NGULIK BANDUNG: Dr Tjipto di Balik Kisah Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #5
Situasi Bandung memanas karena peristiwa percobaan peledakan gudang mesiu. Tjipto Mangoeankoesoemo dituding koran-koran Belanda sebagai pemimpin kaum anarki.
Ahmad Fikri
Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman
17 Juli 2023
BandungBergerak.id – Terungkapnya rencana peledakan gedung mesiu di Bandung yang melibatkan sekumpulan prajurit Manado pada 18 Juli 1927 membuat publik terhenyak. Bagaimana tidak, pelaku aksi tersebut adalah sekumpulan prajurit Manado yang menjadi bagian dari tentara KNIL. Padahal bukan rahasia lagi jika prajurit Manado mendapat perlakuan istimewa karena loyalitasnya di dalam kesatuan militer Hindia Belanda (Petrik Matanasi, Pribumi Jadi Letnan KNIL, Penerbit Trompet Books, 2012). Peristiwa tersebut memicu pemerintah Hindia Belanda melakukan penyisiran besar-besaran pada seluruh prajurit Manado yang ada di semua tangsi militer di Jawa demi memastikan tidak ada jejaring pelaku yang tersisa.
Publik makin terkejut ketika media membuka kisah keterkaitan sekumpulan prajurit Manado yang ditangkap tersebut berhubungan erat dengan kelompok-kelompok komunis yang berjejaring dengan sisa-sisa PKI yang disebut-sebut berada di balik rencana pemberontakan pada medio 1926-1927. Kelompok kecil prajurit Manado tersebut termakan propaganda komunis. Khawatir kejadian berulang, pemerintah Hindia Belanda menerbitkan beleid yang melarang prajurit bergabung dalam perkumpulan sipil untuk memastikan tentara tetap steril dari pemikiran-pemikiran yang bisa menggoyang loyalitasnya sebagai prajurit.
Satu demi satu media berbahasa Belanda di Hindia Belanda menguliti peristiwa tersebut. Terungkap kemudian bahwa aksi tersebut melibatkan tidak hanya prajurit, tapi juga pegawai pemerintah, de Jeer, seorang Kepala pengawas di Departemen Pekerjaan Umum di Gemeente Batavia. De Jeer juga sempat bergabung dengan organisasi NIP (Nationaal Indishce Partij) – organisasi yang dibangun kembali oleh Douwes Dekker, Suwardi Suryadiningrat (Ki Hajar Dewantara), dan Tjipto Mangoenkoesoemo setelah Indische Partij dibubarkan pemerintah Hindia Belanda.
Serangkaian penangkapan kelompok tersebut menyeret satu demi satu nama-nama tiga sekawan Indishce Partij. Yang paling kentara adalah penangkapan Koetjoro, buron yang dicari-cari sebagai salah satu otak pemberontakan Komunis 1926 di Hindia Belanda. Penangkapan Koetjoro yang menyamar sebagi guru berlangsung dramatis karena puluhan tentara dan polisi Hindia Belanda mengepung sekolah Taman Siswa milik Suwardi Suryadiningrat di Yogyakarta di malam buta.
Kejutan tak berhenti di sana. Interogasi prajurit Manado yang terlibat dalam aksi percobaan peledakan gudang mesiu di Bandung mengaku sering bertemu dan berdiskusi dengan Tjipto Mangoenkoesoemo. Tjipto yang saat itu berstatus sebagai orang buangan di Bandung memang tidak pernah menutup-nutupi aktivitasnya bersama tokoh-tokoh muda nasionalis yang tergabung dalam Algemeene Studieclub Bandung. Tjipto dalam sejumlah pemberitaan aktif menyuarakan pendapatnya dalam sejumlah pertemuan-pertemuan organisasi intelektual muda tersebut. Sukarno salah satu pendiri Algemeene Studieclub Bandung, aktif mendorong mengubah haluan organisasi menjadi partai politik.
Algemene Studiklub Bandung semakin dikenal luas setelah ketuanya, dr. Soetomo, diusulkan menjadi anggota Volksraad. Tjipto Mangoenkooesome salah satu yang mendorong Soetomo agar mengambil tawaran tersebut (De Indische courant, 26 Maret 1927).
Tak butuh waktu lama bagi para pemikir muda Bandung untuk memunculkan pemikiran perlunya mendirikan partai yang bisa menjadi wadah bagi semua golongan. Koran De koerier 13 Juni 1927 memberitakan salah satu hasil rapat Algemene Studieclub Bandung yang membahas rencana pendirian partai yang berhaluan nasionalis. Alasannya, kaum intelektual tidak bisa bergabung dengan Partai Sarekat Islam karena partai tersebut eksklusif untuk agama dan bukan politik. Mereka juga tidak bisa bergabung dengan Boedi Oetomo karena organisasi tersebut menempatkan diri pada sudut pandang Jawa. Dibutuhkan organisasi politik umum yang bisa memberi ruang bagi semua orang tanpa kecuali, dengan tujuan mencapai pembentukan Partai Nasionalis Indonesia. Tak lama Algemene Studieclub Bandung kemudian memproklamirkan pendirian Perserikatan Nasionalis Indonesia, cikal bakal Partai Nasional Indonesia.
Situasi Bandung yang memanas karena peristiwa percobaan peledakan gudang mesiu tidak menghentikan kiprah anak-anak muda. Koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie? 10 Agustus 1927 memberitakan Rapat Umum yang diprakarasi tokoh-tokoh pendiri PNI (koran tersebut menuliskannya sebagai Patij Nasionalist Indonesia) bersama organsiasi PSI, Pasoendan, dan Boedi Oetomo untuk membahas penggeledahan rumah mahasiswa Indonesia di Belanda. Rapat Umum yang sedianya akan dipipin Sukarno, batal karena tepat pertemuan yang berada di sebelah Bioskop Oriental penuh riuh oleh pengunjung yang tengah bepresta. Tjipto, salah satu pengurus Algemenen Studieclub Bandung hadir di sana. Dua hari kemudian nama Tjipto diumumkan media salah satu yang diselidiki jaksa Hindia Belanda karena dicurigai terlibat dalam rencana peledakan gudang mesiu di Bandung (De koerier, 12 Agustus 1927).
Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #2
NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #3
NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #4
Konspirasi Kaum Anarki
Tjipto Mangoeankoesoemo nampaknya tak tahan dengan tuduhan-tuduhan yang dilayangkan media-media berbahasa Belanda pada dirinya. Kabar dirinya sempat diperiksa jaksa yang tengah menyelidiki kasus rencana peledakan gudang mesiu berkembang pada spekulasi liar yang menuduhnya seakan-akan memang terlibat langsung dalam peristiwa tersebut. Tjipto kemudian memenuhi tawaran wawancara khusus dengan jurnalis De koerier demi membela diri dan menerangkan duduk perkara yang juga dijelaskannya pada jaksa yang memeriksanya.
Tulisan hasil wawancara tersebut terbit di koran De koerier pada 20 Agustus 1927. Isinya membuatnya terhenyak. Koran tersebut menurunkan tulisan panjang berpijak dari wawancara tersebut dengan judul ”De Samenzwering der Anarchisten (Konspirasi Kaum Anarki)”.
Yang mencolok dalam artikel tersebut pada ujung kalimat pembukanya, “De Intellectueelen zijn de ruggegraat der Anarchisten (Kaum intelektual adalah tulang punggung kaum anarkis)”. Dan itu merujuk pada Tjipto.
Artikel De koerier dimulai dengan sub judul “Tjipto Mangoengkoesoemo”. Isinya hasil wawancara media tersebut dengan Tjipto. Koran ini menuliskan penggalan-penggalan penjelasan Tjipto.
Di sana Tjipto membantah berita yang beredar yang menyebutkan Mr. Werkman, wakil jaksa penuntut umum (substituut-officieren van justitie) dari Batavia, telah menginterogasinya. Ia mengaku malah belum pernah bertemu dengan jaksa yang disebut-sebut sudah tinggal beberapa hari di Bandung menyelidiki kasus percobaan peledakan gudang mesiu.
Namun Tjipto membenarkan pernah bertemu dengan tiga prajurit Manado yang menjadi bagian kelompok penyerangan gudang mesiu di Bandung. Pertemuan berlangsung sesaat sebelum aksi penyerangan. Ia membenarkan memberi ketiganya uang sebanyak 25 Gulden karena niatnya hanya untuk menolong.
“Ik heb die altijd, waar ik kon, gesteund en geholpen. Zij kan op mij rekenen en ik zou mijn zelfrespect verliezen, als het anders was, want elke nationalist zou geen nationalist zijn als hij de kans voorbij zou laten gaan om zich de leiding van die beweging te verzekeren. (Saya selalu mendukung dan membantu mereka di mana saya bisa. Dia dapat mengandalkan saya dan saya akan kehilangan harga diri saya jika sebaliknya, karena nasionalis mana pun tidak akan menjadi nasionalis jika dia kehilangan kesempatan untuk mengamankan kepemimpinan gerakan itu.),” kata Tjipto, mengutip De koerier (20/8/1927).
Tjipto juga membenarkan dirinya mengenal de Jeer. Pegawai pemerintah Hindia Belanda di Batavia tersebut mengunjunginya dua kali. Namun Tjipto menyimpan curiga pada tamunya itu. “Ik heb hem uitgehoord, natuurlijk, want ik kreeg den indruk, dat hij een politie-spion was (Saya menanyainya, tentu saja, karena saya mendapat kesan bahwa dia adalah seorang mata-mata polisi).”
Di koran De koerier, Tjipto juga bercerita bahwa beberapa kawannya dari kelompok komunis mengabarkan pemberontakan akan pecah lagi. Tjipto sudah lama menduga kelompok komunis akan mengulang pemberontakannya kembali pada Juli-Agustus 1927. Kawannya itu sempat meminta nasihat pada Tjipto, sebab dirinya sudah mendapat perintah untuk bersiap di beberapa persimpangan jalan untuk menerima kiriman senjata. Patroli polisi yang tampak tidak biasa karena berkeliling dengan berbekal senjata, nampaknya sudah mewaspadai rencana tersebut. Tjipto meragukan cerita kawannya tersebut.
Tjipto juga mengungkapkan pandangannya yang tidak setuju dengan cara-cara pemerintah Hindia Belanda menekan kelompok komunis.
Mengenai namanya yang dikait-kaitkan dengan percobaan peledakan gudang mesiu di Bandung, Tjipto mengaku masih menunggu perkembangan situasi. “Mijn houding op het oogenblik is defensief. Ik moet afwachten wat er met mij gebeurt (Sikap saya saat ini adalah defensif. Saya harus menunggu dan melihat apa yang terjadi pada saya).”
Dalam artikel tersebut, De koerier menggambarkan aktivitas politik Tjipto. Koran ini menyebutkan Tjipto merupakan salah satu pendiri Boedi Oetomo, mendirikan Indische Partij bersama Douwes Dekker dan Suwardi Suryadiningrat, penyokong Sarekat Islam, memimpin Volksraad, mendirikan Insulinde yang kemudian berubah namanya menjadi Nationaal-Indische Partij, hingga di usir dari Vorstenlanden karena berselisih dengan penguasa di sana.
De koerier menjuluki kelompok yang bertanggung-jawab dalam penyerangan gudang mesiu tersebut sebagai “De eerste Indische Anarchisten (Kaum Anarkis Hindia Pertama)”. Koran tersebut beralasan kata anarki menjadi istilah yang paling pas untuk menggambarkan kelompok penggerak konspirasi Juli 1927 karena lebih berbahaya dibandingkan dengan penggerak konspirasi November 1926, yang dimotori kelompok berhaluan komunis.
Terbitnya artikel De koerier tersebut disusul oleh koran-koran lainnya yang mengutip wawancara Tjipto tersebut. Isinya makin menyudutkan Tjipto. Deli courant 25 Agustus 1927 menerbitkan artikel yang mendesak pemerintah Hindia Belanda mengirim Tjipto ke pengasingan di Digoel. Koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie? 1 September 1927 menerbitkan artikel opini berjudul Genade of Recht (Rahmat atau Keadilan) yang isinya mengkritik pemerintah yang tidak pernah tegas menindak Tjipto.
Tjipto mengirim surat memprotes koran De koerier. Ia kecewa dengan koran tersebut yang telah memasukkan kata-kata yang tidak mengungkapkan perasaannya. De koerier menerima protes tersebut dan pada terbitannya tanggal 2 September 1927 menyatakan mencabut seluruh materi berisi wawancara dengan Tjipto yang terbit pada edisi 20 Agustus 1927.
Namun koran tersebut menekankan ada enam pernyataan Tjipto yang ia akui kebenarannya. Di antaranya Tjipto membenarkan ada tiga prajurit Manado yang datang menemuinya sebelum peristiwa percobaan peledakan gudang mesiu dan memberi mereka 30 Gulden. Selanjutnya mengenai beberapa pemimpin komunis yang mendatanginya yang menyampaikan telah menerima instruksi untuk memberontak termasuk lokasi berkumpul dan tempat senjata-senjata dibagikan.
Koran-koran yang mengutip isi berita De koerier 20 Agustus 1927 mengikuti langkah mencabut berita berisi wawancara Tjipto. Namun imbas dari pemberitaan tersebut makin merugikan Tjipto. (Bersambung)
*Tulisan kolom Ngulik Bandung merupakan bagian dari kolaborasi bandungbergerak.id dan Komunitas Djiwadjaman. Simak tulisan-tulisan lain Ahmad Fikri atau artikel-artikel lain tentang Tjipto Mangoenkoesoemo