• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: Teror Bom di Bandung pada Zaman Kolonial

NGULIK BANDUNG: Teror Bom di Bandung pada Zaman Kolonial

Bandung di zaman kolonial sempat diancam aksi teror bom. Rencana meledakkan dinamit demi merebut jabatan Bupati Bandung.

Ahmad Fikri

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman

Pengunjung di arena pacuan kuda Tegallega di Bandung sekitar tahun 1911. Koleksi KITLV 117687 (Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

18 Agustus 2022


BandungBergerak.id - M.A.J Kelling, anggota Bandoeng Vooruit, menuliskan tentang sejarah Bandung dalam terbitan berkala Mooi Bandoeng edisi Oktober 1939 yang menceritakan kisah mencekam yang nyaris membuat Bandung menjadi lautan darah. “Pada tahun 1893 sebuah upaya dilakukan untuk membuat semua orang Eropa terbang di udara pada waktu yang sama,” tulisnya.

Peristiwa tersebut terjadi menjelang perhelatan pacuan kuda yang berlangsung setahun sekali di Lapangan Tegallega. Seseorang merencanakan aksi teror dengan memasang dinamit pada bagian pilar penyangga tribun penonton tempat menonton pacuan kuda.

Pacuan kuda kala itu mirip pesta. Dan tribun penonton akan disesaki oleh orang-orang Eropa dan pejabat pribumi setempat. Jika dinamit itu diledakkan, orang-orang yang berada di atas tribun itu pasti akan benar-benar berlemparan ke udara.

Kelling menyebutkan rencana tersebut gagal karena pengkhianatan yang terjadi di antara pelakunya. “Berkat pengkhianatan ini, mereka terhindar dari bencana besar,” tulisnya (Mooi Bandoeng,  Oktober 1939).

Seorang pribumi membocorkan rencana tersebut pada seorang mantan pejabat Belanda yang kemudian meneruskannya pada petugas polisi setempat. Petugas diam-diam memeriksa tribun penonton di pinggir lapangan pacuan kuda. Benar saja ditemukan dinamit di pasang di pilar kayu penyangganya.

Itu bukan satu-satunya tempat yang dipasangi dinamit. Aksi teror dengan meledakkan dinamit juga menyasar jembatan Cikapundung. Polisi pun menemukan dinamit dalam jumlah yang lebih banyak di bawah jembatan tersebut.

Rencana meledakkan dinamit di tengah keramaian pacuan kuda, serta jembatan penghubung Cikapundung memang dirancang untuk meneror Bandung. Penelusuran polisi Belanda mengungkapkan pemicunya adalah persaingan untuk mendapatkan jabatan Bupati Bandung kala itu.

Bagaimana kisahnya? Berikut penelusuran yang dihimpun dari pemberitaan koran-koran berbahasa Belanda saat itu.

Suasana Tegallega Bandung karya KH Verschoor. Koleksi KITLV 155147. (Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Suasana Tegallega Bandung karya KH Verschoor. Koleksi KITLV 155147. (Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Pacuan Kuda yang Nyaris Menjadi Bencana

Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 17 Juli 1893 mengumumkan tentang rencana perhelatan pesta rakyat seminggu lagi. Pesta rakyat yang digelar berbarengan dengan pacuan kuda yang diselenggarakan setahun sekali. Koran tersebut menyebutkan sejumlah kuda Australia yang menjadi langganan pemenang akan turun berlaga.

Pacuan kuda kala itu membuat Bandung seperti sedang berpesta. Puluhan ribu orang, yang sebagian besar berasal dari desa-desa di seputaran Bandung akan berdatangan. Semua akan berkumpul dengan magnet pacuan kuda.

Saat perhelatan tinggal menghitung hari masyarakat dikejutkan dengan temuan berita pendek yang muncul di sejumlah koran mengenai rancangan aksi teror di tengah pesta rakyat tersebut.

Koran De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad tanggal 22 Juli 1893 salah satunya yang menurunkan berita tentang penemuan dinamit di lokasi pacuan kuda. “Penduduk asli Bandung tidak puas dengan pengangkatan bupati. Ini mengungkapkan dirinya dengan cara yang berbahaya. Dalam sebuah surat anonim, dia diperingatkan untuk tidak menghadiri balapan yang akan datang. Setelah diselidiki, ditemukan dua selongsong dinamit di bawah pondok manajemen di lokasi perlombaan,” tulis koran itu.

Penemuan dinamit yang siap diledakkan sudah menyeramkan. Dan itu dikaitkan dengan penolakan pada bupati Bandung yang baru saja ditunjuk pemerintah Hindia Belanda membuatnya makin misterius.

Memang belum lama Bupati Bandung, Pangeran Adipati Koeseomo di Laga atau Kusumahdilaga (1874-1893) meninggal dunia. Dia meninggal 20 Ramadhan 1310 Hijriah, pada bulan April 1893. Anak-anaknya masih balita. Menak Bandung mengusulkan sejumlah nama kerabat pada Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu untuk menduduki jabatan bupati.

Namun pilihan pemerintah Hindia Belanda kala itu jatuh pada bangsawan Sumedang. Raden Adipati Aria Martanagara (1791-1828), cicit Pangeran Kornel, yang ditunjuk menjabat Bupati Bandung. Penunjukan tersebut membuat suasana menjadi tegang. Penolakan yang diperlihatkan terbuka.

Pesta rakyat di Lapangan Tegallega yang diselenggarakan bersamaan dengan pacuan kuda sejatinya adalah momen untuk mengenalkan Martanagara pada khalayak luas.

Koran Soerabaijasch handelsblad tanggal 29 Juli 1893 memberitakan dengan lebih lengkap. Pilar tribun penonton tersebut tidak hanya dipasang dinamit, dalam pemeriksaan selanjutnya ditemukan hampir semua tiang yang digergaji. Jika dinamit tidak meledak, penonton yang berjejal di atasnya pun bisa celaka karena panggung yang runtuh tidak kuat lagi menahan beban.

Koran tersebut juga mengungkapkan persaingan memperebutkan jabatan bupati. Ada sejumlah nama menak Bandung yang menjadi calon kuat bupati. Pertama adalah Raden Rangga Soema Negoro, Patih Bandung, yang bertindak sebagai penjabat bupati hingga anak-anak almarhum Pangeran Adipati Koeseomo di Laga mencapai usia yang pantas untuk memimpin pemerintahan. Raden Rangga Soema Negoro kemudian diangkat dengan keputusan tanggal 25 Juli 1893 untuk pindah ke Soekapoera Kollot sebagai patih.

Selanjutnya adalah sepupu almarhum bupati Bandung. Yakni Patih Tjitjalengka, pembantu wedono Boewa Batoe, dan mantri Kaboepaten Bandoeng. Ketiganya masih keturunan bupati sebelumnya yang dikenal luas dengan julukan Dalem Bintang.

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Gedung PGN Braga, Bukti Bandoeng Pernah Punya Jaringan Gas Dalam Kota di Zaman Kolonial
NGULIK BANDUNG: Penemuan Situ Lembang
NGULIK BANDUNG: Situ-Situ di Zaman Kolonial

Raden Adipati Aria Martanagara, Bupati Bandoeng. Foto sekitar tahun 1918. Koleksi KITLV 116456 (Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl).
Raden Adipati Aria Martanagara, Bupati Bandoeng. Foto sekitar tahun 1918. Koleksi KITLV 116456 (Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl).

Teror Dinamit di Bandung

Koran Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie tanggal 3 Agustus 1893 memberitakan hal yang makin mengejutkan. Sebuah peti berisi penuh dinamit ditemukan di rumah seorang lurah. Keterlibatan pejabat pribumi membuat kaitan teror dan penolakan pada bupati Bandung yang baru makin kentara.

Pemberitaan koran-koran berbahasa Belanda pelan-pelan mengungkapnya. Satu demi satu tokoh-tokoh yang terlibat di balik teror tersebut ditangkap.

Koran Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie tanggal 9 Agustus 1893 memberitakan penahanan Raden Wira Soedibdja, mantan mantri Bandung yang pernah dihukum dalam pengasingan selama 6 tahun. Dia ditahan karena dugaan menghasut penduduk melawan Bupati Bandung sekaligus memasang dinamit di panggung penonton pacuan kuda yang diperuntukkan bagi warga Eropa dan pejabat pribumi berpangkat tinggi.

Koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 23 Agustus 1893 selanjutnya memberitakan penahanan Raden Nata Negara, putra bungsu mendiang Dalem Bintang. Dia sempat melarikan diri saat penyelidikan rencana teror tersebut. Raden Nata Negara tertangkap saat bersembunyi di Desa Tjibodas, di Trogong.

Koran tersebut memberitakan keterlibatan 22 pejabat pribumi dalam rencana teror dinamit di Bandung. Nama Patih Tjijalengka disebut-sebut sebagai otak di balik rencana teror tersebut. Koran-koran lain memberitakan hal yang sama (De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 26 Agustus 1893).

Harian Belanda Zutphensche courant tanggal 8 September 1893 menceritakan suasana Bandung kala itu. Perempuan-perempuan Eropa yang tinggal di Bandung sebagian mengungsi ke Batavia. Semua kereta tiba-tiba sesak dengan penumpang yang sebagian besar pribumi.  Pemerintah kemudian mendatangkan tentara dari Batavia dan Batoe Djadjar untuk berjaga-jaga di Bandung untuk mengantisipasi situasi berkembang buruk.

Sejumlah pejabat pribumi dan anak buahnya ditangkap karena dituduh terlibat dalam rencana teror tersebut. Di antarnya Lurah Tjileger serta Tjamat Padalarang yang ditangkap bersama pengikutnya atas tuduhan terlibat dalam rencana pengeboman tersebut.

“Penduduk Kabupaten Preanger yang harus diakui sepenuhnya menyerap berkah peradaban Eropa. Apa yang sampai sekarang tidak diketahui orang Aceh, yaitu penggunaan peluru dinamit untuk tujuan kriminal, Preangerman tahu cara menggunakannya,” tulis Zutphensche courant, 8 September 1893.

Dari mana asal dinamit tersebut? Koran De avondpost tanggal 6 September 1893 menyebutkan, kemungkinan berasal dari lokasi proyek pekerjaan jalan kereta oleh Staatsspoorwegdienst. Dinamit biasa dipergunakan untuk membersihkan rintangan untuk konstruksi rel kereta.

Dalang Teror Dinamit di Bandung

Berbulan-bulan penyelidikan terus dilakukan. Sudah lebih dari lima puluh orang di interogasi untuk mengungkap teror dinamit tersebut. Hasilnya mengejutkan. Koran De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad tanggal 8 Februari 1894 memberitakan dalang di balik rencana teror tersebut adalah mantan Patih Bandung yang kemudian dipindahkan menjadi Pati di Soekapoera Kollot yakni Raden Rangga Soema Negoro.

Pemberitaan koran tersebut juga membersihkan nama Patih Tjitjalengka yang sebelumnya mendapat tuduhan sebagai otak di balik aksi teror tersebut.

“Pengakuan sebagian besar kaki tangan dan kesaksian sekitar lima puluh orang lainnya telah menunjukkan bahwa rencananya adalah untuk menimbulkan kegemparan di kota utama, jika perlu dengan melakukan beberapa pembunuhan dan pembakaran, yang pada saat itu hampir sepenuhnya menghancurkan, patih akan pergi berkeliling dan membantu memulihkan perdamaian, dan bahwa bupati baru, jika dia tidak jatuh, akan menerima pengunduran dirinya dan kemudian patih, sebagai hadiah, akan menjadi bupati, meskipun sejauh menyangkut hubungannya, dia tidak bisa mengklaim kursi bupati di Bandung,” tulis De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad (8 Februari 1894).

Sejumlah nama terbukti terlibat dan mendapatkan hukuman. Koran De nieuwe vorstenlanden tanggal 9 Februari 1894 memberitakan ada 13 orang diasingkan karena terlibat rencana teror di Bandung. Hanya sebagian saja yang disebutkan. Yakni mantan Patih Bandung (Raden Rangga Soema Negoro/Raden Soemanagara) diasingkan ke Ternate, Raden Demang Soeria di Pradja ke Pontianak, serta Rangga Kartadiradja ke Banjarmasin.

Raden Rangga Soema Negoro (Soemanagara) sempat meminta keringanan hukuman pada Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu (De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 1 Maret 1894). Dia mengaku mengetahui rencana teror tersebut, dan membantah terlibat. Dia juga bersedia tidak lagi kembali ke Preanger jika hukuman pengasingannya dicabut dengan berencana tinggal di Soerabaya. Beberapa hari kemudian, permintaannya ditolak (De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 12 Maret 1894).

*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dengan Komunitas Djiwadjaman

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//