• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: Kesenangan Berkendara Mobil di Bandoeng Zaman Kolonial

NGULIK BANDUNG: Kesenangan Berkendara Mobil di Bandoeng Zaman Kolonial

Ada satu masa saat memiliki mobil hanya untuk kesenangan belaka. Bandung menjadi salah satu pasar utama penjualan mobil di zaman kolonial.

Ahmad Fikri

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman

Tempat parkir dengan mobil di kaki Gunung Malabar di selatan Bandung, Jawa Barat sekitar tahun 1937. Koleksi KITLV 58841. (Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

16 Juni 2022


BandungBergerak.id—Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? tanggal 3 Agustus 1909 memberitakan perhelatan pacuan kuda yang berlangsung di di sepanjang Tegallegaweg, Bandung. Pacuan kuda itu disebut-sebut lebih besar, lebih banyak mengundang peserta,  dan lebih meriah ketimbang lomba yang sama yang biasa di gelar di Batavia.

Pacuan kuda tersebut berlangsung tiga hari. Pesertanya orang-orang  berduit di seantero Bandung dan Batavia. Bukan perlombaan dan kuda-kuda gagah milik peserta yang menarik perhatian masyarakat kala itu, tapi kehadiran beragam jenis mobil di sana.

“Mereka yang tertarik dengan olahraga berkuda ini, sebagian dibawa ke sana oleh mobil. Saya belum pernah melihat begitu banyak mobil cantik di satu tempat di Hindia,” tulis G.W., dikutip dari koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? tanggal 3 Agustus 1909.

Mobil, kendaraan roda empat berpenggerak mesin masih barang langka di nusantara kala itu. Jumlahnya masih sedikit. Kehadiran mobil dalam jumlah banyak di satu tempat akan menarik perhatian khalayak.

G.W. menyebutkan sejumlah merek mobil yang dilihatnya kala itu. Di antaranya Fiat, F.N, serta Humbers  yang harganya berkisar 7-12 ribu Gulden. Mobil-mobil tersebut kala itu hanya bisa dimiliki dengan membelinya tunai.

Saat itu jalan-jalan di Bandung masih banyak yang rusak. Tapi mobil sudah mulai banyak dipergunakan untuk menggantikan kuda sebagai alat transportasi jarak jauh.

G.W. takjub dengan keberadaan mobil-mobil tersebut yang dipergunakan pengendaranya untuk menonton pacuan kuda. Dengan harganya yang mahal, dan tidak sembarang orang yang bisa memilikinya, dia mengaitkan keberadaan mobil-mobil tersebut sebagai tanda kemakmuran di Hindia Belanda.

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Mobil-Mobil di antara Bandoeng-Batavia
NGULIK BANDUNG: Dua Legenda Gunung Tangkuban Parahu
NGULIK BANDUNG: Engelbert van Bevervoorde

Nyonya Beets, istri Wali Kota Bandoeng, saat pelajaran mengemudi pertamanya di Korps Mobil Wanita. Foto ilustrasi di koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 11 Maret 1941. (sumber delpher.nl)
Nyonya Beets, istri Wali Kota Bandoeng, saat pelajaran mengemudi pertamanya di Korps Mobil Wanita. Foto ilustrasi di koran Bataviaasch nieuwsblad tanggal 11 Maret 1941. (sumber delpher.nl)

Mobil di Hindia Belanda

Dunia mengenal mobil pertama dengan mesin uap pada pertengahan abad 17. Mobil yang mengusung konsep kereta yang diperuntukkan sebagai alat angkut menggantikan kereta kuda. Teknologinya terus berkembang.  Hingga di pertengahan abad ke-18 muncul mobil dengan mesin berbahan bakar bensin di Eropa. Belanda lalu membawanya ke nusantara. Namun jelas benar kapan mobil pertama berada di nusantara.

Koran De Preanger-bode tanggal 8 Februari 1899 memberitakan Tuan Stoop, seorang tuan tanah sekaligus pengusaha pengeboran minyak memboyong mobil ke tanah Jawa. Dia sengaja memesan mobil untuk menggantikan kuda-kuda pekerja saat bepergian ke Paris, kala itu.

Tuan Stoop pemilik Perusahaan Minyak Dordtsche diceritakan membawa mobil dalam perjalanan dari Bodjonegoro dan Tinawoen (De Preanger-bode, 30 Oktober 1899). Beberapa bulan kemudian orang kaya lainnya, dr. Hijmans van Anrooij memboyong mobil ke Semarang (De Preanger-bode, 21 April 1899).

Kehadiran mobil membawa perubahan. Di awal abad 20, mobil mulai dipergunakan mengangkut barang. Mobil membuka kemungkinan transportasi barang dengan harga murah.

Namun, belum semua kota besar kala itu bisa menyaksikan “mobil” secara langsung. Bandung misalnya, yang menjadi kota terbesar nomor empat terbesar di nusantara termasuk belum tersentuh oleh mobil hingga penghujung abad 19 (De Preanger-bode, 21 April 1899).

Masyarakat Bandung diperkirakan mulai mengenal mobil di awal abad 20. Awalnya mobil diperkenalkan pelancong yang membawanya untuk menjajal perjalanan jauh dengan mampir di Bandung. Koran Bataviaasch nieuwsblad, 18 April 1901 misalnya memberitakan dua pria dari Batavia menjajal mobil menuju Bandoeng via Soekaboemi. Tak butuh waktu lama untuk memicu ketertarikan warga Bandung untuk memiliki mobil untuk dipergunakan di kotanya.

Koran De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, tanggal 27 Juni 1901 memberitakan Tuan Van Der Beek memesan mobil dari pabrik Simplex untuk disewakan bagi warga Bandung yang ingin merasakan sensasi berkendara menuju Pengalengan.

Mobil tersebut dapat mengangkut 3 orang penumpang. Layanan angkutan mobil sewaan tersebut dibuka pukul tiga sore. Perjalanan menuju Pengalengan butuh waktu dua jam. Penumpang akan tiba sore hari menjelang malam sehingga butuh menginap di sana sehari. Pada pagi hari baru kembali ke Bandung.

Pada perkembangannya berkendara mobil di Bandung berkesan hanya untuk kesenangan. Maraknya pembangunan jalan-jalan kala itu sepertinya demi mendukung kesenangan tersebut. Koran Soerabaijasch handelsblad tanggal 30 Mei 1907 menceritakan tentang jalan dan jembatan yang tengah dibangun di antara Koppo dan Bandjaran demi kesenangan berkendara. Di Tjilampeni misalnya jalan dibangun sangat bagus untuk menikmati pemandangan alam yang bisa disaksikan sambil mengendarai mobil.

Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? tanggal 22 September 1911 menceritakan tentang pesta mobil di Bandung. Pesta yang sengaja diselenggarakan para pemilik mobil setelah ramai-ramai berkendara di akhir pekan, dari Bandoeng menuju Titjalengka, lalu berkendara kembali lewat Tjiparaij untuk menikmati pemandangan alam di sepanjang perjalanan. Pesta yang digelar saat jam makan siang menyelingi perjalanan, lengkap dengan pertunjukkan musik.

Mobil dari Bandung yang mengalami kecelakaan ringan di Darmoboulevard Surabaya. Pengemudinya mengalami luka ringan. Foto terbit di koran Soerabaijasch handelsblad tanggal 5 Januari 1939. (sumber delpher.nl)
Mobil dari Bandung yang mengalami kecelakaan ringan di Darmoboulevard Surabaya. Pengemudinya mengalami luka ringan. Foto terbit di koran Soerabaijasch handelsblad tanggal 5 Januari 1939. (sumber delpher.nl)

Aturan Berkendara

Bertambahnya mobil sebagai barang baru di Hindia Belanda mulai memunculkan sejumlah masalah. Salah satunya kecelakaan. Di Batavia misalnya, berkali-kali terjadi tabrakan saat pengemudinya tengah berlatih mengendara mobil (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie?, 15 Maret  1901).

Kecelakaan fatal tak jarang terjadi saat memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Mr. G misalnya dilaporkan karena ngebut. Lalu Mr. W. Dilaporkan karena menabrak hotel saat berkendara (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie?, 1 April 1901).

Pemerintah Hindia Belanda sudah menerbitkan aturan berkendara sejak mobil mulai diperkenalkan yakni Staatsblad nomor 361 tahun 1899 tentang peraturan umum penggunaan kendaraan bermotor (het algemeen reglement op het gebruik van automobielen). Setiap kota besar yang mulai bersentuhan dengan keberadaan mobil mulai menegakkan aturannya yang ketat.

Pemerintah Kota Bandung misalnya mengumumkan akan memberi hukuman pencabutan izin berkendara jika terbukti mengemudi melebihi kecepatan yang di izinkan dalam berkendara di jalan-jalan kota.  Aturan tersebut sengaja di umumkan karena semakin meningkatnya angka kecelakaan akibat kecerobohan pengendara kendaraan di Bandung (De expres, 8 Oktober 1913).

Aturan tinggal aturan. Kecelakaan berkendara masih saja terus terjadi karena berkendara dengan kecepatan tinggi.

Koran De Preanger-bode tanggal 14 Agustus 1924 melaporkan mobil yang dikemudikan dengan kecepatan tinggi terbalik di Bragaweb menyebabkan pengemudinya dirawat di rumah sakit akibat cedera serius di kepala. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? tanggal 6 Oktober 1933 memberitakan mobil yang dikendarai Tuan v. d. B. yang diduga mabuk menabrak polisi yang tengah bertugas mengawasi kendaraan di Bragaweg.

Konvoi truk keluaran General Motors yang mengangkut peralatan militer menuju Malang tengah melintasi jalan di jalur Batavia-Bandung. Foot terbit di koran De Indische courant tanggal 4 November 1933. (sumber delpher.nl)
Konvoi truk keluaran General Motors yang mengangkut peralatan militer menuju Malang tengah melintasi jalan di jalur Batavia-Bandung. Foot terbit di koran De Indische courant tanggal 4 November 1933. (sumber delpher.nl)

Mobil-Mobil di Bandung

Seiring berjalannya waktu, masyarakat Bandung kala itu semakin terbiasa dengan keberadaan kendaraan roda empat tersebut. Bandung menjadi pasar yang menjanjikan bagi produsen dan importir mobil karena populasi warga Eropa yang terhitung besar di sana. Sejumlah perusahaan berdiri menjadi pemasok sejumlah merek mobil terkenal dunia

Mobil merek Delage asal Prancis misalnya di impor oleh Garreaux Frères yang berkantor di Weltevreden (Batavia). Tuan K. van den Hoek menjadi agen pemasok mobil itu di Bandung (De Preanger-bode, 24 September 1921). Pemasok kendaraan tersebut memanfaatkan perhelatan tahunan Jaarbeurs yang bergengsi untuk mengenalkan mobil seri terbarunya.

Pada perhelatan Jaabeurs di Bandung tahun 1921 importir Delage memamerkan mobil seri terbaru yang mengusung teknologi terbaru di zamannya. Mobil yang dipamerkan tersebut memiliki karburator ganda, serta rem yang terpasang pada roda depan dan belakangnya. Karburator ganda untuk menghemat bensin. Dan rem depan dan belakang, yang keduanya berfungsi nyaris bersamaan dengan menginjak satu pedal saja. W.T. Bradley dari Auto-car, London and Automotive Industries, New York, sempat menjajal Delage tersebut dengan menempuh jarak 3.120 mil dalam 6 hari dengan kecepatan rata-rata 100 kilometer per jam.

Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode tanggal 1 April 1931 menerbitkan kumpulan ulasan tentang beragam perusahaan Belanda di Bandung. Di antaranya terdapat importir mobil, rental kendaraan, hingga bengkel.

N.V. Handel Maatschappij salah satunya. Perusahaan yang didirikan Tuan C. M. Luyks di Tjibadak tahun 1898 awalnya perusahaan yang mendagangkan foto. Tahun 1903 perusahaan tersebut pindah ke Bandung.  Lini usahanya terus berkembang. Berawal dari barang fotografi, kemudian menjual beragam barang. Di antaranya, lampu  bensin, kereta bayi, bel listrik, mesin tik, barang olahraga, serta gramofon.

Perusahaan tersebut juga mengembangkan bisnisnya menjadi perusahaan rental mobil. N.V. Handel Maatschappij menjadi importir mobil Studebaker dan Secxon di Bandung. Tahun 1929 perusahaan tersebut membangun tanah terbuka di Bragaweg bersebelahan dengan Firma Zwarenstein untuk membangun tempat usaha yang lebih besar.

Selanjutnya N.V. Mij. tot Voortzetting yang dulunya perusahan pembuat dan penyewa kereta kuda FUCHS & RENS. Berdiri tahun 1920 setelah Tuan Rens mengambil alih Firma Fuchs. Perusahaan tersebut membangun kantornya di satu bidang tanah yang telah dibeli setahun sebelumnya di Bragaweg. Perusahaan tersebut mendirikan bengkel mobil dan garasi di sana

N.V. Mij. tot Voortzetting selanjutnya membuka showroom di bagian depan kantornya di Bragaweg tahun 1924. Perusahaan tersebut menjadi pengimpor mobil penumpang merek Packard, Chrysler, deSoto, Plymouth dan Renault, serta White and Fargo. Perusahaan tersebut juga sekaligus agen utama merek ban Firestone, baterai Prest-O-Lite, peralatan perawatan merek Whiz, serta pemasok aksesori merek Stewart.

Selanjutnya N.V. Autohandel en Reparatie-Atelier yang merupakan toko mobil ternama di Bandung. Didirikan oleh Tuan J. K. van Leeuwaarden tahun 1911. Perusahaan tersebut berkantor di satu gedung di Bantjeuj. Perusahana tersebut menjadi pemasok sekaligus bengkel perawatan untuk mobil merek Graham Paige, Mercedes, serta truk Fageol.

Gambaran tentang kehadiran mobil-mobil di Bandung terlihat dari pendapatan kota yang salah satunya diambil pajak  transportasi yang dikutip dari pemilik kendaraan. Algemeen Indisch dagblad : de Preangerbode tanggal 1 April 1931 menyajikan laporan perbandingan porsi pendapatan kota Bandung dan Batavia dari pajak transportasinya.

Tahun 1927, 15 persen pajak pendapatan Bandung berasal dari pajak transportasi, sementara di Batavia 13 persennya. Tahun 1929 menjadi 25 persen untuk Bandung dan 13 persen untuk Batavia. Kendati tahun 1930 nilainya turun jadi 14 persen untuk  Bandung dan 6 persen untuk Batavia. Tapi yang pasti porsi pendapatan pajak transportasi di Bandung terus bertambah, menandakan terus bertambahnya keberadaan mobil-mobil di Bandung.

*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dengan Komunitas Djiwadjaman

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//