• Kolom
  • NGALEUT BANDUNG: Kisah Leluhur Trah Wiranatakusumah dari Timbanganten ke Bandung (2)

NGALEUT BANDUNG: Kisah Leluhur Trah Wiranatakusumah dari Timbanganten ke Bandung (2)

Dengan mencermati nama tempat dimakamkannya tokoh dalam daftar silsilah Bupati Bandung, kita bisa menelusuri asal trah Wiranatakusumah.

Alex Ari

Pegiat Komunitas Aleut, bisa dihubungi via akun instagram @AlexxxAri

Suasana kompleks makam Dalem Kaum tidak jauh dari Alun-alun Bandung dan Pendopo Kota Bandung, Rabu (6/10/2021) siang. Di kompleks inilah dikebumikan R. A. Wiranatakusumah yang juga dikenal luas dengan julukan Dalem Kaum. (Foto: Miftahudin Mulfi/BandungBergerak.id)

6 Oktober 2021


BandungBergerak.idAmpun paralun….

Dalam silsilah yang tercantum pada Babad Bupati Bandung, dituliskan secara kronologis susunan nama tokoh yang menjadi leluhur trah Wiranatakusumah. Tercatat pula beberapa nama daerah yang terkait dengan tokoh dalam daftar silsilah tersebut. Keterangan lokasi dan derah tersebut dapat menjadi petunjuk mengenai asal-muasal leluhur para bangsawan Bandung.

Nama daerah yang menjadi informasi tambahan dalam naskah Babad Bupati Bandung adalah lokasi para tokoh dikebumikan. Kebiasaan mencatat tempat seorang tokoh dimakamkan dapat dipahami sebagai kelanjutan dari kebiasaan lama leluhur Sunda. Sebagai contohnya adalah Prasati Batutulis, Bogor yang memuat beberapa nama raja Sunda, disertai keterangan tempat mereka dimakamkan. Prasasti yang berangka tahun  saka panca pandawa emban bumi itu, yang oleh C.M. Pleyte diartikan sebagai 1533 Masehi, dibuat oleh Prabu Surawisesa untuk memperingati kejayaan ayahandanya, Sri Baduga Maharaja.

Dalam perasati Batutulis disebutkan beberapa nama leluhur Sri Baduga Maharaja yang disertai tempat mereka dikembumikan. Dituliskan bahwa Prabu Sri Baduga Maharaja adalah anak Rahayang Dewa Niskala yang dikuburkan (sida mokta) di Gunatiga dan cucu Rahyang Niskala Wastu Kancana yang dikuburkan di Nusalarang.  

Selain prasasti Batutulis, penulisan silsilah yang menyebutkan nama tokoh dengan disertai tempat mereka dikuburkan juga termuat dalam naskah Carita Parahyangan. Naskah yang diperkirakan ditulis pada akhir abad XVI dan kini menjadi koleksi Museum Nasional tersebut memuat nama Prabu Niskala Wastu Kancana yang dikuburkan (nu surup) di Nusalarang.

Kebiasaan mengkaitkan nama tokoh dengan tempat pemakamannya seperti inilah yang juga ditemukan dalam silsilah keluarga bupati di Priangan. Termasuk di dalamnya, trah Bupati Bandung dengan tokoh besar seperti Prabu Siliwangi yang, menurut Amir Sutaarga, lengkapnya bergelar Ratu Purana Prabu Guru Dewataprana Sri Baduga Maharaja Ratu Haji Di Pakwan Pajajaran sebagai puncak silsilah mereka.

Cara menuliskan pohon keluarga dalam naskah Babad Bupati Bandung pun ternyata mengadopsi kebiasaan tersebut. Nama tempat tokoh dikuburkan akan ditulis dengan keterangan “sawafatna dipendemna di”. Nama tokoh pertama dalam silsilah pada naskah Babad Bupati Bandung yang disertai keterangan nama tempat dikuburkannya adalah Sunan Permana di Puntang yang dituliskan “…jadi ratu di Timbanganten sawafatna dipendemna di Dayeuh Manggung”.

Menurut Kamus Umum Basa Sunda Lembaga Basa & Sastra Sunda (LBSS) (1995), wapat merupakan kata dari bahasa Arab yang artinya meninggal dunia (maot, pupus), sedangkan kata dipendem merupakan kata dari bahasa Jawa yang berarti dikuburkan atau dimakamkan.

Silsilah Bupati Bandung berdasarkan dokumen Volksalmanak Soenda 1922. (Olah data: Sarah Ashilah)
Silsilah Bupati Bandung berdasarkan dokumen Volksalmanak Soenda 1922. (Olah data: Sarah Ashilah)
Berasal dari Timbanganten

Berdasarkan informasi tempat dimakamkannya tokoh-tokoh yang ada pada silsilah dalam nasakah Babad Bupati Bandung, kita dapat mengetahui perpindahan leluhur trah keluarga Wiranatakusumah mulai dari Timbanganten di daerah Garut kini, ke Dayeuhkolot di Kabupaten Bandung kini dan akhirnya ke Kota Bandung.

Kesimpulan bahwa asal leluhur trah Wirantakusumah berasal dari Timbanganten di Garut diperoleh dari informasi tentang tokoh Sunan Permana di Puntang yang dimakamkan di Dayeuh Manggung yang berada di lereng Gunung Cikuray. Juga Sunan Darma Kingking yang dikuburkan di Cihanja (?), masih di Timbanganten, Garut. Tokoh selanjutnya, putera dari Sunan Darma Kingking yaitu Sunan Ranggalawe dikebumikan di Pasir Cikamiri, daerah yang kini berada di sebelah barat RSUD Garut.  Penggantinya, Dalem Tumenggung Mataun, dimakamkan di Timbanganten, sedangkan Raja Dalem Wiranatakusumah dikuburkan di daerah Cangkuang, Leles, Garut.  

Juga diperoleh keterangan bahwa Dalem Wirakusumah dan Dalem Tumenggung Wiranangun dimakamkan di Timbanganten. Sementara itu, Dalem Ardi Kusumah  dikuburkan di Tenjolaya, Garut. Tokoh terakhir yang dikuburkan di daerah Garut adalah Dalem Demang Anggaraja, yang dimakamkan di Gordah, Cireungit, Tarogong, Garut. Dalem Demang Anggaraja adalah bupati Bandung dalam daftar silsilah naskah Babad Bupati Bandung yang memperoleh surat keputusan pengakatan (besluit) dari Gubernur Jenderal  tertanggal 19 November 1684.

Hanya satu tokoh dalam kurun waktu Timbanganten yang tidak dikembumikan di daerah Garut, yaitu Raja Dalem Wirakarama. Menurut informasi dalam nasakah Babad Bupati Bandung, ia meninggal dunia dalam perjalanan menghadap ke Mataram dan dikuburkan di sana. Ia kemudian digantikan oleh saudara kandungnya, yaitu Dalem Wirakusumah.

Peta Timbanganten, lokasi kerajaan yang menjadi asal leluhur trah Wiranatakusumah sebelum pindah ke Dayeuhkolot, lalu Bandung. (Sumber: buku Selayang Pandang Kabupaten Daerh Tingkat II Sumedang: Peringatan Hari Jadi Sumedang Ke-405, 22 April 1578 - 22 April 1983)
Peta Timbanganten, lokasi kerajaan yang menjadi asal leluhur trah Wiranatakusumah sebelum pindah ke Dayeuhkolot, lalu Bandung. (Sumber: buku Selayang Pandang Kabupaten Daerh Tingkat II Sumedang: Peringatan Hari Jadi Sumedang Ke-405, 22 April 1578 - 22 April 1983)

Pindah ke Dayeuhkolot, lalu Bandung

Sejak tokoh Raden Tumenggung Anggadireja, dapat diketahui telah terjadi perpindahan kerajaan dari wilayah Timbanganten ke daerah Tarikolot atau Dayeuh Kolot. Dituliskan dalam nasakah Babad Bupati Bandung, Raden Tumenggung Anggadireja, yang diangkat sebagai Bupati Bandung dengan besluit tertanggal 9 September 1763, dimakamkan di Kaum Bandung, Tarikolot.

Menurut Kamus Umum Basa Sunda Lembaga Basa & Sastra Sunda (LBSS) 1995), kata Tarikolot mengacu pada arti bekas kampung dan kata narikolot berarti kampung yang keadaan sebelumnya ramai menjadi sepi. Sedangkan menurut Kamoes Basa Soenda (1946) yang disusun oleh R. Satjadibrata, kata tarikolot berarti kampung yang sudah tidak ramai lagi. Hal ini akan berkaitan dengan perpindahan ibu kota Kabupaten Bandung dari daerah Citeureup, Dayeuhkolot ke  Dayeuh (Kota) Bandung berdasarkan besluit Gubernur Jenderal  Herman Willem Daendels tertanggal 25 September 1810 yang kemudian diperingati sebagai hari jadi Kota Bandung. 

Setelah perpindahan ibu kota kabupaten Bandung dari daerah Citeureup di pinggiran sungai Citarum ke Kota Bandung kini, daerah ibukota lama yang ditinggalkan kemudian biasanya akan disebut Tarikolot atau Dayeuhkolot (Kota Tua). Fenomena penyebutan ibu kota kabupaten yang ditinggalkan karena perpindahan sebagai Tarikolot juga terjadi pada kabupaten Cianjur, berdasarkan   informasi dalam silsilah Bupati Cianjur yang dimuat pada buletin Volksalmanak Soenda 1922. Dituliskan bahwa Ngabhei Wiratanu atau yang kemudian bergelar Aria Wiratanudatar (1691-1707) mempunyai julukan Dalem Tarikolot karena putranya yaitu Astramenggala atau bergelar Aria Wiratanu (1707-1726) memindahkan ibu kota kabupaten Cianjur ke lokasinya kini, sehingga tempat tinggal Aria Wiratanudatar disebut sebagai dayeuh kolot (kota tua).

Ibu kota Kabupaten Bandung berlokasi di daerah Tarikolot atau Dayeuhkolot hingga masa R. Adipati Wiranatakusumah II yang menduduki jabatan Bupati Bandung setelah menerima surat pengangkatan (Besluit) pada tanggal 20 Oktober 1794. Sebenarnya R. Adipati Wiranatakusumah II masih tinggal di Tarikolot atau Dayeuhkolot hingga tahun 1810 setelah keluarnya surat perintah Daendels. Ayahanda R. Adipati Wiranatakusumah II yaitu Dalem Adipati Wiranata Kusumah I yang diangkat menjadi bupati Bandung dengan besluit tertanggal 18 Januari 1788 setelah meninggal dunia dimakamkan di Kaum Bandung, Tarikolot.  Namun yang kemudian mendapat julukan Dalem Kaum adalah R. Adipati Wiranatakusumah II, mengacu pada tempatnya dimakamkannya, yaitu di Kaum, Dayeuh (kota) Bandung.

Baca Juga: NGALEUT BANDUNG: Kisah Leluhur Trah Wiranatakusumah dari Timbanganten ke Bandung (1)
NGALEUT BANDUNG: Mengenal Kartel Preanger Planters (2)
NGALEUT BANDUNG: Mengenal Kartel Preanger Planters (1)

Jadi, ada perbedaan antara Kaum Bandung, Tarikolot dengan Kaum Dayeuh (kota) Bandung. Kata kaum dalam bahasa Suda jika mengacu pada Kamoes Basa Soenda (1946) yang disusun oleh R. Satjadibrata berarti daerah tempat tinggal penghulu beserta pegawainya (sarat-sarat Kaum) seperti, naib, kalipah, letib, imam, bilal, modin, dan merbot. Keberadaan kampung Kaum, atau dalam bahasan Jawa disebut Kauman, biasanya terletak di sekitar Masjid Agung. Sesuai konsep tata kota tradisional di Jawa, keberadaan Mesjid Agung adalah satu unsur dari konsep Catur Gatra. Jadi baik di Tarikolot (Dayeuhkolot) maupun di ibu kota kabupaten Bandung yang baru, keberadaan Masjid Agung beserta Kaum juga terdapat pada keduanya.

Dengan mengacu letak makam Raden Tumenggung Anggadireja dan Dalem Adipati Wiranata Kusumah I yang dikuburkan di Kaum Bandung, Tarikolot, bisa diduga letak pusat ibu kota kabupaten Bandung lama di Dayeuhkolot. Karena sesuai konsep Catur Gatra keberadaan alun-alun, masjid agung, dan pendopo berada dalam satu kompleks, sangat mungkin pusat ibu kota kabupaten Bandung di Tarikolot (Dayeuhkolot) berada di sekitar kompleks makam Bupati Bandung di Dayeuhkolot.

Dalem Adipati Wiranata Kusumah III menjabat Bupati Bandung berdasarkan besluit pada tanggal 10 Mei 1829, menggantikan ayahnya, R. Adipati Wiranatakusumah II. Setelah wafat, Dalem Adipati Wiranata Kusumah III dijuluki Dalem Karang Anyar, berdasarkan tempatnya dimakamkan. Namun setelah itu, julukan Bupati Bandung tidak lagi mengacu pada nama tempat lokasinya dikuburkan karena para Bupati Bandung biasanya dimakamkan di kompleks makam Bupati Bandung di Karang Anyar atau di kompleks makam Dalem Kaum. Sementara itu, nama daerah asal trah Wiranatakusumah, yakni Timbanganten, kini diabadikan menjadi nama Yayasan Komisi Sejarah Timbanganten-Bandung.

Dengan mencermati nama tempat dimakamkannya tokoh dalam daftar silsilah Bupati Bandung yang termuat pada naskah Babad Bupati Bandung, kita bisa menelusuri asal trah Wiranatakusumah. Untuk melangkapi informasi angka tahun para tokoh penguasa kabupaten Bandung, kita dapat merujuk pada silisilah Bupati Bandung yang termuat pada Volksalmanak Soenda 1922.

Cag, urang teundeun di handeuleum sieum, urang tunda di hanjuan siang. Paranti nyokot ninggalkeun. 

*Tulisan kolom NGALEUT BANDUNG merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dan Komunitas Aleut

Editor: Redaksi

COMMENTS

//