NGULIK BANDUNG: Dr Tjipto di Balik Kisah Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #2
Polisi dan tentara Hindia Belanda terlibat baku tembak. Bentrokan dilatarbelakangi munculnya organisasi baru yang melakukan propaganda komunis di kalangan tentara.
Ahmad Fikri
Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman
19 Juni 2023
BandungBergerak.id – Pada hari Senin, 18 Juli 1927, sebagian besar koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda serempak menurunkan artikel panjang yang isinya hampir memenuhi satu halaman koran. De locomotief misalnya menerbitkan tulisan panjangnya berjudul Nieuwe Actie der Communisten (Aksi Baru Komunis), kemudian Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? dengan judul Nieuwe opstand-poging der Communisten (Upaya Pemberontakan Baru oleh Komunis), lalu Deli courant berjudul Communisme in het leger (Komunisme di Tentara), serta Bataviaasch nieuwsblad dengan judulnya Nieuwe Onrust (Kerusuhan Baru). Sebagian isinya hampir sama mengenai serangkaian peristiwa yang terjadi sejak Sabtu (16/7/1927) hingga Senin hari itu di dini hari.
Semua koran mengisahkan sedikitnya tiga peristiwa yang sama dengan sumber berita yang sama yakni kantor berita Aneta. Pertama penangkapan 9 orang bumiputra dan 10 orang tentara Hindia Belanda pada Sabtu (16/7/1927) di Bandung. Sebagian bumiputra yang ditahan disebut sebagai “pemimpin seksi” dari organisasi baru yang melakukan propaganda komunis di kalangan tentara. Sementara prajurit yang ditangkap dituduh terlibat dalam gerakan tersebut. Sebagian prajurit yang ditahan merupakan tentara Hindia Belanda asal Manado, salah satunya berpangkat sersan. Sepekan terakhir sudah genap 20 prajurit yang ditahan karena dituduh terlibat dalam gerakan propaganda komunis di kalangan tentara.
Nama organisasi baru yang bertujuan melakukan propaganda komunis di kalangan prajurit Hindia Belanda tersebut adalah “Korban Diri (KD)” yang disebut-sebut memiliki sumber pendanaan yang besar. KD dituduh sebagai organisasi kembangan PKI (Partai Komunis Indonesia). Pemimpin organisasi ini disebut berhasil mempertahankan kontak teratur dengan prajurit Manado di Garnisun Bandung.
Penangkapan tentara yang tersangkut propaganda komunis juga terjadi di Solo sejak Sabtu (16/7/1927). Dua orang prajurit desertir Manado mencoba membujuk rekannya sesama prajurit Manado di Solo untuk bergabung dengan iming-iming uang. Sialnya, yang dibujuk merupakan prajurit asal Madura yang malah buka mulut dan menyebabkan serangkaian penangkapan tentara di Solo.
Peristiwa kedua adalah penangkapan J. de Jeer di Batavia pada Minggu (17/7/1927) malam. Ia adalah “hoofdopzichter van den dienst der Gemeentewerken (kepala pengawas di Departemen Pekerjaan Umum)” di gemeente Batavia. Penahanannya dilakukan polisi atas permintaan officier van Justitie (jaksa penuntut umum) yang menggeledah rumah de Jeer. Ditemukan dokumen komunis dan materi propaganda di sana.
Peristiwa ketiga yang mengejutkan, terjadi tembak-menembak antara petugas patroli polisi Belanda dan lima tentara di Bandung pada Senin (18/7/1927) dini hari. Kelompok kecil tentara tersebut terpergok patroli polisi dan spontan menembak. Peluit panjang tanda meminta bantuan berikut balasan tembakan dari kelompok polisi membuat lima orang tersebut kabur. Sebagian tentara yang kabur menyusup melewati markas Batalion 15 menuju Pyrotechnische Werkplaatsen, gudang mesiu milik militer Belanda. Sempat terjadi kontak senjata dengan prajurit jaga di markas tentara di gudang mesiu tersebut. Hanya empat prajurit yang kabur itu belakangan berhasil ditangkap polisi, satu di antaranya terluka yakni Woentoe. Peristiwa ini terjadi antara pukul tiga dan empat dini hari.
Melibatkan Prajurit Desertir
Sebagian besar prajurit yang ditahan dalam bentrok senjata api tersebut adalah prajurit desertir asal Manado. Woentoe yang memimpin kelompok prajurit ini memang sudah setengah tahun menjadi buron sebagai desertir tentara. Kelompok prajurit Manado ini disebut sering bepergian dengan mobil dan membuat propaganda di berbagai garnisun tentara, termasuk di Weltevreden dan Solo.
Semua prajurit dan petugas polisi yang terlibat menangani serangkaian penangkapan langsung mendapat penghargaan dari panglima militer Hindia Belanda dan gubernur Jawa Barat pada Senin (18/7/1927). Mereka diberi hadiah kenaikan pangkat hari itu juga.
Pemberitaan koran-koran mengaitkan serangkaian peristiwa tersebut dengan aksi penghadangan sekelompok masa yang tidak dikenal yang mengadang mobil-mobil yang melintas di antara Tjibinoeng dan Depok pada Minggu (17/7/1927) malam. Seorang putra pejabat polisi di Batavia sempat diadang kelompok masa tersebut. Pada malam itu juga seseorang yang disebut anggota komunis tewas tertembak karena melawan penangkapan polisi di Tjempaka Poetih Wetan di dekat Senen.
K. Wybrands, pemimpin koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? bahkan menuliskan sendiri laporan panjang atas peristiwa ini dalam terbitan korannya tanggal 18 Juli 1927. Ia langsung mengaitkan peristiwa ini dengan gerakan pemberontakan komunis di Hindia Belanda pada November 1926 yang dimulai di Batavia. “Sinds November jl. is de toestand nog steeds niet normaal geworden (Sejak November lalu, situasi masih belum kembali normal),” tulisnya.
Wybrands menuliskan bahwa sejak beberapa hari belakangan sudah berembus kabar akan terjadinya peristiwa kerusuhan pada 17-18 Juli ini. Desas-desus tersebut berkembang sejak gencarnya penangkapan polisi yang juga menyasar tentara. Gedung-gedung penting berada dalam penjagaan ketat. Ia juga melihat serombongan keluarga polisi yang sengaja diungsikan dulu ke barak markasnya sebagai tindakan pencegahan. Penjagaan ketat petugas keamanan juga terjadi di Bandung. Tentara di Tjimahi diberangkatkan dari baraknya untuk berpatroli di Nagreg dan Garut. Peristiwa bentrokan senjata antara polisi dan tentara di Bandung makin menguatkan desas-desus tersebut.
Wybands menceritakan lebih rinci peristiwa baku tembak antara polisi dan tentara di Bandung. Di antaranya peristiwa baku tembak antara tentara desertir dan patroli polisi di Kebon Sirih. Saat itu Woentoe dan seluruh rekannya mengenakan seragam kopral. Wontoe saat ditangkap memiliki uang 100 gulden dan 48 peluru serta pistolnya yang ditemukan pada pagi harinya.
Wybrands juga menyindir Bupati Bandung Wiranatakusumah yang saat itu tengah cuti ke Belanda untuk belajar tentang perikanan, petanian, dan koperasi di tengah masa suram tersebut. Wybrands juga secara khusus menyoroti aktivitas PSI (Partai Sarekat Islam) yang semakin kentara melawan otoritas di Hindia Belanda dalam pertemuan-pertemuan organisasi tersebut. Wyrbrands lalu mengkritik pemerintah Hindia Belanda yang disebutnya terlalu tolerir.
Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #1
NGULIK BANDUNG: Teror Bom di Bandung pada Zaman Kolonial
NGULIK BANDUNG: Cerita-cerita Edelweis di Jawa #1
Desas-desus Kerusuhan
Artikel panjang di koran Bataviaasch nieuwsblad pada 18 Juli 1927 menyebutkan situasi yang hampir serupa seperti yang dipaparkan Wybrands. Tentang desas-desus kerusuhan pada tanggal 17 Juli, serta suasana yang mencekam dan penjagaan ketat di Batavia.
Sejumlah koran yang terlambat memberitakan peristiwa tersebut kemudian menurunkan artikel panjangnya di korannya masing-masing pada keesokan harinya. Salah satunya harian De koerier yang menerbitkan laporan panjang berjudul De Mislukte Actie (Aksi yang Gagal) tanggal 19 Juli 1927. Ada penambahan detil informasi di dalamnya. Di antaranya prajurit desertir Woentoe dulunya adalah prajurit Batalion 15 Kompi 2 yang markasnya bersebelahan dengan Pyrotechnische Werkplaatsen. Wontoe disebutkan sudah berkali-kali ditangkap karena desertir. De koerier menggambarkan sosok Woentoe sebagai prajurit yang sedari dulu memang bermasalah. Prajurit Nassah dan Tombeng yang ditangkap bersama Wontoe juga berasal dari Manado yang juga desertir dari Batalion 15.
Aksi Wontoe yang sempat lolos menyelusup ke markas lamanya setelah terpergok patroli polisi itu justru dibocorkan oleh prajurit Waroeng, sesama prajurit asal Manado di sana. Laporan Waroeng ini berujung pada penangkapan Woentoe. Waroeng pun kemudian mendapat penghargaan kenaikan pangkat pada upacara militer di hari itu juga.
De koerier dalam artikel panjangnya menyebutkan aksi Wontoe dkk. sedianya memang menyasar Pyrotechnische Werkplaatsen untuk meledakkan gudang mesiu tersebut untuk menyulut kerusuhan di Bandung. Sekelompok orang sudah menunggu di wilayah perbukitan di Bodjong Koneng untuk menyerbu tempat latihan militer di sana dan menjarah senjata dan mesiu. Rencana tersebut terungkap dari interogasi yang dilakukan pada Wontoe dkk. Serangkaian penangkapan yang dilakukan sebelumnya menggagalkan rencana tersebut.
Esoknya, De koerier kembali menurunkan kelanjutan berita tersebut. Dalam artikelnya berjudul De Toestand in Batavia (Situasi di Batavia) yang terbit Rabu (20/7/1927), koran ini menceritakan hasil interogasi de Jeer. Kepala pengawas di Departemen Pekerjaan Umum gemeente Batavia tersebut diketahui ternyata mantan anggota Nationaal Indische Partij (NIP). De Jeer disebut sebagai keturunan indo Eropa dari ayah seorang tentara Belanda yang menikahi perempuan Solo.
Dari interogasi dan dokumen yang diperoleh, de Jeer disebut mengetahui rencana kerusuhan pada 17-18 Juli 1927. De Jeer disebut sering bersurat dengan Samoedro, salah satu buron yang dicari-cari pemerintah Hindia Belanda terkait peristiwa pemberontakan komunis pada November 1926. Ada hadiah 500 Gulden pada siapa pun yang berhasil menangkap Samoedro. Reserse polisi kemudian menangkap Samoedro di Djokja pada Selasa (19/7/1927) sore. (Bersambung)
*Tulisan kolom Ngulik Bandung merupakan bagian dari kolaborasi bandungbergerak.id dan Komunitas Djiwadjaman. Simak tulisan-tulisan lain Ahmad Fikri atau artikel-artikel lain tentang Tjipto Mangoenkoesoemo