Kelas Liar Besar Membedah Hak Asasi Manusia, Oligarki, dan Kebutuhan Kekuatan Kolektif
Kekuatan kolektif dan partisipasi politik berbasis hak asasi manusia serta kepemimpinan perempuan menjadi kunci di era penyempitan demokrasi.
Penulis Nabilah Ayu Lestari18 Desember 2025
BandungBergerak - Situasi hak asasi manusia saat ini di Indonesia mengalami erosi dan tantangan besar. Berbagai kebijakan otoriter, penindasan terhadap demonstrasi, kekerasan aparat, dan kriminalisasi aktivis menjadi kenyataan yang dihadapi masyarakat. Situasi ini menuntut kesadaran kolektif yang lebih besar untuk memperjuangkan keadilan sosial, kebebasan sipil, dan hak rakyat melalui partisipasi aktif dan solidaritas.
Kelas Liar Besar pada hari Jum’at, 24 Oktober 2025 menjadi langkah awal dalam membuka ruang penting untuk membangkitkan kesadaran kritis dan strategi kolektif guna menghadapi dan melawan berbagai bentuk ketidakadilan dan kekuasaan yang represif, khususnya di masa ketika kebebasan berpendapat dan demokrasi sedang diuji keras di Indonesia.
Pemateri Kelas Besar Liar Besar dari Civil Society Advocacy Specialist YAPPIKA, Riza Imaduddin Abdali membahas terkait kekuatan kolektif dan partisipasi politik berbasis hak asasi manusia serta kepemimpinan perempuan. Peserta diajak refleksi kembali terhadap berbagai persoalan, seperti relasi timpang antara pemerintah dan warga, serta bagaimana sistem demokrasi di Indonesia saat ini belum sepenuhnya memberi ruang bagi suara rakyat.
Lebih jauh, ia membedah keprihatinan terhadap kekuasaan tersembunyi (hidden power), yang sering kali mempengaruhi kebijakan tanpa diketahui publik, seperti oligarki dan patriarki, serta bagaimana kekuasaan ini mampu merusak keadilan sekaligus mengancam kebebasan warga.
Pendekatan HAM dan Kekuatan Kolektif
"Kekuatan kolektif dan kesadaran hak asasi manusia adalah pondasi utama untuk membangun perubahan sosial yang berkeadilan. Kita harus mampu melihat kekuasaan dari berbagai dimensi, termasuk yang tersembunyi dan tidak terlihat, agar mampu mengatasi ketimpangan dan memperkuat suara warga,” ujarnya.
Para peserta juga diajarkan tentang tiga prinsip dasar hak asasi manusia, mulai dari universalitas, inalienability, hingga indivisibility-nya. Diskusi ini menjadi penting untuk memahami bahwa warga sebagai subjek hak, bukan objek, dalam membangun keadilan sosial.
Ia juga membahas keempat pilar utama—empowerment, campaign, solidarity, dan alternatives, diangkat sebagai fondasi keberlangsungan perjuangan hak asasi manusia dan pemberdayaan masyarakat. Peserta belajar bahwa kekuatan kolektiflah yang dapat menghadapi berbagai tantangan dan memperjuangkan hak-hak mereka secara efektif.
“Harus adanya kekuatan kolektif, untuk bisa menyelesaikan isu atau permasalahan yang bisa kita hadapi. Pemahaman tentang pilar utama bisa meningkatkan hak, redistribusi, dan ketahanan,” ucap Riza Imaduddin pada sesi refleksi dan diskusi bersama peserta Kelas Liar Besar.
Pembahasan dalam pendekatan 3 prinsip HAM dan 4 pilar utama perubahan (empowerment, campaign, solidarity, alternatives,) menjadi sebuah fokus agenda perubahan (rights, redistribution, dan resilience.) Menurut Riza Imaduddin, hal ini penting untuk adanya keadilan dalam segi HAM dan pemberdayaan dalam kondisi apa pun.
Baca Juga: KELAS LIAR BESAR: Bandung, Kota yang Terkoyak Sejak Lahir
KELAS LIAR #1: Membedah Pola Penggusuran Kampung Kota
Kelompok Terpinggirkan, Peran Kritis Intelektual, dan Kepemimpinan Perempuan
Riza Imaduddin menekankan pentingnya standar minimum dalam penghormatan dan pemajuan hak asasi manusia yang harus dimulai dari membangun kesadaran orang miskin sebagai pemegang hak, yang selama ini sering mengalami marginalisasi dan ketidakadilan.
Ia menyoroti bahwa kemampuan bertindak (agensi) dari orang miskin dan kelompok terpinggirkan harus didorong agar mereka aktif memperjuangkan haknya.
Selain itu, sesi diskusi dan refleksi juga menyoroti hak-hak perempuan, dalam menjadi seorang pemimpin. Dalam hal ini perempuan penting memiliki self-awareness, inclusion, sharing power, dan zero tolerance bagi kekerasan dalam bentuk apapun.
Peserta diajak agar berperan sebagai intelektual yang harus mampu menjadi aktor keselamatan, aktor konsolidator (berjejaring dan jembatan), dan menahan penghilangan daya kritis di forum-forum luar.
Riza menutup sesi, agar para peserta perlu adanya optimisme dalam meningkatkan kesadaran kritis akan terus dibangun, menjadi bekal untuk terlibat secara kritis dengan para pemangku kewajiban, dan berupaya mengubah aturan yang timpang.
Sebelumnya, Kelas Liar Besar terbagi ke dalam beberapa sesi. Sesi lain menghadirkan Zen RS, esais dan Pemimpin Redaksi Narasi TV. Ia membahas Kota Bandung dengan segala problematikanya, dari tata ruang yang amburadul, krisis lingkungan, hingga ketimpangan sosial. Zen membuka diskusi dengan mengajak peserta merenungi perubahan lanskap Bandung yang kian kehilangan arah.
Kelas Liar Besar merupakan penutup dari Kelas-kelas Liar 1-10. Kelas Liar #10 berlangsung di Purwakarta. Kelas Liar #1 dibuka di Dago Elos, 2 Agustus 2025. Berbagai isu yang terkait dengan ancaman terhadap demokrasi dibahas secara kritis dalam rangkaian Kelas Liar ini, sebagai pengingat bahwa suara kritis, terutama dari orang muda, tetap penting. Agar suara dari pinggiran tidak terus dibungkam oleh pusat.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

