NGALEUT BANDUNG: Mengenal Kartel Preanger Planters (2)
Para juragan perkebunan teh di Priangan (Preanger Planters) memperkuat posisi lewat beragam jalur, mulai dari koneksi ke pemerintah dan perbankan hingga perkawinan.
Alex Ari
Pegiat Komunitas Aleut, bisa dihubungi via akun instagram @AlexxxAri
21 September 2021
BandungBergerak.id - Keluarga Van der Hucht, Holle, Kerkhoven, dan Bosscha membangun koneksi, aliansi, dan asosiasi dengan berbagai pihak untuk menghadapi persaingan dengan pengusaha perkebunan lainnya. Melalui kemampuan membangun hubungan dan mengatasi saingan inilah, usaha perkebunan milik keluarga Van der Hucht cs menggurita layaknya kartel atau sindikat mafia.
Koneksi dari Kalangan Birokrat
Dikisahkan bahwa keluarga Van der Hucht cs memiliki kedekatan khusus dengan Gubernur Jenderal J. J. Rochussen sehingga anak-anak keluarga Van der Hucht dan Holle dapat mengikuti pendidikan bersama dengan anak-anak Gubernur Jenderal di Istana Bogor. Tentu bukan orang sembarangan, dan hanya mereka yang memiliki kedekatan khusus, yang dapat memperoleh keistimewaan seperti ini. Dari hubungan ini, keluarga Van der Hucht cs memperoleh dukungan dan kemudahan dari penguasa terhadap usaha mereka di bidang perkebunan.
Tak cuma pejabat sekelas Gubernur Jenderal, keluarga Van der Hucht cs bahkan memiliki koneksi hingga pejabatan tinggi level menteri. Adalah Engelbertus de Waal, Menteri Urusan Tanah Jajahan (Minister van Kolonien) di kabinet Van Boose-Fock (1868-1870) yang menikah dengan Marie Anne Theodore van der Hucht, putri dari Jan Pieter van der Hucht yang merupakan kakak kandung dari Willem van der Hucht. Jadi Marie Anne Theodore van der Hucht masih terhitung keponakan dari Willem van der Hucht.
Salah satu produk undang-undang yang dihasilkan oleh kabinet Van Boose-Fock adalah UU Agraria atau de Agrarische Wet (1870) yang membuka keran penanaman modal swasta secara besar-besaran di Hindia Belanda, khususnya melalui sektor perkebunan dengan dimungkinkannya penyewaan lahan dalam jangka waktu yang panjang. Dengan terbitnya UU Agraria ini, sektor usaha perkebunan swasta mengalami kemajuan yang pesat. Termasuk para pengusaha perkebunan di Priangan (Preanger Planters).
Pada tahun 1844, setahun sebelum datang ke Hindia Belanda, Jan van der Hucht pernah membuat selebaran yang berisi argumen untuk merekomendasikan kolonialisasi orang Belanda di Jawa. Usulan yang kemudian diwujudkan menantunya dalam sebuah aturan berskala besar, yaitu UU Agraria 1870.
Selain dengan penguasa di tingkat atas, keluarga Van der Hucht cs juga menjaga kedekatan dengan penguasa dan birokrat peribumi. Contohnya, kedekatan Karel Frederik Holle dengan Kepala Penghulu Limbangan, Raden Haji Muhamad Musa. Melalui hubungan eratnya ini, Holle setidaknya mampu memahami apa yang harus dilakukan untuk menghadapi penduduk pribumi. Asosiasi keduanya, menurut Karel Steenbrink dalam bukunya Kawan dalam Pertikaian: Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia 1597-1942 (1995), bertahan selama 20 tahun. Holle dibantu oleh Musa berhasil menerbitkan brosur bulanan tentang pertanian. Keduanya kemudian berkeliling pulau Jawa pada tahun 1860 untuk memperkenalkan berbagai teknik pertanian dan perikanan. Pada tahun 1865, Muhammad Musa membantu Holle mendirikan Kweekschool voor Onderwijzers op Indlandsche Schoolen (Sekolah Pendidikan Guru untuk Sekolahan Pribumi).
Tak Cuma Holle yang memiliki hubungan erat dengan penguasa lokal, beberapa anggota keluarga lain sama halnya. Rudolph Albert Kerkhoven pertama kali masuk ke Bandung dan membuka lahan perkebunan Arjasari dengan menyewa bekas lahan padang perburuan milik Bupati Bandung yang sebelumnya dikenal dengan sebutan Tegal Mantri. Tentu hal ini akan sulit dilakukan jika si penyewa lahan tidak membangun kedekatan dengan pemilik lahan yang notabene adalah seorang penguasa lokal.
Contoh asosiasi lainnya antara anggota keluarga Van der Hucht cs yang dilakukan untuk melangengkan dan memperlancar usaha mereka, dilakukan oleh penerus perkebunan Parakan Salak yaitu G.C.F.W. Mundt dengan mendudukkan Bupati Sukabumi R. A. A. Soeria Danoeningrat (Dalem Gelung) dalam susunan komisaris perkebunan. Ada banyak contoh asosiasi lain yang dipelihara oleh anggota keluarga Van der Hucht cs sebagai pengusaha perkebunan di Priangan (Preanger planters) untuk memperlancar usahanya.
Dukungan Keuangan dari Perbankan
Selain hubungan yang erat dengan kalangan birokrat, keluarga Van der Hucht cs memiliki dukungan keuangan dan permodalan dari kalangan perbankan. Dukungan keuangan sangat dibutuhkan oleh kalangan pengusaha, termasuk para pemilik perkebunan, terutama untuk memulai pengembangan usahanya. Salah satu putri pasangan Alexadrine Albertina van der Hucht dengan Pieter Holle, yaitu Caroline Frederique Holle, menikah dengan N. P. van den Berg, seorang bankir dengan karier yang cemerlang. Ia mencapai puncak posisi sebagai presiden Bank of Java hingga tahun 1896 dan kemudian menjadi presiden bank sentral Belanda selama tiga periode hingga tahun 1911.
Bankir lainn yang memiliki hubungan dengan keluarga Van der Hucht cs adalah Jan Joseph van Santen yang menikah dengan Bertha Elisabeth Kerkhoven, putri dari Rudolph Albert kerhoven pemilik perkebunan Arjasari di Banjaran, Bandung Selatan. Jan Joseph van Santen adalah bankir yang berkarier sebagi agen hingga menjadi presiden Nederlandsch Indische Handelsbank. Rudolph Eduard Kerkhoven yang merupakan ipar dari Jan Joseph van Santen juga pernah berkarier sebagai bankir di Nederlandsch Indische Handelsbank sebelum kemudian membuka perkebunan Gambung.
Baca Juga: NGALEUT BANDUNG: Mengenal Kartel Preanger Planters (1)
NGALEUT BANDUNG: Elegi Jenny di Perkebunan Gambung
NGALEUT BANDUNG: Himpunan Saudara Jawa di Tanah Sunda
Sekutu melalui Perkawinan
Keluarga besar Van der Hucht cs juga kemudian membangun kekuatan melalui hubungan kawin-mawin dengan sesama keluarga Preanger Planters. Persekutuan yang erat hasil dari pernikahan antara klan pemilik perkebunan terjadi antara putra keluarga Holle dengan putri dari keluarga Van Motman.
Dua adik Karel Frederik Holle, yaitu Adriaan W. Holle dan Albertus Holle menikah dengan putri dari Jan Casimir Theodoor van Motman, yaitu Johanna (Jans) A.L. van Motman dan Reiniera (Miam) van Motman.
Hubungan antara keluarga Holle dengan van Motman telah dimulai ketika Pieter Holle, ayah kakak-beradik Holle, bekerja sebagai administratur perkebunan Bolang milik Jan Casimir van Motman. Ketika Pieter Holle meninggal dunia secara mendadak pada tahun 1846, posisinya sebagai adminstatur perkebunan Bolang digantikan putranya, Adriaan Holle yang masih berusia 18 tahun.
Hubungan kerja antara keluarga Holle dengan keluarga van Motman kemudian menjadi hubungan besan. Karena hubungan inilah, Pieter Holle bisa dimakamkan di kompleks mausoleum keluarga Van Motman yang terletak di daerah Jambu, Bogor. Karel Frederik Holle di masa tuanya kemudian tinggal di perkebunan keluarga Van Motman yang terletak di daerah Dramaga, Bogor.
Saat Adriaan Holle meninggal dunia, posisinya sebagai administratur perkebunan Parakan Salak digantikan oleh Gustav C. F. W. Mundt, yang menikah dengan adik istrinya, Catharina (Cato) van Motman.
Melalui pernikahan, posisi keluarga Holle dan van Motman sebagai klan pemilik perkebunan semakin bertambah kuat.
Persaingan dan Perselisihan
Selain berbagai koneksi, asosiasi, dan aliansi, ada faktor lain yang membuat posisi klan Van der Hucht cs semakin kuat, yaitu tantangan yang harus dihadapi keluarga ini melalui persaingan di antara sesama pemilik perkebunan. Salah satunya datang dari perusahaan perkebunan keluarga Baron Baud.
Ditulis oleh Dr. Ch. Bernard dalam salah satu artikel di buku “Gedenkboek der Nederlandsh-Indische Theecultuur 1824-1924”, W. A. Baron Baud pada tahun 1863 - 1865 mengambil alih perkebunan teh milik pemerintah kolonial yaitu perkebunan Ciumbuleuit, Cikembang, Carenang, Jatinangor, dan Cikajang. Sementara itu, keluarga Van der Hucht mengambil alih sewa perkebunan Parakan Salak dan Sinagar, Cirohani pada tahun 1862. W. A. Baron Baud memiliki kemudahan karena Jean Chretien Baud, ayahnya, pernah menjabat sebagai gubernur jenderal Hindia Belanda.
Selain persaingan dengan keluarga pemilik perkebunan lainnya. Perselisihan juga terjadi di dalam keluarga. Contohnya adalah perselisihan antara kakak-beradik R. E. Kerkhoven dengan Augustus Eugenius Kerkhoven atas warisan perkebunan Arjasari yang ditinggalkan R. A. Kerkhoven. Perselisihan antarsaudara ini yang kemudian diangkat sebagai konflik dalam roman Sang Juragan Teh yang ditulis oleh Hella Serafia Haasse. Namun justru dari konflik inilah usaha perkebunan R. E. Kerkhoven semakin berkembang dengan membuka perkebunan-perkebunan baru, seperti Malabar, Talun, dan Negla.
*Tulisan kolom NGALEUT BANDUNG merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dan Komunitas Aleut