semata, tanpa dukungan sistem dan keberpihakan dari aparat pemerintahan.

“Keberpihakan RT/RW, Kelurahan itu sangat penting bisa mendukung suksesnya juga satu poin penting yang memang harus juga diperhatikan. Karena mau tak mau isu ini sangat erat kaitanya dengan sistem pelayanan, hubungannya dengan pelayanan publik,” kata Jeffry, Rabu, 19 November 2025.

Jeffry mengingatkan, dilihat secara umum dari pembahasan yang sempat disinggung oleh Wali Kota Farhan, program Gaslah sudah cukup baik. Namun ia mengingatkan, bagaimanapun, kampanye pemilahan sampah dari sumber perlu menjadi prioritas agar semakin banyak yang menerapkan. Jangan sampai adanya petugas pemilah malah membuat semangat warga untuk memilah sampah menjadi kendor.

Ia juga mengomentari, idealnya sistem pengelolaan sampah punya pemisahan tugas yang jelas, antara petugas pengumpul sampah dan petugas pemilahan. Ia melihat, banyak petugas mengampu dua tanggung jawab ini secara bersamaan, sehingga pekerjaan pengelolaan sampah tidak tuntas.

“Baiknya terpisah, petugas penarikan maupun petugas pemilahan. Jadi orangnya bukan itu-itu aja. Pertama (supaya) fokus, kedua (supaya) tuntas,” katanya.

Jeffry juga mengimbau, karena petugas nantinya akan mendapatkan upah dari pemerintah, maka pemerintah harus mensosiliasikan program ini dengan baik. Pemerintah harus mengkomunikasikan sejak awal kepada publik, bagaimana konsep Gaslah, apa tanggung jawab dan fungsi para petugas, bagaimana skema perekrutan, kualifikasi, prosedur, dan lainnya.

“Harus diperhatian itu, untuk menghindari kecemburuan, miskominikasi. Rencana itu betul-betul harus dijelaskan, apa tugasnya, dari mana orangnya, harus dijelaskan dari awal supaya tidak ada kecemburuan,” pungkasnya.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//